17 Oktober 2022
13:50 WIB
Editor: Fin Harini
JAKARTA – Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca dagang Indonesia September 2022 surplus US$4,99 miliar. Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Setianto mengatakan ini merupakan surplus ke-29 berturut-turut.
“Neraca dagang mencatatkan surplus US$4,99 miliar di September 2022, atau surplus 29 bulan berturut-turut, ditopang oleh surplus neraca komoditas non-migas,” katanya dalam Rilis BPS, Jakarta, Senin (17/10).
Surplus yang diperoleh dari transaksi perdagangan sektor non-migas sebenarnya lebih tinggi, yakni US$7,09 miliar, tetapi tereduksi oleh defisit perdagangan sektor migas senilai US$2,10 miliar.
Adapun surplus perdagangan non-migas ditopang bahan bakar mineral (HS 27), lemak dan minyak hewan/nabati (HS 15), dan besi dan baja (HS 72). Sementara penyumbang defisit yaitu komoditas minyak mentah dan hasil minyak.
Selama Januari–September 2022, meskipun sektor migas mengalami defisit US$18,89 miliar, namun masih terjadi surplus pada sektor non-migas senilai US$58,75 miliar. Dengan demikian, secara total mengalami surplus senilai US$39,86 miliar.
BPS melaporkan, dilihat dari mitra dagang, Indonesia membukukan surplus perdagangan dengan tiga negara. Pertama, pada Amerika Serikat (AS) sebesar US$1,25 miliar. Penyumbang surplus terbesar yakni mesin dan perlengkapan elektrik beserta bagiannya (HS 85) sebesar US$61,7 juta; alas kaki (HS 64) sebesar Rp220,8 juta; dan lemak dan minyak hewan/nabati sebesar US$207,1 juta.
Dengan India, neraca dagang Indonesia surplus sebesar US$1,21 miliar. Penyumbang surplus terbesar adalah lemak dan minyak hewan/nabati (HS 15) sebesar US$577,8 juta; bahan bakar mineral (HS 27) sebesar US$563,9 juta; dan besi dan baja (HS 72) sebesar US$109,4 juta.
Sementara dengan Filipina, Indonesia surplus US$1,13 miliar. Penyumbang terbesar antara lain bahan bakar mineral (HS 27) sebesar US$434,4 juta; kendaraan dan bagiannya (HS 87) sebesar US$271,1 juta; dan bijih logam, terak dan abu (HS 26) US$127,4 juta.
Selain surplus, Indonesia juga mengalami defisit neraca perdagangan dengan beberapa negara. Neraca perdagangan Indonesia dengan Australia mengalami defisit US$647,5 juta. Penyebabnya ialah perdagangan bahan bakar mineral (HS 27) sebesar US$189,2 juta; serealia (HS 10) sebesar US$165,4 juta; dan logam mulia dan perhiasan/permata (HS 71) sebesar US$91,1 juta.
Dengan Thailand, Indonesia defisit US$334,0 juta. Penyebabnya berasal dari perdagangan mesin dan peralatan mekanis serta bagiannya (HS 84) sebesar US$110,1 juta; plastik dan barang dari plastik (HS 39) sebesar US$102,0 juta; dan kendaraan dan bagiannya (HS 87) sebesar US$74,4 juta.
Sementara dengan Brazil, neraca perdagangan Indonesia defisit US$263,1 juta dengan penyumbang defisit terbesar dari ampas dan sisa industri makanan (HS 23) sebesar US$196,1 juta; gula dan kembang gula (HS 17) sebesar US$97,3 juta; dan daging hewan (HS 02) sebesar US$20,4 juta.
“Surplus neraca perdagangan barang pada periode Januari sampai dengan September 2022 ini sudah lebih besar daripada total surplus neraca perdagangan sepanjang 2021,” ucap Setianto.
Ekspor Tumbuh 20,28% yoy
Nilai ekspor Indonesia September 2022 mencapai US$24,80 miliar atau turun 10,99% dibanding ekspor Agustus 2022 (month to month/mtm). Dibanding September 2021 (year on year/yoy), nilai ekspor September 2022 naik sebesar 20,28%.
Ekspor non-migas September 2022 mencapai US$23,48 miliar, turun 10,31% dibanding Agustus 2022, tetapi naik 19,26% jika dibanding ekspor non-migas September 2021.
“Secara kumulatif, nilai ekspor Indonesia Januari–September 2022 mencapai US$219,35 miliar, naik 33,49% yoy. Sementara itu, ekspor non-migas mencapai US$207,19 miliar, naik 33,21% yoy,” ucap Setianto.
Ia menjelaskan, penurunan terbesar ekspor non-migas September 2022 terhadap Agustus 2022 terjadi pada komoditas lemak dan minyak hewan/nabati sebesar US$1.425,4 juta (31,91%), sedangkan peningkatan terbesar terjadi pada bijih logam, terak, dan abu sebesar US$238,1 juta (29,07%).
Menurut sektor, ekspor nonmigas hasil industri pengolahan Januari–September 2022 naik 22,23% dibanding periode yang sama tahun 2021, demikian juga ekspor hasil pertanian, kehutanan, dan perikanan naik 15,37%, serta ekspor hasil tambang dan lainnya naik 91,98%.
Ekspor non-migas September 2022 terbesar adalah ke China, yaitu sebesar US$6,16 miliar, disusul Amerika Serikat sebesar US$2,11 miliar dan Jepang sebesar US$2,10 miliar, dengan kontribusi ketiganya mencapai 44,17%. Sementara itu, ekspor ke ASEAN dan Uni Eropa (27 negara) masing-masing sebesar US$4,45 miliar dan US$1,81 miliar.

Impor Naik 22,01% yoy
Setianto menuturkan, nilai impor Indonesia September 2022 mencapai US$19,81 miliar, turun 10,58% mtm atau naik 22,01% yoy. “Impor migas September 2022 senilai US$3,43 miliar, turun 7,44% mtm atau naik 83,53$ yoy,” ucapnya.
Impor nonmigas September 2022 senilai US$16,38 miliar, turun 11,21% mtm atau naik 14,02% yoy.
Penurunan impor golongan barang nonmigas terbesar September 2022 dibanding Agustus 2022 adalah besi dan baja senilai US$342,2 juta (25,57%), sedangkan peningkatan terbesar adalah logam mulia dan perhiasan/permata senilai US$182,5 juta (50,37%).
Adapun tiga negara pemasok barang impor non-migas terbesar selama Januari–September 2022 adalah China senilai US$50,29 miliar (33,88%), Jepang senilai US$12,65 miliar (8,52%), dan Thailand senilai US$8,52 miliar (5,74%). Impor non-migas dari ASEAN senilai US$25,37 miliar (17,09%) dan Uni Eropa senilai US$8,40 miliar (5,66%).
Sementara itu, menurut golongan penggunaan barang, nilai impor Januari–September 2022 terhadap periode yang sama tahun sebelumnya terjadi peningkatan pada barang konsumsi senilai US$496,3 juta (3,52%), bahan baku/penolong senilai US$33.340,7 juta (31,72%), dan barang modal senilai US$6.433,1 juta (32,17%)