08 Maret 2023
12:56 WIB
Editor: Fin Harini
JAKARTA - Ketua Dewan Pengurus Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Budi Tampubolon menyampaikan bahwa pihaknya selalu mengingatkan seluruh anggota AAJI untuk mengedepankan unsur kehati-hatian, serta memiliki tata kelola asuransi dan manajemen risiko yang baik.
Pernyataan tersebut disampaikan ketika ditanya tentang kasus gagal bayar Asuransi Jiwasraya dan kasus Asuransi Jasa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 yang berpotensi merusak kepercayaan publik atau konsumen terhadap bisnis asuransi.
“Kami juga selalu mengingatkan anggota kami bahwa dalam memasarkan produknya, segala hal harus diterangkan. Dan, tenaga pasarnya dari waktu ke waktu harus diperhatikan, training ulang dan sebagainya, agar selalu up to date dengan peraturan yang terkini,” kata Budi di Rumah AAJI, Jakarta, Rabu (8/3), dikutip dari Antara.
Baca Juga: AAJI Sebut 5,32 juta Orang Terima Pembayaran Klaim Asuransi Jiwa
Lebih lanjut, pihaknya menyayangkan dan turut prihatin dengan adanya kasus perusahaan asuransi jiwa gagal bayar yang merugikan nasabah. Dia juga mengingatkan bahwa perusahaan asuransi jiwa memiliki ketentuan untuk memberikan hak cooling off period kepada para nasabah.
Menurut OJK, cooling off period adalah hak nasabah untuk mempelajari polis selama 14 hari. Dalam periode tersebut, nasabah bisa membatalkan polis tanpa dikenakan denda. Selain itu, uang premi yang telah dibayar dikembalikan semuanya.
“Jadi, ketika nasabah sudah mendapatkan polisnya, kami terus mengingatkan nasabah asuransi untuk tolong dibaca polisnya, dan bilamana berbeda dengan keterangan (yang dibaca), nasabah punya hak membatalkan pertanggungan dan sebagainya. Kami berharap itu tidak terjadi karena tenaga pemasar sudah menerangkan dengan sangat baik,” ucap dia.
Menurut Budi, seandainya perusahaan asuransi jiwa sudah melakukan tata kelola dan manajemen yang baik, serta nasabah mengambil hak untuk cooling of period, potensi kasus seperti Jiwasraya atau AJB Bumiputera 1912 berpeluang kecil terjadi lagi di masa depan.
“Kami pun mengingatkan kepada semua pihak untuk mencarikan solusi yang terbaik dari apa yang sudah terjadi,” ujar dia.
Baca Juga: AAJI Luncurkan Roadmap Industri Asuransi Jiwa Indonesia
OJK menyebut pertumbuhan industri asuransi Indonesia dalam beberapa tahun terakhir belum menunjukkan perkembangan yang menggembirakan. Data OJK menunjukkan tingkat penetrasi asuransi pada tahun 2021 baru mencapai 3,18%. Terdiri dari penetrasi asuransi sosial 1,45%, asuransi jiwa 1,19%, asuransi umum 0,47%, dan sisanya asuransi wajib.
Dari sisi pertumbuhan pendapatan premi, premi sektor asuransi periode Januari sampai dengan November 2022 mencapai Rp280,24 triliun atau dapat dinyatakan tumbuh stagnan dengan pertumbuhan hanya sebesar 0,44% dibandingkan periode tahun sebelumnya.
Hal ini sejalan dengan hasil SNLIK tahun 2022, di mana tingkat inklusi asuransi mengalami peningkatan yang kurang signifikan. Yaitu, dari sebesar 13,15% di tahun 2019 menjadi sebesar 16,63% pada 2022. Meskipun terdapat pertumbuhan tingkat literasi sektor asuransi yang signifikan, dari sebesar 19,40% di tahun 2019 menjadi 31,72% di tahun 2022.
Menurut OJK, kurang pesatnya pertumbuhan sektor asuransi disebabkan penggunaan dan kepercayaan masyarakat yang renda pada produk asuransi. Berbagai permasalahan yang sering muncul di sektor asuransi menjadi faktor penyebab, mulai dari proses klaim yang sulit, premi yang tidak terjangkau oleh seluruh kalangan, kurangnya akses masyarakat untuk mendapatkan produk asuransi dan potensi gagal bayar.