c

Selamat

Kamis, 6 November 2025

EKONOMI

18 Juni 2025

13:59 WIB

Menperin: Perang Iran-Israel Ancam Kelancaran Distribusi Global Dan Industri RI

Menperin menyampaikan perang Iran-Israel mengancam kelancaran distribusi rantai pasok global. Pada gilirannya, krisis ini juga memperlihatkan kerentanan rantai pasok global bagi manufaktur Indonesia.

Editor: Khairul Kahfi

<p>Menperin: Perang Iran-Israel Ancam Kelancaran Distribusi Global Dan Industri RI</p>
<p>Menperin: Perang Iran-Israel Ancam Kelancaran Distribusi Global Dan Industri RI</p>
Ilustrasi - Aktivitas terminal peti kemas yang sibuk. Dok Pelindo

JAKARTA - Menperin Agus Gumiwang Kartasasmita menyampaikan, perang Iran-Israel saat ini bisa mengancam kelancaran distribusi rantai pasok global. Pada gilirannya, krisis ini juga memperlihatkan kerentanan terhadap rantai pasok global, terutama bagi industri manufaktur Indonesia. 

Rute perdagangan maritim kritis dan berisiko mengalami gangguan. Sebagai gambaran, Selat Hormuz, yang menangani 30% pengiriman minyak global, dan Terusan Suez, jalur bagi 10% perdagangan dunia berada dalam jangkauan area konflik kedua negara di kawasan Timur Tengah.

"Serangan baru-baru ini terhadap kapal komersial telah memaksa pengalihan rute melalui Tanjung Harapan di Afrika, menambah waktu pengiriman Asia-Eropa sebanyak 10-15 hari dan meningkatkan biaya kontainer sebesar 150-200%," jelasnya dalam siaran resmi, Jakarta, dikutip Rabu (18/6).

Baca Juga: Menperin Imbau Industri RI Ancang-Ancang Mitigasi Dampak Perang Iran-Israel

Kondisi tersebut, sambung Agus, nyatanya ikut berdampak dan menganggu pada sejumlah sektor industri di Indonesia. 

Dia mencontohkan sektor otomotif dan elektronik, yang sekitar 65% produksinya bergantung pada komponen impor, menghadapi potensi kelangkaan semikonduktor dengan waktu tunggu hingga 26 minggu, "(Situasi ini) berpotensi menimbulkan kerugian ekspor sebesar US$500 juta," paparnya.

Selanjutnya, industri tekstil dan alas kaki, salah satu penghasil ekspor utama, melihat margin laba menyusut 5-7% akibat kenaikan biaya logistik, mengurangi daya saing dibandingkan pesaing regional seperti Vietnam dan Bangladesh. 

Sementara itu, sektor nikel dan baja Indonesia, yang penting bagi transisi energi global, menghadapi kenaikan biaya transportasi batu bara sebesar 15-20% dan penundaan pengiriman 3-4  pekan. Situasi ini dapat mengancam kerugian ekspor sebesar US$1,2 miliar. 

"Konflik ini juga mempercepat tren perdagangan global yang mengkhawatirkan, termasuk friend-shoring (berbisnis dengan hanya kepada sekutu negara) oleh ekonomi Barat yang berupaya mengurangi ketergantungan pada kawasan rawan konflik," jelasnya. 

Baca Juga: Pengamat Maritim: Konflik Iran-Israel Ancam Bisnis Pelayaran Dan Kepelabuhanan RI

Meski berpeluang mendapat keuntungan dari cadangan nikel yang besar, karena menyumbang 40% permintaan global untuk baterai kendaraan listrik, Indonesia juga harus menghadapi hambatan perdagangan seperti Carbon Border Adjustment Mechanism (CBAM) Uni Eropa, yang dapat menaikkan biaya kepatuhan eksportir sebesar 8-12%. 

Belum usai, Menperin juga ikut menyorot ketahanan pangan yang juga menjadi perhatian. Indonesia mengimpor pupuk dan bahan baku pupuk berbasis NPK, seperti fosfat, perkiraan sekitar 64% di antaranya berasal dari Mesir yang terletak strategis di kawasan Timur Tengah. 

Selain Mesir, Indonesia juga mengimpor sejumlah kecil bahan baku pupuk dari negara-negara Timur Tengah lainnya. 

"Meskipun volume impor dari negara-negara tersebut relatif kecil, potensi dampaknya tetap signifikan apabila terjadi konflik di kawasan tersebut," jelasnya.

Momentum Perkuat Hilirisasi Nasional
Kemenperin juga memandang konflik Timur Tengah ini sebagai momentum strategis untuk memperkuat hilirasi dan kemandirian industri dalam negeri. 

“Di tengah tantangan global, justru terbuka ruang bagi Indonesia untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan baku dan produk energi dan pangan luar negeri. Hilirisasi bukan hanya soal nilai tambah ekonomi, tapi juga soal kedaulatan energi dan pangan Indonesia,” tegas Agus.

Baca Juga: Timur Tengah Memanas, Pertamina Kaji Penundaan Shifting Impor Minyak Mentah

Menurutnya, dukungan pemerintah akan terus diberikan dalam bentuk insentif, fasilitasi investasi, hingga kebijakan fiskal untuk mempercepat transformasi industri ke arah yang lebih efisien dan berdaya saing tinggi.

Dia menekankan, ketahanan pangan dan energi bukan hanya tanggung jawab sektor primer, tapi juga sektor industri. Untuk itu, pihaknya terus mengupayakan industri manufaktur Indonesia menjadi garda terdepan untuk mewujudkan ketahanan pangan dan energi.

"Dengan strategi ini, Kemenperin berharap Indonesia mampu menjaga stabilitas sektor industri dan ekonomi secara keseluruhan, sekaligus meningkatkan ketahanan nasional dalam menghadapi berbagai tekanan global," pungkasnya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar