07 Juni 2025
18:00 WIB
Menimbang Peluang Dan Tantangan Bisnis Parkir Valet
Dilirik sebagai alternatif yang menawarkan kemudahan di tengah problematika perparkiran kota besar, bisnis valet nyatanya juga berhadapan dengan sederet tantangan.
Penulis: Fitriana Monica Sari, Nuzulia Nur Rahma, Siti Nur Arifa
Editor: Rikando Somba
Ilustrasi valet parkir. Shutterstock/Andrey_Popov
JAKARTA – Di tengah karut-marut masalah perparkiran yang terjadi di kota-kota besar Indonesia, mulai dari kurangnya lahan, problematiknya pungutan liar, hingga risiko beradunya kendaraan, muncul satu solusi alternatif. Buat kalangan tertentu, parkir valet (valet parking) adalah solusi kerepotan dan kerisauan mencari tempat parkir di kala sibuk. Buat pelaku usaha, bisnis ini mulai menarik dan diperhitungkan untuk dikelola.
Tanpa perlu mengorbankan waktu untuk sekadar mencari petak parkir yang terkadang lebih lama dari perkiraan, dengan hanya merogoh kocek sedikit lebih dalam, seseorang bisa memarkirkan kendaraannya secara lebih efektif dan efisien dengan bantuan tenaga atau petugas profesional.
Opsi tersebut, tentu saja dirasa semakin tepat bagi mereka yang memiliki aktivitas sekaligus mobilitas cukup padat, atau enggan membuang waktu untuk memarkirkan kendaraan.
Perusahaan ride-hailing yang pernah beroperasi di Indonesia yakni Uber, di tahun 2019 menemukan fakta bahwa saat jam sibuk terlebih di sekitar area komersil, pemilik mobil di Asia Pasifik membutuhkan waktu 26 menit untuk mencari lahan parkir. Spesifik di Jakarta, temuannya lebih buruk lantaran dibutuhkan waktu rata-rata 21-30 menit untuk mencari tempat menaruh kendaraan.
Di tahun yang sama, berdasarkan hasil riset peneliti Pusat Penelitian Ekonomi LIPI Teddy Lesmana, dikatakan terdapat biaya tersembunyi akibat kemacetan dan susahnya mencari parkir di kota besar seperti Jakarta. Biaya tersembunyi tersebut, meliputi kerugian sosial karena pemborosan nilai waktu dan operasional kendaraan yang diperkirakan mencapai Rp17,2 triliun per tahun.
Penemuan di atas bisa saja tak lagi relevan dalam artian kondisinya yang kini semakin parah, lantaran dari tahun ke tahun, jumlah kendaraan pribadi jenis mobil di Indonesia semakin meningkat. Masih belum memadainya lahan atau kantong parkir di kota-kota besar tidak hanya Jakarta, nyatanya membuat waktu yang dibutuhkan untuk memarkirkan mobil menjadi lebih lama.
Pun jika petak parkir kemudian didapat dalam waktu cepat, bisa jadi lahan yang digunakan bukanlah lahan yang seharusnya, melainkan lahan publik seperti trotoar yang seringkali dikuasai oleh juru parkir ilegal.
Berangkat dari kondisi di atas, tak heran jika kemudian layanan parkir valet mulai menempatkan diri sebagai solusi. Anda hanya tinggal turun dari mobil tanpa perlu mematikan mesin bahkan melepas kunci, kemudi akan langsung diambil alih oleh tenaga valet untuk memarkirkan mobil ke lahan khusus. Sekembalinya Anda ingin ke tempat lain, sang sopir kembali menyambut, siap dikendarai.
Dari uraian di atas, ditambah dengan makin semrawutnya persoalan parkir di kota-kota besar dan macetnya jalanan, parkir valet tampak seperti peluang bisnis yang cukup menjanjikan.
Peluang Bisnis Valet di Jakarta
Pengamat bisnis Kafi Kurnia menilai, bisnis parkir valet atau parkir dibantu petugas memiliki peluang yang cukup bagus, terutama di kota-kota besar padat penduduk dengan mobilitas tinggi yang diliputi banyaknya area komersil seperti Jakarta. Dia mencontohkan kawasan yang ramai dikenal sebagai pusat bisnis, kuliner, dan hiburan layaknya area Gunawarman, Senopati dan sekitarnya di daerah Jakarta Selatan.
“Di Jakarta tempat parkir itu sama sekali tidak ada, jadi kalau kita pergi misalnya ke Senopati sama Gunawarman itu kan banyak restoran yang tidak punya tempat parkir sama sekali,” kata Kafi kepada Validnews, Rabu (4/6).
Seperti diketahui, berbagai tempat hiburan mulai dari kafe, restoran, atau bistro memang menjamur di sepanjang kawasan yang dimaksud. Namun, setiap tempat rata-rata memiliki lahan parkir dengan jumlah tampung tidak lebih dari 2-3 mobil. Terang kapasitas parkir tidak imbang jika dibandingkan dengan jumlah pengunjung yang dapat mencapai 10-15 mobil di waktu bersamaan.
Tak heran, jika keberadaan valet jadi pemandangan tak asing di kawasan ini. Kafi mengatakan, valet yang dulunya dianggap mahal kini justru menjadi sebuah kebutuhan, seiring dengan harga layanan yang mulai disesuaikan dan dirasa sebanding dengan kesulitan mencari lahan parkir yang dihadapi.
Sebagai gambaran, kisaran harga valet di Jakarta bisa dibilang cukup beragam, dengan rata-rata tarif mulai dari Rp25.000-Rp50.000. Perlu diingat, tarif tersebut hanya mencakup jasa parkir/tenaga valet dan belum termasuk tarif lahan parkir per jam yang umumnya tidak berbeda dengan parkir biasa.
Ditambah lagi di lapangan, pemilik kendaraan kerap memberikan tips tambahan bagi jasa valet di luar tarif yang biasanya sudah ditetapkan.
Faktor lain yang membuat layanan valet mulai banyak dilirik adalah karakter masyarakat yang kini cenderung malas berkeliling mencari lahan parkir di pusat perbelanjaan, yang kerap dikunjungi sebagai kegiatan rehat singkat baik di akhir pekan atau hari-hari biasa.
“Misal kita ke mall Plaza Indonesia, demi praktis karena malas parkir cari-cari tempat kosong, akhirnya tinggal kasih aja kunci (ke Valet), selesai,” tambah Kafi.
Tak jauh berbeda dengan di Jakarta, Kafi berpendapat peluang serupa juga terjadi di kota-kota besar lain terutama yang selama ini dikenal sebagai destinasi wisata, misal Bandung, Semarang, dan lainnya. Hal tersebut dilatarbelakangi oleh kebanyakan kota besar di Indonesia yang tidak memiliki lahan parkir di hampir semua area komersil.
Kondisi itu juga yang membuat permintaan akan valet kini tidak hanya terbatas dan datang dari pemilik kendaraan mewah atau di level kendaraan luxury saja, melainkan juga kendaraan di level menengah.
Di balik peluang yang ada, Kafi menyorot sampai saat ini sayangnya belum ada perusahaan valet dengan manajemen besar yang sudah cukup dikenal dan dipercaya untuk menangai layanan valet di berbagai wilayah. Lain halnya dengan perusahaan pengelola parkir biasa yang sudah memiliki beberapa pemain besar seperti Secure Parking, Sky Parking, BSS Parking, dan masih banyak lagi.
Saat ini, pelaku bisnis parkir valet kebanyakan perusahaan kecil atau bahkan dikelola atas kepercayaan relasi antara pemilik tempat atau lahan dengan pemegang layanan valet.
“Kebanyakan sistemnya itu teman, jadi misal saya buka restoran, terus saya bilang sama teman saya ‘Eh, lo mau nggak ngerjain valet di tempat gue?’, jadi saya belum melihat ada satu perusahaan yang menonjol sekali untuk valet,” imbuh Kafi.
Minim Kepercayaan Publik
Meski sudah familiar bagi segelintir kalangan, layanan valet tak dipungkiri masih cukup diragukan oleh sebagian besar masyarakat lain. Kondisi ini, disebabkan masih minimnya kepercayaan pemilik kendaraan untuk menyerahkan kuasa penuh atas barang yang masuk kategori mewah tersebut ke orang yang sepenuhnya tidak dikenal.
Ditambah lagi, kebanyakan jasa valet berupa perusahaan kecil seperti yang dikatakan Kafi, sehingga memunculkan pertanyaan akan jaminan keamanan dan profesionalitas dari layanan yang ditawarkan.
Hal tersebut diamini oleh Iman Sulaiman, pendiri layanan pengelolaan lahan dan palang parkir sekaligus valet yang berbasis di Purwokerto, yakni Golet.ID.
“Kalau di Indonesia kita valetkan (kendaraan) di daerah itu orang akan mikir seribu kali, takut dibawa kabur,” ungkapnya kepada Validnews, Selasa (3/6).
Iman tidak menampik, valet memang menjadi bisnis yang sangat menguntungkan di zaman sekarang. Terlebih karena adanya persoalan minimnya lahan parkir di kota dengan karakteristik padat penduduk.
Menurutnya, yang sejauh ini memilih menggunakan valet memang berasal dari kalangan yang sudah memahami sistem kerja layanan tersebut. Bahkan, cenderung tak mempermasalahkan besarnya biaya yang harus keluar lantaran mengutamakan kemudahan.
“Kalau dibandingkan dengan parkir liar asal-asalan, diminta misal Rp2.000 aja itu bisa jadi masalah dan viral. Tapi kalau valet karena layanannya jelas, meskipun kita kasih tarif katakan Rp20.000, mereka (pelanggan) pasti bisa dan bahkan mau memberi lebih dari itu,” imbuhnya.
Sebab itu, Iman berprinsip hal utama yang perlu dilakukan dalam merintis bisnis valet adalah dengan lebih dulu membangun kepercayaan. Hal tersebut, menurutnya dimulai dari pemberdayaan sumber daya manusia yang meyakinkan, profesional, dan mampu menjalankan layanan sesuai prosedur yang sudah ditetapkan.
Mengelola usaha perparkiran di Purwokerto sejak awal tahun 2020 dan masih mendalami potensi valet di kota yang tak sebesar Jakarta, diakui Iman membuatnya menjadikan bisnis valet saat ini masih sebatas layanan tambahan (added service) di samping layanan utama pengelolaan lahan parkir.
Sejauh ini, Iman mengungkap Golet.ID memang baru memiliki kontrak layanan valet dengan satu hotel dan beberapa rumah sakit yang jalan beriringan dengan kontrak lahan parkir yang dikelola. Demi membangun kepercayaan, Iman mengaku saat ini masih memberikan layanan valet secara gratis guna memberikan pengenalan kepada masyarakat di daerah.
“Kita pengen kasih tahu dulu seperti ini loh layanan valet, petugasnya rapih memakai seragam, wangi, menjalankan prosedur sesuai SOP dalam menangani mobil, kita memberikan rasa kepercayaan dulu sebenarnya, jadi bukan keuntungan secara material tapi memberikan keuntungan secara brand dulu,” jelasnya.
Meski tetap saja, Iman mengatakan bagi pelanggan yang memang sudah paham cara kerja valet pada akhirnya tetap memberikan tips atau upah tambahan bagi pekerja valet yang bertugas.
Terkait layanan valet dengan hotel dan rumah sakit yang masuk sebagai added service dalam kontrak pengelolaan lahan parkir, Iman mengatakan pihaknya menentukan persyaratan minimal satu tahun kontrak.
Di luar kontrak dengan hotel atau rumah sakit, Iman mengungkap selama ini pihaknya juga melayani dan menerima permintaan jasa valet yang datang dari event organizer dengan perjanjian waktu lebih singkat. Misal untuk acara konser, pameran, pernikahan, perpisahan atau wisuda, dan lainnya.
Mengenai pendapatan atau keuntungan hasil kontrak yang dijalin dengan penyedia lahan atau pihak swasta, meski tidak menyebut nilai pasti, Iman mengungkap porsi tersebut biasa dibagi dengan skema bagi hasil atau pendapatan berdasarkan peak income.
“Dengan pihak swasta kami kesepakatan bagi hasil berdasarkan persentase atau dengan metode peak income, artinya tiap bulan saya tetap bayar ke mereka sekian. Tapi, kami ada batasan terkait masalah kontrak minimal 1 tahun. Tapi, kebanyakan kami dengan hotel, rumah sakit itu minimal 3-5 tahun, karena ada nilai investasi yang kami tanamkan di mereka terkait pembenahan area parkir, alat-alat parkir itu kan full dari kita semua,” jelasnya.
Kompleksitas Bisnis
Sejalan dengan bisnis valet yang masih terus Iman dalami dan fokuskan di daerah Purwokerto, dirinya juga memiliki pandangan tersendiri mengenai alasan mengapa hingga saat ini belum ada perusahaan valet besar yang memiliki cakupan operasional merata di seluruh wilayah Indonesia.
Selain faktor kepercayaan, tingginya kompleksitas bisnis dan risiko atas kendaraan yang dipercayakan pelanggan juga jadi alasan bisnis ini belum memunculkan pemain besar dengan jaringan luas, dan baru sebatas dikelola oleh perusahaan kecil.
Risiko yang dimaksud bisa terjadi ketika SDM yang dimiliki tidak menjalankan SOP dengan baik, sehingga menimbulkan permasalahan baik dari segi kerusakan atau skenario terburuk berupa kehilangan kendaraan.
Menurutnya, dibutuhkan modal dan kesiapan besar untuk dapat meng-cover jika permasalahan yang dimaksud sewaktu-waktu muncul. Sebab itu, saat ini Iman juga sedang mengupayakan penggunaan asuransi yang dapat menanggung risiko terkait layanan valet.
“Tanggungan asuransi parkir berbeda dengan valet, ketika kendaraan sudah masuk lahar parkir berarti tanggungannya adalah pengelola parkir. Tetapi ketika kita memvaletkan berarti ada pemindahan kendaraan dari suatu tempat ke tempat lain. Di dalam proses perpindahan itu juga ada risiko, otomatis kondisi ini yang kemudian memunculkan kebutuhan biaya atas asuransi,” paparnya.
Dari kondisi tersebut, Iman menilai masih ada kesulitan bagi perusahaan atau pelaku bisnis valet untuk berkembang, lantaran pemahaman mengenai layanan valet bagi kebanyakan masyarakat sendiri masih terbatas. Padahal, untuk bisa memberikan layanan valet yang terjamin keamanannya dengan disertai asuransi, dibutuhkan biaya yang sudah pasti perlu dibebankan kepada pelanggan.
Apa yang disampaikan Iman nyatanya sejalan dengan pernyataan Sekjen Indonesia Parking Association (IPA) Aditya Susetya. Menurutnya, kondisi tersebut yang kemudian membuat layanan valet kini belum banyak dikelola oleh perusahaan besar secara khusus.
“Kenapa dari dulu pemain valet ini tidak besar? Karena kompleksitas dari bisnis ini risikonya tinggi, selain karena (pelanggan) takut, mayoritas pelaku usaha valet kan tidak meng-cover asuransi. Kalau ada kehilangan bagaimana? Ini yang masih menjadi ambigu,” imbuhnya kepada Validnews, Kamis (5/6).
Lebih jauh, Adit mengungkap bahkan bagi pelaku bisnis di bidang perparkiran yang sudah besar sekalipun, layanan valet yang dimunculkan untuk menghasilkan added value atau pemasukan tambahan saat ini cenderung lebih merujuk pada istilah self-valet.
Maksudnya, perusahaan parkir besar seperti Secure Parking dan sejenisnya, hanya menyediakan lahan khusus atau yang kini lebih dikenal sebagai parkir premium dan VIP dengan akses lebih dekat, dengan tarif per jam yang lebih tinggi dari lahan parkir biasa.
Jika disimpulkan, kini layanan parkir premium ini dibedakan menjadi dua jenis, yakni lahan parkir VIP atau self-valet yakni pelanggan memarkirkan sendiri mobilnya di lahan khusus, atau full-valet atau pelanggan menyerahkan kunci sepenuhnya kepada petugas valet. Kini, perusahaan parkir dengan level besar layaknya Secure Parking saat ini lebih memilih menyediakan layanan self-valet sebagai tambahan pendapatan.
“Kalau self-valet itu jelas lebih mudah, asuransinya jadi satu paket dengan asuransi kehilangan. Kalau misalnya baret ada kehilangan atau apa itu jadi satu paket sama asuransi parkir, kalau cuma asuransi valet aja bebannya berat nanti preminya,” ucap Adit.
Minim Pemain Besar
Pernyataan pengamat bisnis maupun pihak asosiasi yang menyebut hampir tidak ada atau bahkan belum terdapat pemain besar dalam bisnis parkir valet nyatanya agak terbuktikan.
Berdasarkan penelusuran Validnews, pelaku bisnis parkir valet bahkan di kota besar seperti Jakarta kebanyakan dijalankan oleh perusahaan kecil dengan jaringan terbatas.
Sejauh ini, terdapat satu perusahaan layanan valet dengan sistem alih daya (outsource) yang beroperasi secara resmi sejak tahun 2016, yakni Win Valet Service.
Wahyu Chandra Irawan selaku pendiri WinValet mengaku sudah lebih lama berkecimpung di bisnis ini dengan menjadi petugas valet sejak tahun 2004.
“Saya di bidang parkir valet sejak tahun 2004 di perusahaan Bintang Valet Parkir dan ditugaskan di Hotel Nikko Jakarta (sekarang Pullman). Sampai di 2016 saya putuskan bangun perusahaan sendiri,” terangnya kepada Validnews, Selasa (3/6).
Berbekal pengalaman lebih dari 20 tahun di bidang valet, sosok yang akrab disapa Andra tersebut menjalankan bisnisnya dengan manajemen yang terbilang cukup matang. Bahkan, dirinya sudah menjamin keamanan layanan valet dengan asuransi khusus yang belum dimiliki oleh kebanyakan pelaku bisnis lain di bidang serupa.
WinValet diketahui sudah melindungi kendaraan valet yang dikelola dengan asuransi tipe Comprehensive Public Liability, yakni asuransi yang berfungsi melindungi pihak properti dan operator valet dari tuntutan pihak ketiga.
Dijelaskan, perlindungan dari asuransi mencakup total loss dan kehilangan bagian dari kendaraan yang sedang menggunakan jasa valet di dalam lokasi parkir, yang diakibatkan oleh kelalaian petugas valet sebagai operator valet.
Memiliki cakupan layanan di lebih dari 80 pihak swasta mulai dari hotel, pusat perbelanjaan, restoran, kafe, hingga tempat wisata, jangkauan operasional WinValet berada di Jakarta, Jawa Barat, Semarang, Surabaya, Banyuwangi, dan Makassar.
Manajer Operasional WinValet Ahmad Musfi Ali menjelaskan, sejauh ini skema kerja sama parkir valet dengan pemilik tempat biasanya berlangsung dengan dua skema. Pertama, skema kontrak dengan pemilik tempat yang mencakup jangka waktu operasional layanan valet (umumnya per 1 tahun), jumlah tenaga valet yang dibutuhkan, dan nilai kontrak per tahun.
“Minimal kita di satu tahun karena dari asuransi juga kan minimal satu tahun cover-nya,” jelas Ali.
Pada sistem ini, pemilik tempat memberikan layanan valet kepada pengunjung secara gratis atau berbayar, tergantung kebijakan bisnis atau beban operasional. Terpenting, pihak penyedia layanan valet tetap menerima pembayaran kontrak valet sesuai kesepakatan.
Kedua, sistem tender atau pengelolaan pihak ketiga, yakni pemilik tempat menyerahkan objek parkir valet sepenuhnya ke outsource/layanan valet.
Pada sistem ini, outsource valet biasa mematok harga mulai dari Rp25.000-Rp100.000 yang menjadi pendapatan langsung. Pada beberapa kondisi, sistem ini juga ada yang disertai dengan kesepakatan bagi hasil dengan pemilik tempat.
Sama halnya seperti Iman yang mengelola Golet.ID, Ali mengungkap pihaknya juga menerima permintaan layanan valet untuk acara musiman seperti konser, pameran, pernikahan, dan sejenisnya. Meski, ia enggan mengungkap secara gamblang omzet atau pemasukan bisnis di bidang ini.
“Kita enggak ambil keuntungan banyak-banyak yang penting kita bisa mengkaryakan personil (karyawan). Kalau kaya event kan itu buat tambahan di luar gaji, jadi kalau ada event itu kita bayar cash ke yang di lapangan ke karyawan, kecuali yang reguler setiap harinya di lokasi itu gaji per bulan,” papar Ali.
Krusialnya Tenaga Kerja
Aspek penting lain yang sama-sama disorot berbagai pihak mengenai bisnis parkir valet adalah mengenai tenaga kerja atau SDM, yang memainkan peran utama dalam bidang layanan jasa, terutama pada layanan valet yang berkaitan dengan aset mewah.
Kafi misalnya, dia menegaskan penting bagi pelaku bisnis valet untuk mempekerjakan karyawan yang tidak hanya meyakinkan secara penampilan dan dapat dipercaya atau profesional, namun juga memiliki kemampuan yang selalu terasah mengikuti hadirnya berbagai teknologi pada kendaraan yang selalu berkembang.
Hal ini diakui Adit. Pelaku usaha di bidang parkir valet bukan hanya harus menyiapkan modal besar, melainkan juga mental jika berhadapan dengan kebutuhan tenaga kerja dengan keahlian khusus yang tidak dapat diprediksi. Terlebih, saat ini mayoritas pelanggan layanan parkir valet juga berasal dari kalangan kelas atas dengan mobil luxury yang membutuhkan kemampuan dan kepercayaan diri khusus.
“Kompleksitas akhirnya bergantung sekali dengan tenaga kerja, berapa banyak sih tenaga kerja pengemudi di Indonesia yang punya pengalaman bawa mobil anggaplah seharga di atas Rp1-2 miliar? Apalagi Rp5 miliar? Saya sendiri aja belum tentu berani, pada akhirnya ya sudah karena nggak sanggup, oper aja ke yang lain,” terangnya.
Terkait kebutuhan ini, Ali mengungkap pihaknya memiliki program pelatihan tersendiri yang dilakukan secara berkala. “Termasuk karyawan kita dibekali bagaimana pengetahuan menangani mobil listrik, atau mobil-mobil baru pabrikan China, Vietnam, sampai Eropa," imbuhnya.
Di samping kemampuan, risiko dari segi kepercayaan dan latar belakang tenaga kerja nyatanya masih menjadi aspek yang dipertimbangkan dengan sangat hati-hati, bahkan bagi WinValet yang sudah menggunakan jaminan asuransi sekalipun.
Ali mengungkap, selama lebih dari 8 tahun perusahaan beroperasi, pihaknya tidak pernah merekrut karyawan dari luar, melainkan hanya mengandalkan referensi dari kenalan atau sesama karyawan internal. Meski merekrut karyawan dari referensi, perusahaan masih tetap melalukan pemeriksaan latar belakang secara ketat, diikuti evaluasi kejujuran dan kedisplinan.
“Kita merekrut karyawan tidak sembarangan seperti halnya menerima lamaran biasa. Karyawan kita di lapangan sejauh ini dari referensi semua. Karena risikonya terlalu tinggi kalau sekadar asal terima karyawan dari luar,” pungkas Ali.