c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

EKONOMI

09 Juli 2024

16:37 WIB

KPPI Dan KADI Selidiki Soal Barang Impor Tiga Tahun Terakhir

Penyelidikan akan menjadi dasar pengenaan bea masuk tujuh komoditas impor yang membanjiri pasar Indonesia dalam waktu beberapa tahun ke belakang

<p>KPPI Dan KADI Selidiki Soal Barang Impor Tiga Tahun Terakhir</p>
<p>KPPI Dan KADI Selidiki Soal Barang Impor Tiga Tahun Terakhir</p>

Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan diwawancara sesuai rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI di Jakarta, Senin (8/7/2024). ANTARA/Harianto.

JAKARTA - Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan menyatakan Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) dan Komite Anti-Dumping Indonesia (KADI), sedang menyelidiki soal impor selama tiga tahun terakhir. Hal ini dibutuhkan untuk mengetahui penyebab sejumlah kinerja industri melorot belakangan ini

"Kita akan lihat apakah betul tiga tahun terakhir ini yang menyebabkan industri rontok dan lain-lain itu gara-gara barang impor," kata Zulkifli saat rapat kerja dengan Komisi VI DPR RI di Jakarta, Senin (8/7).

Zulkifli menyampaikan, urusan itu diserahkan kepada Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) yang akan melihat, menyelidiki, dalam kurun waktu tiga tahun terakhir, seperti apa berkembangan data-datanya.

Dia menuturkan, penyelidikan tersebut akan menjadi dasar pengenaan bea masuk tujuh komoditas impor yang membanjiri pasar Indonesia. Tujuh komoditas tersebut adalah tekstil dan produk tekstil (TPT), pakaian jadi, keramik, elektronik, kosmetik, barang tekstil jadi, dan alas kaki.

Mendag mengatakan, bea masuk tidak hanya dari China seperti ramai diberitakan sebelumnya, tapi dari berbagai negara dengan persantase bea masuk bisa 10-200%.

"Kalau memang melonjak impornya produk-produk yang tujuh macam tadi itu, maka dia (KPPI) bisa kenakan tarif, bisa 10%, bisa 20% dan bisa 200%, bisa saja, terserah mereka (KPPI dan KADI), bukan saya yang menentukan," jelas Zulkifli.

Lebih lanjut, Zulkifli mengatakan, KPPI dan KADI akan menyelidiki data dari berbagai sumber seperti Badan Pusat Statistik (BPS) dan asosiasi.

"Mereka juga akan lihat data BPS, asosiasi dipanggil, dilihat, data impor bagaimana, masuknya, melonjak enggak, baru nanti mereka sidang ada putusannya. Dan ini bukan soal balas membalas, seluruh negara boleh begitu. Jadi, kalau Tiongkok (China) melakukan itu, Jepang melakukan itu, Amerika, itu memang boleh," ungkap Mendag.

Dari penyelidikan itu, KPPI dan KADI akan menghasilkan output yang berbeda. KPPI akan merumuskan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP), sementara KADI menghasilkan Bea Masuk Anti-dumping (BMAD).

"Jadi KPPI output-nya Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP), kalau KADI output-nya Bea Masuk Anti-dumping (BMAD). Mereka akan lihat," ucap Zulkifli.

Zulkifli menambahkan, apa yang dihasilkan dari KPPI dan KADI nantinya akan diteruskan kepada Kementerian Perindustrian dan Kementerian Keuangan.

Kontribusi ke Devisa Negara
Sebelumnya, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengusulkan langkah untuk menjaga kontribusi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) terhadap devisa negara, serta memitigasi pemutusan hubungan kerja (PHK) di sektor ini akibat relaksasi impor yang diterapkan. 

Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil (IKFT) Kemenperin Reni Yanita dalam sebuah diskusi di Jakarta, Senin, mengatakan, solusi tersebut antara lain aktif mengenakan instrumen hambatan perdagangan berupa hambatan tarif dan nontariff. Kemudian, enegakan dan pemberantasan impor ilegal, serta mengembalikan regulasi larangan dan pembatasan (lartas) ke Permendag 36/2023.

Selanjutnya, melakukan promosi yang intens untuk membuka akses pasar ekspor ke negara kawasan nontradisional, meningkatkan kualitas industri dalam negeri dengan menambah anggaran restrukturisasi mesin atau peralatan TPT, dan menandatangani implementasi Indonesia—European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA).

"Permasalahan pastinya terjadi karena banjir impor pakaian jadi dengan harga yang sangat murah," katanya.

Menurut dia, strategi mitigasi itu bisa diterapkan, mengingat adanya isu penurunan utilisasi industri kecil menengah (IKM) TPT, serta PHK di sektor tersebut setelah diberlakukannya aturan relaksasi impor dalam Permendag 8/2024. 

Pihaknya mencatat ada penurunan utilitas IKM di sektor TPT yang rata-rata mencapai 70%, masifnya pembatalan kontrak dari calon konsumen karena lebih memilih produk impor yang lebih murah, serta hilangnya pasar IKM TPT turut berimbas terhadap kinerja sektor hulu, seperti kain dan benang.

Lebih lanjut, menurut dia, sejak relaksasi ini diterapkan sudah ada 11 ribu tenaga kerja yang terdampak. "Untuk industri besar memang ini ada beberapa yang melakukan PHK. Walaupun kalau dihitung juga tidak lebih dari 20 ribu, hanya 11 ribu," imbuhnya.

Sebelumnya, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mendorong penerapan hambatan perdagangan internasional melalui trade remedies seperti pemberlakuan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP). Termasuk juga Bea Masuk Anti-Dumping (BMAD) untuk menjaga industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dalam negeri. Menurut dia, untuk mewujudkan hal tersebut perlu kolaborasi bersama dengan kementerian terkait agar trade remedies perlindungan bagi industri TPT domestik bisa terwujud.

Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, Kementerian Keuangan bersama Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan sedang berkoordinasi menyiapkan aturan tersebut.

“Untuk produk tekstil, garmen, alas kaki, elektronik, keramik, dan tas, kami dari Kementerian Keuangan menunggu surat dari Menteri Perdagangan dan Menteri Perindustrian. Mereka suratnya diatur dalam peraturan perundang-undangan, baik Peraturan Pemerintah (PP) maupun Undang-Undang (UU),” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa beberapa waktu lalu.

Setelah surat keluar, lanjutnya, Kementerian Keuangan akan merespons dengan melakukan langkah-langkah yang telah diatur dalam UU, seperti menentukan bea masuk maupun pengukuran lainnya.

“Ini terutama berkaitan dengan keinginan untuk terus memberikan perlindungan yang adil dan wajar bagi industri dalam negeri terkait persaingan yang tidak wajar, terutama dengan munculnya impor dari barang-barang yang berasal dari negara dengan surplus yang cukup banyak,” ujarnya.

Keberpihakan Pemerintah
Menangapi langkah yang tengah disusun pemerintah, Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (Apsyfi) Redma Gita Wirawasta, menyampaikan rencana pengetatan kembali regulasi impor, merupakan wujud keberpihakan pemerintah terhadap industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dalam negeri. 

Pihaknya pun menyambut baik respons Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mempertimbangkan untuk memberlakukan kembali pengetatan barang impor khususnya bagi produk TPT yang sempat direlaksasi dalam Permendag 8/2024.

"Kami menyambut baik arahan Presiden, ini menunjukkan keberpihakan pemerintah terhadap produk dalam negeri dan penyediaan lapangan kerja," ucapnya.

Dia mengatakan, rencana tersebut mesti dikawal dan direalisasikan secara baik oleh lembaga terkait. Sehingga manfaat dari larangan dan pembatasan (lartas) produk impor yang masuk ke pasar domestik bisa kembali dirasakan oleh pelaku industri.

Lebih lanjut, dia meminta supaya pemerintah turut melakukan investigasi terhadap produk impor TPT ilegal yang dinilainya sudah berlangsung beberapa tahun, serta menginginkan untuk dilakukan penegakan hukum bagi oknum yang terbukti bersalah.

 "Maka baiknya dilakukan juga langkah penegakan hukum, karena praktik impor ilegal yang dilakukan bertahun-tahun ini dibiarkan terus hingga makin merajalela. Baiknya dilakukan penyelidikan, terhadap mereka yang terbukti terlibat agar segera ditangkap dan diadili," pungkasnya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar