c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

16 Agustus 2022

21:00 WIB

Mencegah Rugi Dengan Biaya Aplikasi

Platform fee atau biaya aplikasi yang dikenakan Tokopedia diperkirakan akan diikuti marketplace lain

Penulis: Yoseph Krishna, Fitriana Monica Sari

Editor: Fin Harini

Mencegah Rugi Dengan Biaya Aplikasi
Mencegah Rugi Dengan Biaya Aplikasi
Ilustrasi belanja di marketplace. Antara Foto/Yulius Satria Wijaya

JAKARTA – Oktarina Paramitha (25 tahun) sejak beberapa tahun lalu rutin berbelanja di salah satu marketplace terkenal, Tokopedia. Mulai dari belanja mingguan, sampai belanja bulanan, dari keperluan rumah hingga pernak pernik perawatan diri, semua dibelinya secara online. Aplikasi “ijo” itu menjadi ‘pasar’ andalannya. 

Kepraktisan menjadi alasan. Selain itu, penawaran promo dan bebas ongkos kirim (ongkir) membuat belanja online menjadi pilihan utama. Meski diakuinya, akhir-akhir ini jarang sekali ada potongan harga dan gratis ongkir.

Pada transaksi belanja yang terakhir, dia merasa ada hal baru. Saban ingin check out keranjang belanjanya, ada biaya jasa aplikasi sebesar Rp1.000 yang ditambahkan ke jumlah yang harus dibayar. 

“Tulisannya sih biaya transaksi, terus bawahnya ada tulisan biaya jasa aplikasi,” tuturnya kepada Validnews di Jakarta, Senin (12/8).

Okta-demikian dia biasa disapa, mengakui nominal seribu rupiah memang tak terbilang besar dibandingkan jumlah belanjanya. Namun, karena intensitas belanja cukup sering, adanya biaya jasa aplikasi membuatnya terpikir mencoba marketplace lain.

“Ya lumayan juga, seribu kalau 9-10 kali belanja aja udah dapat buat bayar ongkir. Saya pakai aplikasi ini karena tampilannya yang bersih. Di aplikasi sebelah kurang suka, soalnya ramai banget, tapi jaminan free ongkir sih. Belum tahu juga ada biaya jasa aplikasi apa enggak,” imbuhnya.

Soal adanya biaya yang dikenakan baru-baru ini, Head of External Communications Tokopedia Ekhel Chandra WIjaya kepada Validnews membenarkan. Kini ada biaya jasa aplikasi di Tokopedia. 

Biaya ini sudah diberlakukan sejak 3 Agustus 2022 lalu. Ekhel mengatakan, biaya dikenakan untuk meningkatkan kualitas pengalaman pengguna.

“Tokopedia terus berupaya meningkatkan kualitas pengalaman pengguna. Salah satu caranya adalah dengan menerapkan biaya jasa aplikasi sebesar Rp1.000 per 3 Agustus 2022 untuk setiap transaksi produk fisik melalui situs maupun aplikasi Tokopedia,” katanya, Senin (15/8).

Ekhel menjelaskan, ada pengecualian biaya itu. Untuk transaksi produk keuangan, produk digital, TopAds, zakat dan donasi, biaya itu tak dikenakan. Kecuali transaksi pembulatan emas, donasi atau pulsa yang disertakan dalam pembelian produk fisik, hal itu diberlakukan.

Dia mengapresiasi perhatian para pengguna terhadap Aplikasi Tokopedia. Jika pengguna punya pertanyaan soal biaya aplikasi dan lainnya, día mengimbau agar mereka menyampaikannya ke pusat resolusi Tokopedia Care untuk mendapatkan jawaban langsung.

“Jika ada pertanyaan lainnya, kami menghimbau para pengguna kami untuk menghubungi pusat resolusi Tokopedia Care yang tersedia 24/7 melalui https://www.tokopedia.com/help,” ucap Ekhel.

Mengintip Beragam Marketplace
Penelusuran Validnews menemukanbelum ada kompetitor yang mengikuti jejak Tokopedia menambahkan biaya aplikasi.  

Shopee, misalnya, belum mengenakan biaya transaksi saat berbelanja. Marketplace “oren” ini hanya mengenakan biaya penanganan cash on delivery (COD) sebesar 0-3% dan biaya penanganan menggunakan cicilan aplikasi/kartu kredit sebesar 0-8%.

Meski demikian, ketika ingin men-check out makanan yang dipesan fitur ShopeeFood, ada biaya layanan mulai dari Rp5.000. Dalam detail informasi soal biaya ini, Shopee menyatakan biaya layanan diterapkan untuk pengembangan teknologi demi memberikan pelayanan terbaik dari ShopeeFood. 

Selain itu, berdasarkan pantauan, Shopee juga menerapkan biaya lain-lain sebesar Rp2000 untuk restoran tertentu. Dalam detail informasi, tertulis biaya ini merupakan biaya parkir yang sepenuhnya diberikan kepada driver sebagai pengganti saat biaya parkir ketika pengambilan makanan di restoran. Di restoran tertentu, Shopee juga memungut biaya tambahan restoran sebesar Rp5.000.

Berikutnya, JD.ID. Head of Corporate Communications JD.ID Setya Yudha Indraswara kepada Validnews menyatakan pihaknya tidak memberlakukan biaya tambahan. “JD.ID tidak memberlakukan platform fee,” ujarnya, Jumat (12/8). 

Saat menggunakan aplikasi ini, Validnews juga tidak menemukan biaya tambahan dalam berbelanja. Terdapat biaya penanganan menggunakan cicilan aplikasi/kartu kredit sebesar 0-8% tergantung tenor cicilan yang diambil.

Setya juga menerangkan, model bisnis utama JD.ID adalah B2C (business to consumer), JD.ID bekerjasama dengan berbagai brand besar lokal & internasional, untuk menyediakan ragam kebutuhan konsumen. JD.ID dimiliki oleh JD.Com 

Marketplace berikutnya adalah Lazada. Terkait kemungkinan adanya  biaya tambahan, Marketplace ini belum bisa memberikan tanggapan terkait platform fee

Ketika Validnews menggunakan aplikasi itu, memang tidak ada biaya tambahan ketika selesai berbelanja. Hanya terdapat biaya penanganan menggunakan cicilan aplikasi/kartu kredit sebesar 0-6% tergantung tenor cicilan.

Terakhir pada Bukalapak, aplikasi ini Validnews juga tidak menemukan adanya biaya jasa aplikasi ini. Hanya terdapat biaya jasa layanan untuk COD sebesar 2,1% atau minimal Rp2.000 dan biaya layanan untuk cicilan melalui fintech ataupun kartu kredit sebesar 0-10% tergantung tenor cicilan.

Sebagai catatan, biaya layanan COD dan biaya layanan menggunakan cicilan fintech ataupun kartu kredit bukan hal baru. Keduanya telah ada sejak lama di marketplace. Begitupun komisi yang dipungut kepada penjual, adalah biaya yang sudah lama ada.

Sumber Pendapatan
Adanya biaya aplikasi, tak dinafikan bisa menjadi sumber pendapatan.  Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) mengamini ini. 

“Untuk menjalankan operasionalnya, untuk maintenance sistemnya, perusahaan e-commerce kan butuh biaya. Nah, kalau mereka tak diperbolehkan mengambil platform fee, lalu siapa yang akan mengelola?” katanya Ketua Umum idEA Bhima Laga kepada Validnews di Jakarta, Senin (15/8).

Dia menjelaskan, masing-masing marketplace mengambil keuntungan yang berbeda-beda. Ada yang sudah mengambil komisi ketika merchant join. Ada juga yang mengambil dari persentase dari transaksi. Namun, ada juga yang tidak mengambil dari keduanya.

“Komisinya itu ada yang menunggu sampai UMKM-nya besar, transaksinya sudah banyak, dan mereka sudah cukup untung untuk bisa platform ini mendapat komisi, tapi itu juga enggak besar kok, kecil-kecil semuanya,” ucap Bima.

Secara persentase, biaya transaksi yang dipungut marketplace relatif kecil. Hal ini didukung dengan transaksi yang banyak. Menurut Bima, platform fee yang ada saat ini pun tidak memberatkan konsumen.

“Jadi kalau secara persentase kecil, tapi transaksinya banyak. Mungkin yang sekarang, kemarin itu kan ada yang baru naikin fee platform, naiknya berapa sih? Rp1.000 kalo enggak salah. Nah, Rp1.000, sebenarnya kan gak berat. Ketika kita belanja misal Rp50 ribu, ada platform fee Rp1.000, apakah memberatkan? Enggak kan,” tuturnya.

Di sisi lain, marketplace perlu mengucurkan berbagai biaya. Salah satunya promosi demi menarik lebih banyak konsumen. Misalnya saja festival angka kembar 7.7 atau 8.8, saat marketplace memberikan subsidi untuk penjual dan diskon bagi pembeli.

Langkah ini, sebut Bhima, turut menguntungkan merchant yang bergabung di marketplace. Oleh karenanya, Bima menilai, platform fee ini sebagai jalan tengah ataupun feedback yang bisa diterima marketplace

“Jadi, ini business as usual aja. Memang perusahaan harus mencari keuntungan dan untuk biaya operasional, wajar. Merchant kan juga diuntungkan, mereka buka platform yang gak berbayar kok, gak perlu sewa toko. Di sini gratis, diambilnya dari komisi dan platform fee, dibandingkan sewa ruko itu kan gak seberapa,” kata Bima.

Upaya mengumpulkan pendapatan ini sangat beralasan. Investasi yang didapatkan pengelola, bukan cuma-cuma ataupun sumbangan. Investasi itu merupakan pinjaman yang harus dikembalikan sesuai dengan kesepakatan yang dibuat.

Namun, soal besaran kontribusinya, Tokopedia sendiri tidak menjawab pertanyaan berapa yang diperoleh dari pengenaan biaya aplikasi ini pada pendapatan secara keseluruhan.

Potensi Ditinggal
Di mata ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nailul Huda, hal yang diterapkan Tokopedia adalah cara sah yang akan diikuti marketplace lainnya. 

Sejatinya, marketplace memang bertujuan mendapatkan keuntungan. Dan, lama-lama pengguna akan terbiasa dan mahfum. Apalagi, pengenaan platform fee juga sudah dilakukan di layanan ride-hailing dan pesan antar makanan.  

“Platform digital kita pasti akan beralih ke strategi gain profit juga. Kemarin Bukalapak dengan strategi mitra offline. Tokopedia menggunakan strategi ini yang saya rasa bisa menjadi salah satu alternatif meningkatkan pendapatan. Walaupun saya rasa tetap akan bersaing promo juga dengan Shopee,” urainya kepada Validnews di Jakarta, Selasa (16/8).

Di kacamatanya, dampak pengenaan biaya ini juga akan kecil sekali kepada penjual. Namun, potensi berpindahnya pelanggan ke marketplace yang belum menerapkan platform fee pasti ada. 

Menurutnya, asal tidak dikenakan tarif progresif dan tidak berbentuk persentase, biaya jasa layanan juga belum memberatkan. Nailul menegaskan ini sebagai salah satu strategi untuk mencari keuntungan.

Perpindahan marketplace oleh konsumen juga dinilai tergantung keelastisitasan barang. Biasanya, semakin tinggi harga barang, semakin inelastis. Nailul yakin, konsumen tidak akan terpengaruh oleh biaya jasa aplikasi. 

“Tapi mungkin bagi barang dengan harga relatif rendah, maka semakin elastis atau semakin bisa pindah ke platform lainnya,” ujarnya.

Karena itu, ia menilai, selama tidak memberatkan konsumen dan sifatnya tetap Rp1.000 per transaksi, biaya jasa aplikasi masih “oke-oke saja”. Apalagi jika konsumen merasa mutu layanan juga meningkat.

Adapun soal terminologi ‘bakar uang’ yang disebut banyak orang sudah selesai dilakukan usaha rintisan start up e-commerce, IdEA menilainya tak tetap. Di perspektif IdEA tak ada istilah “bakar uang” dalam menjalani bisnis e-commerce

Selama ini, yang dilakukan beragam platform e-commerce adalah sah meski terlihat jor-joran memberikan beragam kemudahan dan potongan harga bagi konsuman. Ini merupakan bagian dari upaya promosi guna menarik konsumen.

Tindakan yang diartikan ‘bakar uang’ dan sebenarnya adalah promosi besar-besaran, tak lepas dari perubahan kultur belanja pada masyarakat. 

Jika dahulu kala masyarakat masih melakukan pembelanjaan secara konvensional, kini harus ada edukasi, sosialisasi, hingga promosi untuk setidaknya mendapat perhatian dari masyarakat terkait penggunaan platform e-commerce. Akibat tahapan yang lebih banyak itu, dan kanal promosi yang beragam, maka strateginya jadi lebih kompleks dan mahal.  

“Jadi, istilah 'bakar uang' itu saya kurang sepakat. Itu bukan bakar uang, tapi memang strategi. Kita coba di mana-mana mau buka usaha baru pasti melakukan promosi untuk menarik orang,” tandas Bima.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar