c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

31 Januari 2023

18:57 WIB

Legislator: Petani Sawit Masih Hadapi Tantangan

Salah satu tantangan yang dihadapi petani sawit adalah kondisi tanaman yang sudah tua.

Penulis: Khairul Kahfi

Editor: Fin Harini

Legislator: Petani Sawit Masih Hadapi Tantangan
Legislator: Petani Sawit Masih Hadapi Tantangan
Pekerja mengangkat kelapa sawit. Shutterstock/KYTan

JAKARTA - Ketua Komisi IV DPR RI Sudin menegaskan, saat ini petani sawit di dalam negeri masih menghadapi sejumlah tantangan. Dirinya pun menyoroti dinamika harga Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit dan kondisi tanaman tua. 

Karena itu, dia berharap, pemerintah melalui program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) dapat menjadi solusi dalam memperbaiki ekonomi petani.

"Melalui FGD (dengan Kementan) ini, diharapkan dapat memperoleh masukan yang kondusif sebagai bahan masukan dalam menyusun kebijakan pemerintah," katanya dalam keterangan yang diterima, Jakarta, Selasa (31/1).

Untuk itu, Kementan melalui Ditjen Perkebunan terus berupaya mengembangkan produksi sawit baik hulu maupun hilir. Di antaranya dengan memperkuat kolaborasi dalam melakukan peremajaan sawit rakyat, menambah fasilitasi sarana-prasarana perkebunan dan mengembangkan SDM perkebunan.

Sekjen Kementan Kasdi Subagyono mengatakan, kolaborasi yang dimaksud adalah melibatkan banyak pihak. Termasuk menguatkan sinergi dengan Komisi IV DPR RI, BPDP-KS, petani dan lembaga lainnya.

"Kelapa sawit merupakan komoditas unggulan subsektor perkebunan, dalam pengembangannya sawit dihadapkan berbagai tantangan. Dalam upaya meningkatkan produksi dan produktivitas sawit rakyat, pemerintah bersinergi dengan BPDP-KS, melaksanakan program PSR dengan pendanaan bersumber dari BPDPKS," ujar Kasdi 

Kasdi mengatakan, sawit merupakan produk unggulan Indonesia yang dapat mendongkrak perekonomian nasional. Selain itu, produksi sawit juga mendukung penguatan ekspor dan menambah nilai ekonomi bagi masyarakat.

"Sawit adalah produk unggulan kita dan merupakan penyangga utama ekspor kita," ujarnya.

Peran Industri Sawit
Kementan mencatat, Indonesia merupakan salah satu penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dunia dengan luasan tutupan lahan kelapa sawit sebesar 16,38 juta hektare dan total produksi sebesar 46,8 juta ton CPO. Hingga kini, peran industri kelapa sawit terhadap perekonomian nasional masih belum tergantikan. 

Peran itu terlihat dari berbagai aspek, di antaranya industri sawit sudah menyerap sedikitnya 16 juta tenaga kerja. Selain itu, industri kelapa sawit juga menciptakan kemandirian energi menggantikan bahan bakar fosil melalui biodiesel melalui program B20 dan B30 sebesar 9,3 juta ton (2020) dan listrik dari 879 PKS sebesar 1.829 MegaWatt.

Sementara itu, industri sawit masih tetap menjadi andalan kinerja neraca perdagangan nasional. Tecermin dari kontribusinya yang mencapai 13,50% terhadap ekspor nonmigas dan menyumbang 3,50% terhadap total PDB Indonesia.

Dari aspek ekspor, komoditas kelapa sawit menjadi punggawa utama Indonesia dalam mendulang devisa. Perkebunan menjadi subsektor yang berkontribusi paling besar terhadap total ekspor pertanian. Sekitar 96,86% dari total nilai ekspor pertanian berasal dari komoditas perkebunan, terutama kelapa sawit dengan share sebesar 73,83%.

Berdasarkan data BPS, 2021 merupakan tahun di mana ekspor minyak kelapa sawit berupa CPO dan turunannya mengalami kenaikan paling tinggi selama kurun waktu lima tahun terakhir, yaitu sebesar US$27,6 miliar dengan pertumbuhan sebesar 58,79% dibandingkan tahun sebelumnya. 

Kondisi ini menjadikan kelapa sawit sebagai komoditas yang berperan penting dalam tren positif sektor pertanian, sekaligus telah menjadikannya sebagai komoditas unggulan ekspor Indonesia. Dari total ekspor kelapa sawit tersebut, lebih dari 70% merupakan produk olahan CPO.

Pada kesempatan yang sama, Dirjen Perkebunan Kementan Andi Nur Alam Syah mengatakan, program PSR menjadi sangat penting karena mampu mendukung ketersediaan dan keberlanjutan sawit Indonesia ke depan.

Menurutnya, sudah saatnya mengganti tanaman sawit yang sudah tidak produktif dengan tanaman baru. Tentunya, dalam pelaksanaan ini perlu didukung dengan sarana-prasarana mumpuni.

“Harus cepat dilakukan demi meningkatkan produksi, produktivitas, nilai tambah dan mutu perkebunan kelapa sawit," kata Andi.

Ia menambahkan, pemerintah juga sangat perlu meningkatkan kualitas SDM sawitnya melalui pendidikan, pelatihan, penyuluhan dan pendampingan, agar hasilnya dapat lebih maksimal lagi. Seiring dengan berjalannya PSR dan pengimplementasian sarana-prasarana tersebut. 

"Kita juga perlu melakukan riset atau penelitian yang dapat mempermudah keberlangsungan sawit dengan tetap menjaga mutu berkualitas baik, mulai dari hulu hingga hilir," sebutnya.

Perku diketahui, berdasarkan Kepmentan 833/2019 tutupan kelapa sawit nasional mencapai 16,38 Juta hektare. Dengan komposisi 53% Perkebunan Swasta, 42% Perkebunan Rakyat, dan sisanya 5% Perkebunan BUMN Pemerintah. 

Dari total luasan kelapa sawit rakyat seluas 6,94 Juta ha, terdapat potensi areal yang dapat diremajakan seluas 2,8 Juta ha. Areal peremajaan tersebut mencakup luasan Plasma dan Swadaya 2,29 juta ha, Plasma PIRBUN 0,14 juta ha, dan Plasma PIR Trans/PIR KKPA 0,37 juta ha. 

Targetnya, PSR dapat dilakukan setiap tahun sebesar 180.000 ha. Untuk rencana target PSR 2023 dengan pola 1 (100.000 ha) direncanakan akan dilaksanakan pada 21 provinsi dan 115 kabupaten, sedangkan untuk pola 2 (80.000 ha) dengan beberapa perusahaan.

Realisasi PSR Masih Minimal
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Budisatrio Djiwandono menyoroti mengenai rendahnya realisasi program PSR yang masih di bawah target. Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS) menyebutkan, capaian Program PSR 2022 yakni 30.700 hektare.

Realisasi PSR tersebut masih sangat jauh dari yang ditargetkan sebesar 180.000 hektare. Karena itu, ia meminta Kementan untuk mendongkrak realisasi program PSR tersebut.

“Catatan kami, ini realisasinya sangat-sangat jauh di bawah target. Masalah peremajaan sawit rakyat ini banyak ditemukan kesulitan-kesulitan teknis, khusus yang dialami oleh para petani sawit rakyat,” tutur Budi dalam Raker Komisi IV dengan Kementan, Senin (16/1).

Lanjutnya, ada beberapa hal yang membuat para petani sawit masih enggan untuk mengikuti Program PSR. Seperti mengenai legalitas lahan dan juga peraturan-peraturan mengenai administrasi lahan sawit rakyat yang sulit teridentifikasi. 

Budi menjelaskan, tak bisa dipungkiri, sekarang ini petani sawit rakyat enggan untuk meremajakan kebunnya karena tingginya harga sawit di dunia. “Sehingga mereka tidak mau menunggu 3-4 tahun untuk meremajakan kebunnya,” jelasnya.

Politisi F-Gerindra ini menuturkan, perlu adanya evaluasi untuk mendongkrak realisasi program PSR. Berdasarkan peraturan yang ada, menurutnya, sudah banyak revisi untuk penyederhanaan peraturan-peraturan supaya lebih memudahkan petani sawit rakyat mendapatkan program PSR.

“Kami ingin mendapatkan strateginya dan juga gambaran gimana untuk mendorong, mendongkrak terealisasinya program PSR ini?” sebutnya.

Pada kesempatan itu, Dirjen Perkebunan Kementan Andi Nur Alamsyah menyebut, pihaknya telah melakukan perubahan Permentan 3/2022 terkait tata cara pengajuan usulan peremajaan melalui kemitraan menjadi kembali melalui penerbitan rekomendasi teknis Ditjen Perkebunan dan dibantu verifikasi oleh pihak ketiga (surveyor).

Selain itu, Ditjen Perkebunan juga tengah mengajukan program untuk menjadi salah satu insentif bagi petani, yakni kelapa sawit tumpang sari yang akan didanai oleh BPDPKS yang bersifat voluntary, bukan mandatory

“Jadi petani sawit yang mau melakukan PSR bisa melakukan pilihan, menanam jagung kalau terbiasa menanam jagung. Kalau terbiasa menanam kacang-kacangan akan menanam kacang-kacangan. Sekarang dalam proses review terkait dengan satuan biaya per hektarnya,” jelas Andi. 


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar