18 November 2025
14:51 WIB
Masih Jaga Rupiah, Ekonom Ramal BI-Rate November Bertahan
Bank Indonesia (BI) diperkirakan akan pertahankan suku bunga acuan BI-Rate Oktober 2025 di level 4,75%. Apa alasannya?
Penulis: Fitriana Monica Sari
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo bersiap menyampaikan keterangan pers terkait hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia (BI) di Jakarta, Rabu (20/11/2024). Antara Foto/Dhemas Reviyanto
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) pada Rabu (19/11) siang, akan mengumumkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 18-19 November 2025 yang memutuskan untuk mempertahankan atau menurunkan BI-Rate.
Sebelumnya, BI memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan BI-Rate Oktober 2025 di level 4,75%. Level suku bunga moneter ini ditahan usai dipangkas pada Januari, Mei, Juli, Agustus, dan September 2025 lalu.
Artinya, hingga Oktober 2025, Bank Indonesia telah menahan suku bunga acuan BI-Rate selama lima bulan sepanjang tahun ini dan telah memangkas suku bunga sebanyak lima kali, di mana masing-masing sebesar 25 bps.
Untuk bulan ini, Center of Economic and Law Studies (CELIOS) memproyeksikan, bank sentral akan kembali menahan suku bunga acuan di level 4,75% untuk menjaga stabilitas kurs rupiah.
"Suku bunga masih akan ditahan. Ada pelemahan kurs rupiah yang menghambat BI pangkas suku bunga dalam RDG kali ini," kata Direktur Eksekutif CELIOS Bhima Yudhistira kepada Validnews, Jakarta, Selasa (18/11).
Baca Juga: BI-Rate Oktober 2025 Ditahan Di Level 4,75%
Dia menjelaskan, BI masih fokus untuk mendorong percepatan transmisi bunga acuan ke penurunan lending rate. "Sejauh ini masih lambat ya penurunan bunga pinjaman," imbuhnya.
Selain itu, lanjut dia, BI juga perlu mencermati tambahan injeksi likuiditas Rp200 triliun ke Bank Himbara yang belum menunjukkan dampak ke penurunan bunga pinjaman yang signifikan.
Senada, Chief Economist Permata Bank Josua Pardede memperkirakan, Bank Indonesia (BI) akan kembali mempertahankan suku bunga kebijakan, BI-Rate, tetap di level 4,75% pada RDG November 2025. Hal itu, menurutnya, mempertimbangkan ketidakpastian global yang masih tinggi, yang terus memperkuat lingkungan risiko yang tinggi.
Selain itu, pasar juga tetap berhati-hati terhadap kemungkinan pemotongan suku bunga The Fed pada Desember 2025. Menjelang ke depan, pihaknya masih melihat ruang untuk pelonggaran lebih lanjut.
"Pemotongan suku bunga sebesar 25 bps pada Desember 2025 tetap menjadi pertimbangan, meskipun hal ini akan bergantung pada data inflasi domestik, stabilitas rupiah, aliran portofolio, dan sikap kebijakan The Fed terkait jalur suku bunga FFR di masa depan," ungkap Josua kepada Validnews, Selasa (18/11).
Baca Juga: Cukup Jaga Rupiah, Ekonom Ramal BI-Rate Oktober Bertahan 4,75%
Pada 2026, pihaknya tetap melihat ruang untuk pemotongan suku bunga tambahan, meskipun lebih terbatas dibandingkan 2025.
"Kami memperkirakan ruang pelonggaran total sekitar 50 bps, karena kebijakan pro-pertumbuhan dapat memperlebar defisit ganda (CAD dan defisit fiskal), sehingga BI perlu mempertahankan tingkat kehati-hatian," jelasnya.
Di sisi eksternal, dampak inflasi dari tarif terkait perang dagang terhadap ekonomi AS belum sepenuhnya terealisasi, menunjukkan bahwa The Fed tidak mungkin mengejar siklus pelonggaran agresif.
"Untuk mempertahankan selisih suku bunga positif, ruang gerak BI untuk memangkas suku bunga akan terbatas, terutama setelah pelonggaran agresif yang dilakukan tahun ini dibandingkan dengan The Fed," pungkasnya.