15 Maret 2025
15:09 WIB
Lintasarta Ungkap Potensi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 8% Lewat AI
Lintasarta menilai AI atau kecerdasan buatan bisa berkontribusi pada pencapaian target pertumbuhan ekonomi 8%. Begini perhitungannya.
Penulis: Erlinda Puspita
Editor: Fin Harini
President Director & CEO Lintasarta, Bayu Hanantasena dalam acara diskusi bersama media, di Sarinah, Rabu (12/3). ValidNewsID/Erlinda PW
JAKARTA - President Director & CEO Lintasarta, Bayu Hanantasena, menilai Indonesia perlu segera mengintegrasikan dan mempercepat pembangunan infrastruktur digital dan Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan. Kedua aspek ini menurutnya, sebagai landasan yang bisa memicu tercapainya target pertumbuhan ekonomi 8% di tahun 2029, serta Indonesia Emas 2045.
Ia menilai, pertumbuhan ekonomi dari 5% menjadi 8% dalam jangka waktu lima tahun tak bisa dicapai jika masih menggunakan cara kerja tradisional. Adaptasi AI diklaim Bayu, mampu meningkatkan produktivitas di segala industri yang memanfaatkannya.
"AI tidak bisa berdiri tanpa infrastruktur digital, begitupun infrastruktur digital tak berfungsi dengan baik tanpa AI. Sedangkan pertumbuhan ekonomi 8% harus didongkrak dengan memanfaatkan cara-cara digital yang menaikkan produktivitas. Pemanfaatan AI bisa menaikkan produktivitas mencapai 96 kali," ungkap Bayu dalam acara diskusi bersama media beberapa waktu lalu, dikutip Sabtu (15/3).
Berdasarkan data Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), di awal tahun 2024, jumlah pengguna internet di Indonesia telah mencapai 79,5% atau 221,6 juta penduduk dengan jumlah mobile connection naik 3,6% sejak pandemi covid-19 atau di tahun 2019.
Selain itu, Komdigi mengklaim penetrasi fiber optic telah mencapai 60,84% dari seluruh kecamatan di Indonesia. Jaringan fiber optic ini telah menjangkau sekitar 4.398 kecamatan dari total 7.281 kecamatan di seluruh negeri. Sedangkan total pembangunan jaringan fiber optic hingga saat ini mencapai 460 ribu kilometer (km).
Baca Juga: Berharap Manfaat Investasi Pusat Data AI Lewat Danantara
Meski pembangunan infrastruktur digital telah dilakukan pemerintah, namun menurut Bayu, masih banyak ahli teknologi yang menilai Indonesia kekurangan talenta digital, apalagi talenta AI. Padahal, untuk bisa memaksimalkan pemanfaatan infrastruktur digital tersebut, diperlukan talenta unggul.
"Kuncinya adalah talenta unggul. Kita sudah tahu, banyak ahli yang bilang, kita masih kekurangan talenta digital. Tidak hanya digital tapi juga AI. Padahal kalau dibilang adopsi AI di Indonesia terbelakang, itu enggak. Justru kita sangat cepat," tegas Bayu.
Bukti adopsi AI di Indonesia tergolong cepat, dari data yang Bayu sampaikan, ada 92% pekerja Indonesia sudah menggunakan AI di tempat kerja. Sementara secara global baru 75% pekerja di dunia yang menggunakan AI. Kemudian, sebanyak 83,6% masyarakat Indonesia sudah mengenal AI, namun baru 13,1% yang paham mendalaminya.
Bayu menegaskan dari data tersebut, penduduk Indonesia yang mayoritas usia muda, bahkan usia tua pun masih memiliki minat tinggi mengulik penggunaan AI. Hal tersebut menjadi modal besar bagi Indonesia untuk mengoptimalkan AI.
"Jansen Huang sempat ke Indonesia, dia mengatakan dia melihat potensi AI di Indonesia. Itu karena kita negara besar dengan penduduk yang sangat banyak," ucapnya.
Banyaknya penduduk dan luas wilayah yang sangat besar merupakan sumber daya bagi produksi digital yang tak kalah penting dengan sumber daya alam.
Laskar AI
Adanya potensi tersebut, mendorong Lintasarta membentuk kolaborasi bersama Indosat Ooredoo Hutchison dan Nvidia atau perusahaan teknologi yang dikomandoi Jansen Huang. Kolaborasi ini diakui Bayu sebagai upaya membangun ekosistem AI di Indonesia melalui gerakan AI Merdeka yang terbuka bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Dalam AI Merdeka, terdapat program pertama yaitu Laskar AI yang bertujuan untuk membangun talenta digital. Bayu menuturkan, program ini memberikan beasiswa gratis enam bulan pendidikan tentang AI bagi mahasiswa.
"Beasiswa gratis enam bulan ini snagat intensif seperti kuliah dan bisa dikonversi menjadi 20 SKS. Kita bangun kapabilitas, machine learning, serta data science untuk pondasi membuat AI," jelas Bayu.
Sebanyak 13 ribu orang kata Bayu mengikuti seleksi, dan tersaring 547 mahasiswa dan 110 dosen atau tenaga profesional yang berkesempatan mengikuti Laskar AI tersebut. Nantinya, para peserta yang telah lulus, akan menjadi talent AI unggulan di Indonesia.
Selain program Laskar AI, menurut Bayu ada pula program Semesta AI dalam gerakan AI Merdeka. Semesta AI ini merupakan pemasukan program bagi perusahaan startup yang bergerak di bidang AI. Nantinya perusahaan tersebut akan memperoleh kupon gratis untuk memanfaatkan penggunaan GPU Lintasarta, sekaligus memperoleh pembinaan.
"Ini mungkin startup-nya bisa naik kelas dan bisa masuk ke Nvidia Inception program. Ada beberapa startup Indonesia yang masuk ke sana, dan diharapkan makin banyak, sehingga kita memiliki talenta, juga wadah bagi talenta untuk berkiprah," urainya.
Baca Juga: AI Dan Kekhawatiran Akan Tergusurnya Pekerjaan
Melalui gerakan dan program AI tersebut, Bayu meyakini, Indonesia kedepannya mampu memanfaatkan open AI dan Deepseek sesuai kebutuhan dan berbagai industri di dalam negeri.
Adapun pemanfaatan AI yang menjadi visi misi Lintasarta untuk bisa digunakan dalam transformasi digital sektor bisnis yaitu 4 C (Collaboration, Cybersecurity, Cloud, Connectivity). Keempat C ini menurut Budi saling berkaitan dan tidak bisa terpisahkan dalam penggunaan AI, sehingga bisa tercipta teknologi dengan kriteria lebih cepat, lebih murah, dan lebih baik.
"Tanpa tiga kriteria itu, teknologi tidak akan diadaptasi," ujar Bayu.
Sebagai informasi, saat ini Lintasarta telah memiliki 397 fiber optic, 7.800 remote VSATS, 3 infrastruktur cloud, dan 2.300 pelanggan di berbagai industri. Seluruh infrastruktur ini diakui Bayu sebagai modal pembangunan ekosistem AI di Indonesia.
Di akhir pernyataannya, Bayu menegaskan agar masyarakat Indonesia tak takut atau khawatir dengan kehadiran AI yang disebut-sebut mampu menggantikan posisi manusia.
"Umumnya teknologi baru yang belum dipahami akan menakutkan. Bahkan teknologi yang sangat maju, sulit dibedakan dengan sihir. Justru orang yang akan tergusur dari AI adalah yang tidak beradaptasi dengan AI," tutupnya.