10 Januari 2023
08:04 WIB
JAKARTA – Di tengah kekhawatiran akan resesi global, Indonesia disebut memiliki peluang untuk bisa menarik investasi asing. Pengamat Ekonomi Universitas Indonesia (UI) Fithra Faisal mengatakan, peluang tersebut salah satunya adalah bahan baku produksi yang melimpah tersedia di Indonesia.
“Ada peluang karena Indonesia dan juga terutama negara-negara ASEAN, itu banyak dilimpahi input produksi. Maka ini akan jadi peluang untuk bisa menangkap investasi yang datang dari negara-negara (maju) tersebut,” katanya seperti dilansir Antara, Selasa (10/1).
Dia menyebutkan 2023 adalah tahun yang berat untuk bisa meraup banyak investasi lantaran prioritas negara mitra dagang dan investasi untuk ekonomi domestik mereka.
Namun, lanjut Fithra, melimpahnya bahan baku produksi bisa menjadi potensi untuk mengundang investasi asing masuk ke Tanah Air.
“Kelimpahan dari sisi input produksi ini jadi semacam pemikat untuk investasi masuk ke Indonesia, meski tentu tidak akan sebesar tahun sebelumnya karena kontraksi ekonomi global,” imbuhnya.
Baca Juga: Sri Mulyani: Resesi Hingga Perubahan Iklim Ancam Global Di 2023
Menurut Fithra, krisis saat dan pascapandemi covid-19 terjadi akibat kebijakan yang dibuat negara-negara maju untuk memperlambat permintaan global karena pasokan yang menurun akibat pembatasan mobilitas.
Kendati kondisi tersebut masih berlanjut di sejumlah negara maju, dia menilai potensi krisis masih jauh terjadi di Indonesia karena permintaan domestik yang masih cukup tinggi.
Dia menilai peluang Indonesia untuk menarik investasi asing masih tetap besar karena negara-negara maju tersebut juga perlu mengantisipasi resesi berkepanjangan sehingga mereka perlu mengamankan akses input atau bahan baku produksi.
“Salah satunya dengan menjaga akses input tetap sustainable, salah satunya dengan masuk ke negara-negara yang bisa memberikan akses input tersebut. Indonesia merupakan salah satu negara yang bisa menyediakan input tersebut,” katanya.
Namun Fithra mengingatkan meski tren pemulihan ekonomi pascapandemi di Indonesia tercatat positif, ada beberapa catatan agar keterlibatan partisipasi Indonesia dalam rantai produksi global bisa lebih ditingkatkan.
“Selama ini Indonesia kalau dilihat dari keterlibatan partisipasi rantai produksi, di mana kita bisa lihat partisipasi kita dalam memanfaatkan investasi global, itu memang relatif tertinggal dibanding peer group kita di ASEAN. Meski selama pandemi, trennya agak berubah, Indonesia sepertinya bahkan bisa memanfaatkan jauh lebih banyak lagi,” katanya.
Fithra mengingatkan agar tren keterlibatan Indonesia dalam rantai produksi global bisa dipertahankan. Setidaknya ada beberapa faktor untuk menjaga tren tersebut yaitu terkait sumber daya manusia, infrastruktur, hingga faktor institusional seperti kepastian hukum.
“Salah satunya payung hukum untuk kemudian investasi ini bisa lebih sustainable lagi bertahan di Indonesia adalah melalui Perppu Cipta Kerja,” katanya.
Di sisi lain, Wakil Ketua Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Shinta Kamdani mengatakan terdapat tiga strategi penting yang perlu dikembangkan setiap pelaku usaha, khususnya dalam menghadapi potensi resesi yang disebut 3T.
"Tiga strategi ini saya sebut 3T, yaitu Tata kelola perusahaan, Tata kelola kas, dan Tata kelola risiko," kata Shinta.
Shinta memaparkan, tata kelola perusahaan atau corporate governance adalah tentang bagaimana pelaku usaha mengelola aspek internal perusahaan, mulai dari manajemen organisasi hingga operasional harian.
Kemudian, tata kelola kas atau cash flow, yakni spesifik tentang pengelolaan keuangan perusahaan.
"Cash flow ibaratnya darah perusahaan, dan ini juga yang akan memungkinkan pengusaha dalam menerapkan T yang ketiga yakni tata kelola risiko atau business risk," kata Shinta.
Baca Juga: Tren Konsumsi di Tengah Ancaman Resesi 2023, Ini Proyeksi DBS
Tata kelola risiko artinya bagaimana pelaku usaha melihat keluar, mengobservasi faktor-faktor eksternal yang perlu dipertimbangkan perusahaan untuk meningkatkan daya saing.
Misalnya, apakah sebuah perusahaan perlu melakukan merger, investasi bisnis baru, atau bahkan akuisisi perusahaan.
Menurut Shinta, mitigasi resiko juga dilakukan dengan menyiapkan berbagai skenario agar perusahaan lebih fleksibel menghadapi tantangan bisnis yang mungkin terjadi.
"Selain itu bagaimana kita melakukan evaluasi apakah kita perlu menyesuaikan standar operasional bisnis sebagai bentuk adaptasi saat resesi," pungkas Shinta.
Bagaimana Peluang UMKM?
Kementerian Koperasi dan UKM (KemenkopUKM) mengungkapkan upaya yang bakal dilakukan dalam menghadapi potensi resesi global yang diproyeksikan terjadi tahun ini.
Staf Khusus Menteri Koperasi dan UKM bidang Pemberdayaan Ekonomi Kerakyatan M Riza Damanik menuturkan langkah yang akan dilakukan guna memperkuat ekosistem usaha UMKM dan koperasi dalam negeri yakni mulai dari penguatan akses pasar baik untuk konsumsi, pengadaan barang dan jasa, serta masuk dalam rantai pasok industri.
Kemudian, agar koperasi dan UMKM dapat menahan gelombang resesi maka perlu beradaptasi dan berinovasi di era digital.
Produk yang diciptakan, ujarnya, perlu pembaharuan dengan berbasis sains, inovasi teknologi, terutama mengarah ke produk ramah lingkungan, dan pihaknya siap untuk memfasilitasi.
"Dari sisi pembiayaan, pemerintah menyiapkan akses pembiayaan yang mudah dan murah untuk UMKM agar usahanya terus berjalan dan tumbuh," ujarnya.
Anggaran Kredit Usaha Rakyat (KUR) 2023, lanjut dia, bakal ditambah sehingga diharapkan menjangkau lebih besar lagi bagi pelaku UMKM. Bahkan pemerintah juga menyiapkan inovasi pembiayaan KUR Klaster.
Begitu pun dengan akses pembiayaan pada koperasi disiapkan melalui LPDB-KUKM (Lembaga Pengelolaan Dana Bergulir Koperasi dan UKM).
Lebih lanjut, belanja pemerintah juga didorong 40% untuk membeli produk-produk UMKM dan koperasi.
"Berdasarkan perhitungan Badan Pusat Statistik (BPS), setiap Rp400 triliun yang dibelanjakan pemerintah pada produk UMKM, bisa menciptakan lapangan pekerjaan hingga untuk 2 juta," paparnya.
Pihaknya juga terus memperbesar kerja sama UMKM dengan BUMN dan swasta, selain untuk membeli produk UMKM, juga dalam rangka memperkokoh kemitraan rantai pasok antara UMKM dan koperasi dengan BUMN maupun swasta besar. "Ini akan memperkuat pondasi ekonomi kita," ujarnya.