c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

EKONOMI

06 Agustus 2024

16:46 WIB

Mendag Sebut Impor Keramik Dikenakan BMAD Hingga 50%

Selain BMAD, Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) juga telah merampungkan penyelidikan soal impor keramik dengan pemberlakuan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) atau safeguard sebesar 13%

Penulis: Erlinda Puspita

<p>Mendag Sebut Impor Keramik Dikenakan BMAD Hingga 50%</p>
<p>Mendag Sebut Impor Keramik Dikenakan BMAD Hingga 50%</p>

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan usai melakukan ekspos hasil temuan Barang Bukti Hasil Pengawasan Terhadap Barang Tertentu yang Diberlakukan Tata Niaga Impor di Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, Selasa (6/8/2024). Antara/Maria Cicilia Galuh

CIKARANG - Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan mengatakan, penyelidikan terkait impor keramik yang dilakukan oleh Komite Anti Dumping Indonesia (KADI) telah selesai. Salah satu hasilnya, akan ada penetapan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD) sebesar 45-50%.

"Yang keramik, kami sudah dapat, sudah selesai KADI, sudah disampaikan ke saya, lagi saya pelajari, benar-benar sudah selesai. Ada BMAD yang rata-rata kira-kira itu 45 sampai 50%," ujar Zulkifli di Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, Selasa (6/8).

Tak hanya KADI, lanjut Zulkifli, Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) juga telah menyelesaikan penyelidikan terkait impor keramik. Hasil dari penyelidikan tersebut, telah diberlakukan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) atau safeguard sebesar 13%.

"Ada yang namanya Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) yang sudah duluan. BMTP yang sudah disurati dan sudah berlaku dari Menteri Keuangan itu 13%," jelasnya.

Terdapat tujuh komoditas yang mendapat penyelidikan impor yakni tekstil dan produk tekstil (TPT), pakaian jadi, keramik, perangkat elektronik, kosmetik, barang tekstil jadi, dan alas kaki. "Tapi yang sudah selesai kemarin keramik, yang lain masih dihitung," ujar Zulkifli.

Kementerian Perdagangan (Kemendag) menggunakan otoritas yang dimiliki untuk melindungi dan menyelamatkan industri dalam negeri melalui pengenaan BMAD dan BMTP. Penyelidikan serta penerapan BMAD dan BMTP berhubungan dengan produk-produk impor yang berkaitan erat dengan bahan baku untuk industri di dalam negeri.

BMAD dan BMTP sendiri, diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2011 tentang Tindakan Anti Dumping, Tindakan Imbalan dan Tindakan Pengamanan Perdagangan. Perbedaan mendasar antara tindakan anti dumping dan tindakan pengamanan perdagangan, terletak pada subjek pengenaannya.

Dalam mengenakan kedua instrumen tersebut pun terdapat sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi. Salah satunya adalah industri dalam negeri mengalami kerugian atau ancaman kerugian.

Antidumping dikenakan kepada perusahaan eksportir/produsen yang berpraktik dumping atau menjual produk ke Indonesia, dengan harga lebih rendah dibanding harga jual di negara asal. Negara yang pernah Indonesia selidiki dan kenakan BMAD maupun BMTP antara lain India, Republik Korea, Tiongkok, Jepang, Amerika Serikat, Uni Eropa, Rusia dan Kazhakstan. Kemudian, Australia, Malaysia, Vietnam, Thailand, Hong Kong, Turki, Pakistan, Persatuan Emirat Arab, Singapura, Bangladesh dan Mesir, serta Taiwan.

Sesuai Regulasi WTO
Sebelumnya, Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) mengatakan, kebijakan hambatan perdagangan berupa BMAD, mesti didukung penuh untuk melindungi industri domestik. Kebijakan itu juga dipastikan sudah sesuai dengan regulasi Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO).

"Asaki juga merasakan adanya kelompok tertentu yang tidak suka industri keramik nasional menjadi tuan rumah yang baik di negeri sendiri. BMAD harus didukung penuh karena merupakan instrumen perlindungan terhadap industri dalam negeri yang mana sesuai dengan aturan WTO," kata Ketua Umum Asaki Edy Suyanto.

Dirinya menyampaikan industri keramik dalam negeri bisa memenuhi kebutuhan pasar domestik baik dari sisi volume produksi maupun jenis keramik yang diinginkan. Bahkan, menurut dia, saat ini pihaknya masih memiliki kapasitas tersedia (idle) sebesar 60% atau sekitar 80-90 juta meter persegi untuk jenis keramik homogeneus tiles (HT) yang merupakan mayoritas keramik impor dari China.

"Sangat disayangkan terjadi defisit US$1,5 miliar selama tahun 2019-2023 hanya karena keramik impor yang seharusnya tidak perlu terjadi. Karena sejatinya kita mampu produksi, namun karena praktik dumping tersebut pemerintah dan rakyat jelas yang dirugikan," ujarnya.

Lebih lanjut, ia berargumen kebijakan BMAD turut bisa melindungi konsumen dalam negeri, itu karena selama ini masyarakat disuguhkan keramik impor dengan harga dumping atau penurunan harga di bawah rata-rata (predatory pricing) dengan kualitas di bawah standar nasional.

"Adanya pengurangan kualitas seperti salah satu contohnya penurunan ketebalan keramik yang sebelumnya 1 cm menjadi 7 mm. Ini tentu mempengaruhi kekuatan dari keramik itu sendiri yakni bending dan breaking strength-nya menurun," tandasnya.



KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar