c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

19 Mei 2025

17:48 WIB

Mandiri Sekuritas: Hadapi Gejolak Ekonomi Global, Pasar Obligasi RI Sangat Resilien

Kondisi pasar obligasi RI dinilai resilien dilatarbelakangi salah satunya oleh penurunan imbal obligasi AS dan nilai rupiah yang mengalami penguatan sebulan terakhir.

Penulis: Siti Nur Arifa

Editor: Khairul Kahfi

<p>Mandiri Sekuritas: Hadapi Gejolak Ekonomi Global, Pasar Obligasi RI Sangat Resilien</p>
<p>Mandiri Sekuritas: Hadapi Gejolak Ekonomi Global, Pasar Obligasi RI Sangat Resilien</p>

Ilustrasi - Sejumlah karyawan memonitor obligasi Surat Utang Negara (SUN) di Global Market PermataBank, Jakarta. Antara Foto/Rosa Panggabean/Spt/aa.

JAKARTA - Head of Fixed Income Research Mandiri Sekuritas Handy Yunianto menyampaikan, pasar obligasi Indonesia berada pada kondisi resilien di tengah gejolak situasi ekonomi global yang saat ini terjadi.


Sosok yang akrab disapa Anto tersebut berpendapat, penilaian yang disampaikan itu salah satunya dilatarbelakangi oleh mulai goyahnya penurunan rating dari Moody’s untuk Amerika Serikat (AS), di saat penilaian yang sama untuk Indonesia justru menunjukkan rating memuaskan.


“Amerika sendiri juga mengalami penurunan bond yield dan rupiah juga dalam sebulan terakhir mengalami penguatan. Ini bukti bahwa pasar obligasi kita memang sangat-sangat resilien seperti yang kami sampaikan sebelumnya,” ujar Anto dalam agenda Mandiri Economic Outlook Q2 2025 di Jakarta, Senin (19/5).


Baca Juga: Moody’s Pertahankan Rating Baa2, Pemerintah: Bukti Ekonomi RI Solid


Dia menyampaikan, pengumuman kebijakan tarif dagang resiprokal yang diumumkan oleh AS pada awal April 2025 sempat membuat tekanan bagi pasar keuangan di dalam negeri. Anto mengingatkan, saat itu aliran dana asing yang ada di Indonesia keluar (sell off) cukup besar, baik di pasar obligasi (SBN), SRBI, maupun saham. 


Anto pun bersykukur, Indonesia sudah mengalami pembalikan modal yang cukup signifikan sejak pada ketiga dan keempat April hingga awal Mei 2025.


Lebih detail, tercatat aliran dana asing yang masuk ke pasar obligasi sudah mencapai Rp30 triliun (ytd), di mana nilai tersebut sudah menghapus tekanan dana keluar yang terjadi pada awal April 2025. 


Kendati, tekanan pasar saham maupun SRBI masih cukup besar berdasarkan perhitungan modal asing yang keluar sepanjang tahun berjalan (ytd).


“Kalau kita lihat di equity (saham) maupun di SRBI tekanan year-to-date masih net-outflow, tapi di bonds (obligasi/SBN) kita bisa melihat di sini mulai terjadi capital inflows,” imbuhnya.


Lebih lanjut, Anto juga menyorot perkembangan dari sisi Credit Default Swap (CDS) yang sebelumnya sempat naik ke level 128. Menurutnya, kinerja makroekonomi RI secara fundamental masih mengalami peningkatan, sehingga berpotensi membuat CDS kembali mengalami penurunan.


Sebagai konteks, penurunan level CDS menggambarkan risiko gagal bayar sebuah negara yang lebih rendah. Kondisi ini biasa terjadi ketika ekonomi dalam situasi yang membaik.


“Sekarang kejadian, CDS kita yang 5 tahun juga kembali turun ke level 85. Ini yang mendorong kenapa terjadi perbaikan di pasar obligasi kita dalam 1 bulan terakhir, di mana asing sudah mulai masuk dan persepsi risiko CDS kita juga mulai ada perbaikan,” urai Anto.


Potensi Permintaan Domestik
Soal permintaan, Anto juga menilai, Indonesia masih memiliki suplai surat utang yang dapat memenuhi hal tersebut, terutama permintaan yang datang dari sektor perbankan.


Dirinya membeberkan, pihaknya memproyeksi aset perbankan mulai menggeser investasi di tahun 2025 ke obligasi negara akibat adanya penurunan suku bunga dari pasar SRBI. Setelah sebelumnya lebih banyak dari sisi kredit dan SRBI pada 2023-2024.


Baca Juga: Peringkat Utang AS Turun, Rupiah Berpotensi Menguat


Kondisi tersebut didukung dengan adanya potensi shifting investasi dari sisi perbankan yang mulai masuk ke obligasi pemerintah. Menurutnya, hal ini akan menjadi dukungan untuk membuat pasar obligasi di dalam negeri masih akan tetap positif.


Sebagai tambahan, Anto juga membeberkan, per 6 Mei 2025, perbankan mencatatkan pembelian Rp46 triliun terhadap obligasi pemerintah. Situasi ini jauh meningkat dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang melakukan penjualan sekitar Rp1,2 triliun.


Pada periode yang sama, pihak asing juga ikut mencatatkan pembelian obligasi pemerintah sekitar Rp30 triliun. Angka ini sedikit menurun dibanding periode sama di tahun lalu dengan pembelian yang mencapai angka Rp48 triliun.


“ini yang menjelaskan kenapa pasar (SBN) kita sangat resilien, karena dari sisi demand kami juga melihat tidak hanya investor domestik, kami juga melihat investor asing support ke pasar obligasi kita juga cukup besar,” pungkas Anto.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar