c

Selamat

Kamis, 25 April 2024

EKONOMI

19 Januari 2022

21:00 WIB

Menkeu Waspadai Kenaikan Harga Pangan

Sri Mulyani menyebutkan kenaikan harga dan stagflasi menjadi salah satu risiko perekonomian dunia.

Editor: Fin Harini

Menkeu Waspadai Kenaikan Harga Pangan
Menkeu Waspadai Kenaikan Harga Pangan
Warga membeli minyak goreng kemasan di salah satu pusat perbelanjaan di Kudus, Jawa Tengah, Rabu (19 /1/2022). ANTARAFOTO/Yusuf Nugroho

JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mewaspadai tekanan harga komoditas akan mempengaruhi harga bahan makanan di Indonesia, meski saat ini inflasi domestik masih cukup rendah.

"Kita sudah mulai melihat beberapa tekanan dari harga komoditas merembes ke dalam negeri, seperti minyak sawit mentah (CPO) kepada minyak goreng di Indonesia," ujar Menkeu Sri Mulyani dalam Rapat Kerja bersama Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Jakarta, Rabu (19/1) dilansir dari Antara.

Selain itu Sri Mulyani mengingatkan agar disrupsi pasokan global dan stagflasi juga bisa diperhatikan apakah berpengaruh terhadap komoditas di Indonesia. Hal tersebut menjadi salah satu risiko perekonomian dunia terkini.

Dengan inflasi yang masih relatif baik, fokus pemerintah adalah mengakselerasi pemulihan supaya lebih kuat lagi dan akan bisa bertahan saat terjadi tekanan harga yang kemungkinan akan terjadi pada periode 2022 ini.

"Ini yang menjadi strategi yang akan kami lihat," ujar Menkeu Sri Mulyani.

Ia menekankan lingkungan global harus menjadi salah satu faktor yang terus diwaspadai untuk menjaga keberlanjutan pembangunan Indonesia.

Selain disrupsi pasokan dan potensi stagflasi, kata dia, setidaknya terdapat tiga risiko penting lainnya yang mewarnai perekonomian global pada tahun 2022 dan 2023, yakni pengurangan pembelian aset (tapering) bank sentral AS, Federal Reserve; tapering di Eropa dan Inggris; serta perubahan kebijakan China.

Maka dari itu, dirinya mengatakan dalam menjaga pemulihan ekonomi, kehati-hatian sangat diperlukan karena perlu mempertimbangkan kondisi global, selain melihat keadaan domestik.

"Di dalam negeri pun sektor dan wilayahnya berbeda-beda pemulihannya, contohnya Bali yang sangat dalam efek covid-19-nya karena sangat bergantung pada pariwisata. Begitu pula dengan sektor transportasi, hotel, dan restoran yang sangat rentan," kata Menkeu Sri Mulyani.

Optimis Tumbuh 4%
Dalam kesempatan itu, Sri Mulyani menyampaikan optimisme perekonomian Indonesia akan tumbuh empat persen pada tahun 2021, seiring dengan momentum pemulihan ekonomi yang kian membaik.

Perkiraan tersebut ditopang dengan pemulihan ekonomi yang cukup kuat pada triwulan IV-2021, setelah hanya tumbuh 3,5% pada triwulan III-2021 karena dampak covid-19 varian Delta.

"Beberapa indikator estimasi dari Badan Kebijakan Fiskal, pertumbuhan ekonomi di triwulan IV-2021 ada di sekitar lima persen, jadi kami berharap keseluruhan tahun pertumbuhan akan di sekitar empat persen," ungkap Sri Mulyani.

Maka dari itu, ia menuturkan outlook pertumbuhan ekonomi tahun lalu akan berada di titik paling atas dari perkiraan pemerintah, yakni empat persen, bukan di angka paling bawah yaitu 3,5%.

Keyakinan tersebut dilandaskan dengan perkembangan konsumsi yang sangat kuat, investasi yang menunjukkan pemulihan, pertumbuhan kredit pulih sangat tinggi, dan belanja Pemerintah Pusat dan Daerah pada triwulan IV-2021 yang sangat kuat.

"Ini yang menurut kami akan memberi dampak pada performa pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV-2021 yang menyebabkan keseluruhan tahun sangat kuat," ucap Sri Mulyani.

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut menjelaskan penanganan covid-19 Indonesia selama ini memang cukup baik, terutama pada saat varian Delta yang menyebabkan ekonomi domestik triwulan III-2021 menurun ke level 3,5%.

Bahkan kecepatan menangani varian tersebut jauh lebih baik dibanding Vietnam dan Malaysia, terlihat dari tren perbaikan ekonominya yang cenderung tidak secepat Indonesia untuk meningkat kembali.

"Kalau kita penurunannya cukup dalam pada triwulan III-2021, namun kemudian kembali meningkat pada triwulan IV-2021 secara cukup baik," ujarnya.

Untuk menjaga pemulihan ekonomi, ia menambahkan, pemerintah mewaspadai covid-19 varian omicron yang membuat kasus positif di India melonjak.

Lonjakan kasus di India perlu diwaspadai karena gelombang kasus covid-19 di Indonesia mirip dengan India, hanya saja setiap kenaikan, misalnya saat penyebaran varian delta, India mengalami lonjakan kasus lebih dahulu.

"Saat varian delta menyebar, kasus covid-19 di India mulai naik pada Februari dan berakhir pada Juli 2021, jadi cukup lama. Dan peak kasus hariannya sangat tinggi di 250 ribu kasus per satu juta penduduk," katanya.

Sementara itu Indonesia mulai mengalami kenaikan kasus covid-19 karena penyebaran varian Delta pada akhir Juni dan berlangsung sampai September 2021. Pada saat itu jumlah kasus covid-19 harian Indonesia mencapai 150 sampai 200 per satu juta penduduk.

"Sekarang kita lihat India mulai merambat naik lagi karena omicron, Indonesia relatif lebih flat. Kita berharap kita akan jaga terus dan ini Bapak Presiden beri perhatian ekstra terhadap perkembangannya," imbuh Sri Mulyani.

Restriksi kegiatan masyarakat di tengah penyebaran varian omicron di beberapa negara tampak lebih longgar dibandingkan saat varian delta menyebar. Sri Mulyani memperkirakan pelonggaran ini disebabkan oleh vaksinasi dan gejala omicron yang tidak separah varian delta.

"Sehingga kalau masyarakatnya tetap disiplin protokol kesehatan dan mau mengikuti vaksinasi apalagi booster, mereka percaya akan bisa melakukan aktivitas dan kegiatan ekonomi seperti biasa," ucapnya.

Karena itu pemulihan ekonomi dari dampak pandemi covid-19 pun diperkirakan akan terus berlanjut. Apalagi tidak seperti krisis tahun 1998 yang membutuhkan waktu lebih lama untuk pemulihan, krisis ekonomi akibat penyebaran covid-19 jauh lebih cepat dipulihkan.

"Kelihatan sekali ekonomi kita down lalu recover, dipukul delta sempat down lalu recover. Jadi dalam hal ini resiliensi dan kemampuan recovery jauh lebih naik dibandingkan krisis tahun 1997-1998. Tentu ini karena instrumen kebijakan kita sudah semakin lengkap," kata Menkeu Sri Mulyani.

Ia juga mengatakan akan terus meminta jajaran Kementerian Keuangan untuk mendokumentasikan respons pengelolaan APBN setiap kali menghadapi krisis. "Sehingga kalau ada krisis lagi kita bisa melihat apa yang sudah kita lakukan dulu," ucap Sri Mulyani.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar