08 April 2025
17:46 WIB
Maret 2025, Nilai Tukar Petani Tanaman Pangan Merosot 0,57%
BPS melaporkan kenaikan Nilai Tukar Petani (NTP) pada Maret 2025 sebesar 0,22% dari Februari 2025 atau mencapai 123,72 poin. Namun, NTP tanaman pangan turun 0,57%.
Penulis: Erlinda Puspita
Editor: Fin Harini
Pekerja mengangkut tandan buah segar (TBS) kelapa sawit di Kota Bengkulu, Bengkulu, Kamis (10/10/2024). Sumber: AntaraFoto/Muhammad Izfaldi
JAKARTA - Deputi Bidang Statistik Produksi BPS, M. Habibullah menyampaikan, pada Maret 2025 terjadi kenaikan Nilai Tukar Petani (NTP) sebesar 0,22% dari Februari 2025 atau menjadi 123,72 poin.
Kenaikan NTP Maret 2025 dipengaruhi oleh naiknya NTP di tiga subsektor pertanian, yaitu Subsektor Tanaman Hortikultura sebesar 3,89%; Subsektor Tanaman Perkebunan Rakyat sebesar 0,09%; dan Subsektor Peternakan sebesar 0,46%. Sementara itu, NTP di dua subsektor lainnya mengalami penurunan, yaitu Subsektor Tanaman Pangan sebesar 0,57% dan Subsektor Perikanan sebesar 0,35%.
Kenaikan Nilai Tukar Petani dipicu indeks harga yang diterima petani (It) yang naik 1,51% atau di level 152,24 poin, lebih besar daripada kenaikan indeks harga yang dibayar oleh petani (Ib) yang naik 1,29% atau di 123,05 poin.
Baca Juga: Turun Tipis, Nilai Tukar Petani Februari 2025 Capai 123,45 Poin
Melalui Ib dapat dilihat fluktuasi harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat perdesaan, khususnya petani yang merupakan bagian terbesar dari masyarakat perdesaan, serta fluktuasi harga barang dan jasa yang diperlukan untuk memproduksi hasil pertanian.
Menurut Habibullah, komoditas yang dominan mengerek kenaikan It adalah kelapa sawit, bawang merah, gabah, dan cabai rawit. Sedangkan pada Ib, komoditas penyumbang kenaikannya adalah tarif listrik, bawang merah, beras, dan cabai rawit.
Berdasarkan subsektor, kenaikan NTP terbesar berasal dari petani hortikultura (NTPH) yang naik 3,89% dari 120,18 poin pada Februari 2025, menjadi 124,86 poin pada Maret 2025.
"(Kenaikan NTPH) Karena kenaikan It sebesar 5,23%. Nilai tersebut lebih besar dari kenaikan Ib yang sebesar 1,28%. Komoditas yang memengaruhi kenaikan It adalah bawang merah, cabai rawit, pisang, dan petai," ujar Habibullah dalam konferensi pers Rilis BPS, di Kantor Pusat BPS, Jakarta, Selasa (8/4).
Kenaikan subsektor lainnya adalah tanaman Perkebunan Rakyat (NTPR) sebesar 0,09% menjadi 165,66 poin, dan peternakan (NTPT) sebesar 0,46% menjadi 101,31 poin.
Di sisi lain, Habibullah melaporkan subsektor tanaman pangan (NTPP) justru menjadi subsektor yang alami penurunan terbesar yaitu -0,57% atau turun dari Februari 2025 di 109,57 poin menjadi 108,95 poin di Maret 2025.
"NTP subsektor tanaman pangan mengalami penurunan sebesar 0,57%. Hal ini karena kenaikan It yang sebesar 0,82%. Nilai tersebut lebih kecil dibandingkan kenaikan Ib yang sebesar 1,40%," imbuh Habibullah.
Baca Juga: Nilai Tukar Petani Capai 123,68 pada Januari 2025
Dia menyebutkan, komoditas yang mendominasi kenaikan Ib pada NTP tanaman pangan adalah tarif listrik, bawang merah, cabai rawit, dan telur ayam ras.
Dari 38 provinsi, sebanyak 18 provinsi mengalami kenaikan NTP, 20 provinsi mengalami penurunan NTP. Kenaikan tertinggi pada Maret 2025 terjadi di Provinsi Gorontalo, yaitu sebesar 4,05%, sedangkan penurunan terbesar terjadi di Provinsi Papua Barat Daya yaitu sebesar 5,5%.
Kenaikan tertinggi NTP di Provinsi Gorontalo disebabkan oleh kenaikan pada Subsektor Tanaman Pangan khususnya komoditas Jagung yang naik sebesar 8,62%. Penurunan terbesar NTP di Provinsi Papua Barat Daya disebabkan oleh penurunan pada Subsektor Tanaman Hortikultura khususnya komoditas kangkung yang turun sebesar 30,71%.