c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

19 April 2022

20:18 WIB

Menilik SBSN Sebagai Pendukung Green Economy

Salah satu jenis SBSN yaitu general financing bisa digunakan pada proyek-proyek ramah lingkungan yang sesuai dengan konsep green economy.

Penulis: Yoseph Krishna

Editor: Fin Harini

Menilik SBSN Sebagai Pendukung <i>Green Economy</i>
Menilik SBSN Sebagai Pendukung <i>Green Economy</i>
Ilustrasi proyek ramah lingkungan. PLTB Sidrap di Lainungan dan Mattirotasi, Watang Pulu, Kabupaten Sidenreng Rappang, Sulawesi Selatan. gmaps/dok

JAKARTA - Antisipasi perubahan iklim secara global membutuhkan dana yang besar. Pada 2015-2020 lalu saja, Indonesia diperkirakan merogoh kocek hingga US$81 miliar untuk mengantisipasi perubahan iklim.

Untuk itu, pemerintah terus menggelorakan Green Economy sebagai reaksi atas berbagai perkiraan dampak negatif pembangunan terhadap keberlanjutan lingkungan. Sebagai targetnya, pada tahun 2030 diproyeksi terjadi penurunan emisi hingga 29% atau bisa mencapai 41% jika mendapat dukungan pendanaan internasional.

Dalam sebuah sesi webinar, Analis Proyek SBSN Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Wawan Sugiyarto menjabarkan metode Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) dapat digunakan untuk mendukung Green Economy.

Pasalnya, salah satu jenis dalam SBSN, yakni Project Based Sukuk (PBS) memiliki dua tipe, yakni general financing dan project financing. Khusus untuk general financing, Wawan mengatakan skema itu digunakan pada proyek-proyek ramah lingkungan.

"Kita melihat ada untuk penggunaan proyek ramah lingkungan atau yang kemudian kita sebut sebagai green sukuk," ucap Wawan di Jakarta, Selasa (19/4).

Wawan menambahkan, setidaknya ada tiga tahap sebelum pemerintah menerbitkan green sukuk, yakni climate budget tagging, framework development, serta project selection untuk mengkurasi project yang sejalan dengan green bond.

Setelah green sukuk terbit pun, ada empat hal yang patut menjadi perhatian stakeholders, yakni upaya kementerian teknis terkait dalam mengelola green sukuk, proses campaign dan advokasi, pelaporan dampak dari penerbitan green sukuk, serta kerja sama dengan berbagai lembaga di tingkat global maupun regional.

Selain itu dengan adanya framework, pemerintah telah memperluas kerangka green bond dan green sukuk dengan membentuk blue economy. Kajian di banyak negara menunjukkan secara mendasar, blue economy mewajibkan pembangunan memberikan dampak positif seluas mungkin bagi masyarakat.

"Artinya, ini menjadi concern kami supaya setiap rupiah APBN bisa memberikan outcome dan output yang baik," imbuhnya.

Dari perluasan itu, kemudian muncul empat pilar Sustainable Development Goals (SDGs) Government Securities Framework, mulai dari penggunaan penerbitan untuk green project atau blue project, serta evaluasi dan seleksi budget tagging.

Berikutnya ialah proses penggunaan proceeds di mana pemerintah akan mengalokasikan dana yang menjadi tujuan dari penerbitan green sukuk, dan yang terakhir ialah pelaporan terkait pembiayaan dan dampak terhadap lingkungan serta kehidupan masyarakat.

"Tentu proses-proses ini butuh kerja bersama antarberbagai elemen pemerintahan. Tak hanya Kementerian Keuangan, tetapi juga kementerian lain," tegas Wawan.

Oleh karenanya, ia menggarisbawahi proses budget tagging memegang peranan penting dalam penerbitan green sukuk. Hal ini dikarenakan pembiayaan yang dilakukan harus melalui proses identifikasi bagi proyek-proyek yang layak untuk mendapat pendanaan tersebut.

"Artinya di sini ketika menentukan projectnya, outcome, dan bagaimana memprioritaskan project itu menjadi sangat penting," paparnya.

Secara rinci, ia menjelaskan kementerian teknis harus mematok target pengurangan emisi dalam sebuah proyek, kemudian diikuti oleh Bappenas yang akan melakukan sejalan dengan rencana kerja kementerian/lembaga serta prioritas pembangunan nasional.

Sedangkan dari sisi Kemenkeu, akan melakukan dukungan pembiayaan anggaran bersama kementerian teknis terkait sebuah proyek. Tak kalah penting, ialah implementasi rencana kerja dan serapan anggaran kerja.

"Lalu di tahap terakhir, ada dua hal yakni terkait indikasi indeks pengurangan emisi dan ketahanan pangan, serta anggaran perubahan iklim terkait status emisi," tandasnya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar