c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

EKONOMI

08 Agustus 2025

08:00 WIB

Maman Dorong Ekonomi Inklusif Lewat Pemberdayaan Wirausaha Disabilitas

Menteri UMKM mendorong hak pelatihan dan berwirausaha bagi penyandang disabilitas untuk mewujudkan ekonomi yang lebih inklusif. Penyandang disabilitas memiliki peluang besar berwirausaha.

Editor: Khairul Kahfi

<p>Maman Dorong Ekonomi Inklusif Lewat Pemberdayaan Wirausaha Disabilitas</p>
<p>Maman Dorong Ekonomi Inklusif Lewat Pemberdayaan Wirausaha Disabilitas</p>

Ilustrasi - Pegadaian Bantu Pelaku Usaha Disabilitas Kembangkan Usaha. Antara/Dok Pegadaian

JAKARTA - Menteri Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Maman Abdurrahman mendorong hak pelatihan dan berwirausaha bagi penyandang disabilitas sebagai upaya mewujudkan ekonomi yang lebih inklusif di Indonesia. Menteri UMKM mengatakan, penyandang disabilitas memiliki peluang besar dan hak atas pelatihan dan kewirausahaan.

“Hal itu tercantum dalam UU 8/2016 tentang Penyandang Disabilitas, bersama tiga hak utama lainnya, yaitu hak atas pekerjaan, hak atas aksesibilitas, dan hak atas pendidikan,” ujar Maman melansir Antara, Jakarta, Kamis (7/8).

Lebih lanjut, dia menilai, konteks kewirausahaan harus dioptimalkan agar bisa mewadahi penyandang disabilitas, sekaligus menjadi bentuk aksi afirmatif (affirmative action) dari pemerintah.

Dia menyampaikan, salah satu upaya memperluas kesempatan bagi penyandang disabilitas adalah mendorong semangat dan ruang-ruang berwirausaha. 

“Selain itu, keberpihakan pemerintah akan menjadi efektif kalau kita berkolaborasi mengoptimalkan ekosistem kewirausahaan,” ujarnya.

Di sisi lain, Maman mengungkapkan, tidak semua perusahaan memiliki kesadaran untuk mengakomodasi penyandang disabilitas, karena dihadapkan oleh realitas dan kompetensi dunia industri.

Dia juga mengingatkan masih ada beberapa tantangan yang kerap dihadapi oleh UMKM penyandang disabilitas, seperti keterbatasan atas akses keuangan dan pembiayaan, kurangnya penerapan teknologi dan digitalisasi, sampai rendahnya daya saing usaha.

Terkait keterbatasan atas akses keuangan dan pembiayaan, Menteri UMKM menambahkan, data Survei Sosial Ekonomi Nasional Badan Pusat Statistik (Susenas BPS) 2020 menunjukkan, hanya 24,3% penyandang disabilitas berusia 15 tahun ke atas yang memiliki rekening bank dan hanya 14,2% yang memiliki akses kredit perbankan.

Sementara untuk penerapan teknologi dan digitalisasi, data menunjukkan hanya 1,1% penyandang disabilitas berusia 15 tahun ke atas yang menggunakan internet. Kondisi ini menunjukkan terdapat ketimpangan akses layanan dasar dan ekonomi bagi penyandang disabilitas.

“Padahal berdasarkan data yang sama ada 22,9 juta orang atau 8,5% dari total populasi di Indonesia adalah penyandang disabilitas, dimana 52,65% di antaranya berstatus sebagai wirausaha,” sebutnya.

Maka dari itu, Menteri Maman menekankan pentingnya kolaborasi para pemangku kepentingan terkait, agar hak penyandang disabilitas atas pelatihan dan kewirausahaan bisa terpenuhi, sesuai dengan amanah undang-undang.

Kewirausahaan Inklusif Berdayakan 1,4 Juta Disabilitas
Untuk itu, Kementerian UMKM siap mengoptimalkan kewirausahaan inklusif sebagai peluang yang harus dioptimalkan untuk memberdayakan penyandang disabilitas agar lebih mandiri dan berdaya saing dalam perekonomian nasional.

Maman menekankan, hal pertama yang dilakukan adalah membangun ekosistem pendidikan, pelatihan, dan wirausaha yang benar-benar berpihak pada kelompok rentan sejak usia dini.

"Saat ini terdapat semangat besar untuk mendorong pemberdayaan 1,4 juta dari kalangan disabilitas jadi pelaku UMKM mandiri. Tadi ada usulan, dimasukkan jobdesk terukur pemberdayaan kewirausahan disabilitas, ya, akan langsung saya penuhi ini," katanya seusai jadi pemateri diskusi 'Gebyar Perkumpulan Orang Tua Anak Disabilitas'.

Dia mengakui bahwa pendekatan pendidikan dan inklusif kewirausahaan dinilai menjadi jalan utama agar penyandang disabilitas tidak lagi hanya sebagai penerima bantuan, tetapi juga pelaku ekonomi.

Lantaran kewirausahaan inklusif memiliki pendekatan pendidikan yang menyesuaikan diri dengan kebutuhan anak-anak berkebutuhan khusus, berbeda dengan sekolah umum atau internasional yang mengharuskan anak menyesuaikan diri terhadap sistem.

“Kita mesti bisa mendorong dari bawah, sebagai bentuk afirmasi terhadap hak pendidikan dan usaha yang setara,” ujarnya.

Ia menegaskan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat untuk menciptakan ekosistem kewirausahaan yang lebih inklusif ini.

“Sebagaimana arahan dari pak Presiden kepada kami, untuk memikirkan solusi di sini, karena ada prinsip kesetaraan dan keadilan yang harus kita lakukan,” kata dia.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar