c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

EKONOMI

03 Agustus 2022

20:31 WIB

LPS Buka Kemungkinan Jamin Uang Digital

Dengan UU P2SK (Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan-red), ada peluang besar dana-dana tersebut bisa dijamin LPS

LPS Buka Kemungkinan Jamin Uang Digital
LPS Buka Kemungkinan Jamin Uang Digital
Seminar 'Menuju Masyarakat Cashless' yang digelar AMSI di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, Jakarta, Rabu (3/8/2022). ValidNewsID/Peksi Cahyo

JAKARTA – Pertumbuhan transaksi digital dan penggunaan uang elektronik kian hari kian pesat. Kondisi ini pun tak lepas dari perhatian  Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang selama ini bertugas menjamin simpanan nasabah di bank.

Ketua Dewan Komisioner LPS Purbaya Yudhi Sadewa menuturkan, saat ini LPS memang belum menjamin saldo uang elektronik atau uang digital. Baik yang diterbitkan bank atau institusi keuangan lainnya ataupun dari sisi jenisnya, yakni yang berbasis chip maupun berbasis server.

Tapi ke depan, seiring dengan pertumbuhan uang elektronik dan uang digital yang kian pesat, bukan tak mungkin LPS juga akan menjaminnya selayaknya mejamin simpana nasabah bank saat ini.

“Sekarang belum kami jamin. Tapi dengan UU P2SK (Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan-red) nanti, ada peluang besar dana-dana tersebut bisa dijamin. Jadi akan semakin hidup  keuangan digital,” kata Purbaya dalam acara seminar bertajuk "Menuju Masyarakat Cashless" yang digelar Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) di Auditorium Perpustakaan Nasional, Jakarta, Rabu (3/8).

Ia menyebut, saat ini jumlah dana float atau seluruh dana yang diterima penerbit atas hasil denerbitan uang elektronik dan pengisian ulang (top up), nilainya  terus bertumbuh. Jika pada Januari 2019 lalu baru sekitar Rp4 triliun, di Mei 2022, nilainya sudah mencapai Rp 9,4 triliun.

Menurutnya, saat ini mayoritas transaksi di Indonesia masih didomiansi transaksi cash. Di 2021 lalu, proporsinya masih di sekitar 59%. Pandemi covid-19 yang terjadi memang mendorong digitalisasi lebih cepat, termasuk transaksi digital. Hanya saja, ia memprediksi budaya cashless sepenuhnya di Indonesia masih membutuhkan waktu yang lebih lama.

“Diprediksi 2025 masih 47% yang menggunakan cash. Ini karena gradasi masyarakat Indoenesia yang luas, baik dari sisi pendidikan maupun pengetahuan soal digitalisasi,” ujarnya

Literasi sendiri, bagi LPS merupakan suatu hal yang perlu digenjot lebih cepat, tak secepat laju inklusi. Padahal, pertumbuhan bank digital belakangan sudah begitu cepat terjadi.

“Ada 1600 BPR yang dananya kita tanggung . Mereka umumnya kemampuan digitalnya amat lemah. Makanya kami mau bangun frame work digital agar bisa bersaing dengan bank-bank digital saat ini,” serunya.

Berdasarkan data LPS, munculnya beberapa bank digital (neobank) di Indonesia selama pandemi disambut baik masyarakat. Hal ini ditunjukkan oleh tumbuh pesatnya jumlah rekening simpanan di bank-bank tersebut

“Jika pada akhir 2022 hanya 179 ribu rekening simpanan di bank digital, per Mei 2022 jadi 38,2 juta rekening di neobank ini atau tumbuh sekitar 8000%,” kata Purbaya.

Hanya saja, nominal simpanan di neobank tidak mengalami pertumbuhan secepat pertumbuhan jumlah rekening. Pada akhir 2020 nominal simpanan di neobank indonesia sebesar Rp31,6 triliun, per mei 2022, jumlahnya mencapai Rp49,3 triliun.

“Dana bank digital juga kami jamin, selama sesuai dengan syarat seperti memberi bunga di bawah bunga penjaminan LPS. Kalo sampai 8%, ya, gak dijamin. Mereka harus kasih penjelasan ke masyarakat dananya gak dijamin LPS. Kami gak ngelarang, tapi orang harus tahu risikonya,” beber Purbaya.



Pamain Terbesar
Sementara itu, dalam kesempatan yang sama, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir memproyeksikan Indonesia mampu menjadi pemain industri digital terbesar di Asia Tenggara dalam delapan tahun ke depan. Hal ini ditopang potensi ekonomi digital yang diprediksi mencapai Rp4.500 triliun.

"Pertanyaan saya selalu sama, kapan perubahan ini terjadi kalau kita tidak adaptasi sehingga akhirnya kita hanya jadi market. Saat hanya menjadi market, maka tidak ada investasi untuk pembukaan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi akan tumbuh lebih besar di negara lain," ujarnya.

Erick memuji terobosan digitalisasi yang dilakukan sejumlah BUMN, seperti ASDP Indonesia dengan Ferizy dan Bank Mandiri dengan layanan Livin-nya. Dengan sistem daring, Ferizy mampu mengurai persoalan antrean yang terjadi bertahun-tahun pada layanan penyeberangan.

"Contoh Ferizy ASDP, dulu penyeberangan antre truk bisa 10 jam, kita coba dua tahun lalu, sistem e-tiketing, ini mampu menghemat biaya logistik kita yang saat ini masih 23 persen atau lebih tinggi dari negara lain yang sudah 13 persen," jelasnya.

Erick menilai keberhasilan sistem itu mendongkrak pergerakan penyeberangan dari Pulau Jawa ke Sumatera hingga 40%. Bahkan, saat masa mudik tingkat pertumbuhan penyeberangan truk pengangkut logistik naik hingga 144%

Ia juga mengungkapkan Bank Mandiri sesuai dengan tren bank digital lewat Livin mampu menjadi penghubung yang strategis dalam sektor pembayaran nontunai untuk sektor pariwisata Indonesia.

"Saya tugaskan Bank Mandiri membangun ekosistem pembayaran untuk sektor pariwisata. Kita sering terjebak pola pikir kalau bicara industri pariwisata selalu wisatawan asing, padahal sebelum pandemi, 76% itu wisatawan lokal, hanya 24% yang asing," kata Erick.

"Di Bali, wisatawan asing baru kembali 30 persen, sedangkan wisatawan domestik sudah kembali di 70%. Kita sinergikan juga dengan holding pariwisata dan pendukung atau InJourney," imbuhnya.

 

 

 


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar