c

Selamat

Jumat, 26 April 2024

EKONOMI

18 Juni 2021

13:18 WIB

Masalah Komunikasi Bikin Polemik PPN Sembako Berlarut

Pemerintah mestinya menyampaikan informasi yang utuh, lengkap, dan komprehensif di masyarakat.

Penulis: Rheza Alfian

Editor: Fin Harini

Masalah Komunikasi Bikin Polemik PPN Sembako Berlarut
Masalah Komunikasi Bikin Polemik PPN Sembako Berlarut
Pedagang menata daging sapi yang dia jual di Pasar Minggu, Jakarta, Kamis (10/6/2021). ANTARAFOTO/Aditya Pradana Putra

JAKARTA – Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP Hipmi) menyatakan isu Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sembako tidak menjadi polemik berkepanjangan ketika tersampaikan dengan baik.

Ketua Bidang Keuangan dan Perbankan BPP Hipmi Ajib Hamdani mengatakan pemerintah mestinya menyampaikan informasi yang utuh, lengkap, dan komprehensif di masyarakat.

"Justru pembahasan selanjutnya, menuju finalisasi draft rancangan undang-undangnya, perlu melibatkan secara sengaja dari semua stakeholder," katanya dalam keterangan resmi, Jakarta, Jumat (18/6).

Ajib mencontohkan, yang menjadi permasalahan mendasar biasanya komunikasi yang dibangun pemerintah tidak optimal. Contoh pertama, ketika membahas tentang objek, polemik malah berputar tentang tarif.

Contoh kedua, ketika membahas tentang subjek, malah mengusulkan penurunan ambang batas atau threshold pengusaha kena pajak (PKP), pada waktu bersamaan pemerintah menghapus PPnBM kendaraan roda empat.

Contoh ketiga, ketika mengeluarkan aturan tentang tata cara pemungutan PPN, malah terjebak seolah-olah membuat objek pajak baru dan mencabut kembali regulasi yang telah dikeluarkan.

Hal itu disebut seperti halnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 210 tahun 2018 tentang Perlakuan Perpajakan atas Transaksi Perdagangan melalui E-commerce yang kemudian ditarik kembali  pada Tanggal 29 Maret 2019.

"Hal ini terjadi karena komunikasi yang terbangun antara otoritas dengan para stakeholders belum optimal. Konten yang substansi terkadang tidak tersampaikan secara presisi," ucap Ajib.

Lebih lanjut, ia menjelaskan pada prinsip PPN terbagi atas empat isu pokok, yaitu objek pajak, subjek pajak, tarif, dan tata cara pemungutan.

Ajib bilang, yang masuk dalam draf rancangan undang-undang tersebut baru sebatas tentang objek pajak. Tetapi, persepsi yang timbul di masyarakat, sembako pasti kena tarif.

"Padahal tarif ini menjadi pembahasan selanjutnya, yang pengaturannya masih memerlukan produk hukum selanjutnya," ujarnya.

Ia menilai, tak masalah sembako dimasukkan ke dalam objek pajak. Selanjutnya, yang lebih penting adalah bagaimana fungsi pajak lebih optimal sebagai regulerend atau pengatur ekonomi.

Untuk sembako yang dikonsumsi oleh masyarakat luas, bisa dikenakan tarif 0%, sehingga tidak ada pembayaran PPN oleh wajib pajak.

Sementara yang dikonsumsi oleh masyarakat kelas atas, baru dikenakan tarif, misalnya 10%. Ia kembali mencontohkan, konsumsi ikan bisa dikenakan tarif 0%, sedangkan untuk konsumsi sirip ikan hiu tarif 10%.

Sekadar informasi, penerimaan PPN, termasuk PPnBM pada tahun 2020 sebesar mencapai Rp448,4 triliun, menopang sebesar 41,9% dari penerimaan pajak secara agregat tahun 2020.

Ia menilai, ketika disandingkan dengan produk domestik bruto (PDB) tahun 2020 sebesar Rp15.434,2 triliun, memang masih mencerminkan banyak pekerjaan rumah yang perlu dilakukan pemerintah. Diperlukan desain dan eksekusi untuk meningkatkan penerimaan PPN. 

"Ketika sembako menjadi bagian objek pajak, pemerintah mempunyai peranan sentral dengan kewenangan yang melekat, untuk mengoptimalkan instrumen fiskal sebagai bagian penyelesaian masalah ekonomi bangsa ini, yaitu pengangguran, kemiskinan dan kesenjangan," jelasnya.

Untuk selanjutnya, Ajib mengatakan pemerintah perlu konsisten menjadikan pajak sebagai aspek pengatur ekonomi dengan tujuan akhir untuk keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Ia menambahkan, yang tidak kalah penting selanjutnya adalah bagaimana membangun ruang komunikasi terbaik, sehingga informasi bisa tersampaikan secara utuh dan lengkap ke masyarakat.

"Ketika peraturan akan dibuat atau ketika mengedukasi atas peraturan yang telah dibuat. PPN atas sembako, seharusnya tidak perlu menjadi pusaran polemik yang tidak produktif," ujarnya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar