c

Selamat

Senin, 17 November 2025

EKONOMI

21 September 2023

16:06 WIB

Konservasi Pulau Seribu Dorong Ekonomi Biru Jakarta

Selain mempertahankan konservasi Pulau Seribu, penerapan budidaya laut serta industri bioteknologi, juga harus ditingkatkan untuk mendorong ekonomi biru, khususnya kehidupan pesisir di Jakarta.

Konservasi Pulau Seribu Dorong Ekonomi Biru Jakarta
Konservasi Pulau Seribu Dorong Ekonomi Biru Jakarta
Seekor tukik atau anak penyu sisik (Eretmochelys imbricata) berjalan menuju pantai usai dilepasliarkan di Pulau Sabira, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta, Jumat (18/6/2021). Antara /Aditya Pradana Putra

JAKARTA – Tak hanya sekadar jadi lokasi wisata bahari, Kepulauan Seribu di Jakarta, masih memikat dan punya potensi ekonomi besar ke depan. Kepala Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB University Yonvitner menilai, pengembangan kawasan pulau seribu untuk wisata berbasis konservasi bakal memajukan ekonomi biru di DKI Jakarta. Jadi harus dipertahankan.

Apalagi, konsep ekonomi biru di Ibu Kota saat ini sangat mendesak untuk diimplementasikan, guna menjaga lingkungan serta memajukan pemberdayaan masyarakat di pesisir.
 
"Wisata berbasis konservasi di Pulau Seribu ini harus dipertahankan. Jangan sampai reklamasi dilegalkan karena akan merusak ekosistem, sumber daya, serta ekonomi masyarakat di Jakarta," ujar Yonvitner di Jakarta, Kamis (21/9).
 
Untuk diketahui, Kepulauan Seribu telah menjadi Pusat Konservasi Ekologi melalui Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 1042 Tahun 2018, tentang Daftar Kegiatan Strategis Daerah (KSD). Selain mempertahankan konservasi Pulau Seribu, Yonvitner menyebutkan penerapan budidaya laut serta industri bioteknologi, juga harus ditingkatkan untuk mendorong ekonomi biru, khususnya kehidupan pesisir di Jakarta.

Budidaya udang vaname di laut dangkal, budidaya karapu, lobster, serta rumput laut, merupakan contoh budidaya laut yang bisa dikembangkan di Jakarta. Sementara budidaya ganggang untuk bioteknologi laut, sangat bagus untuk dikembangkan di Ibu Kota.
 
Terpisah, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal mengatakan, penerapan ekonomi biru melalui pariwisata maritim di Jakarta, khususnya kawasan konservasi Kepulauan Seribu, harus terus didorong. Pasalnya, hal tersebut memiliki potensi besar bagi warga pesisir.

Potensi dimaksud karena banyaknya warga Jakarta yang memiliki pendapatan yang siap dibelanjakan (disposable income) tinggi untuk berwisata. Dengan demikian potensi tersebut harus bisa diserap oleh Pulau Seribu yang lebih dekat dengan penduduk Jakarta.

"Namun perlu didorong bagaimana supaya pariwisata maritim di Pulau Seribu lebih memperhatikan aspek lingkungan dan keberlanjutan, dengan menerapkan prinsip yang tidak merusak alam dan meminimalisir dampak terhadap lingkungan, terutama dari sisi limbah," kata Faisal.

Langkah mempertahankan wilayah konservasi Pulau Seribu, juga harus terus didorong. Terutama guna mendukung lima kebijakan ekonomi biru jangka panjang Indonesia yang telah ditetapkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan pada awal tahun ini.

Kelima kebijakan tersebut yaitu penambahan luas kawasan konservasi laut, penangkapan ikan terukur berbasis kuota dan pengembangan budi daya laut, pesisir dan darat yang berkelanjutan. Kemudian pengelolaan dan pengawasan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil, serta pengelolaan sampah plastik di laut melalui gerakan partisipasi nelayan.

Tak hanya di Tanah Air, berbagai negara kepulauan lainnya di dunia yang tergabung dalam Forum Negara-negara Kepulauan dan Pulau (Archipelagic and Island States /AIS), sejatinya turut menyoroti implementasi ekonomi biru.Tak heran, dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) AIS Forum 2023 ekonomi biru menjadi salah satu dari tiga subtema.

Subtema Ekonomi Biru (Blue Economy) bertujuan untuk menjadikan ekonomi biru sebagai penggerak, pemulihan dan transformasi ekonomi negara pulau/kepulauan. Khususnya untuk membangun penghidupan masyarakat yang berprinsip pada kelestarian lingkungan dan keberlanjutan.

Sementara terdapat pula subtema Laut Kita, Masa Depan Kita (Our Ocean, Our Future) yang bertujuan untuk menegaskan keprihatinan atas ancaman nyata perubahan iklim yang berdampak pada masa depan laut. Termasuk masa depan penduduk negara pulau dan kepulauan di seluruh dunia.

Di sisi lain, subtema Solidaritas (Solidarity) bertujuan untuk menekankan tiga prinsip utama, yaitu saling ketergantungan, saling membantu, dan saling menguntungkan. Ketiga prinsip tersebut diadaptasi dari konsep gotong royong.

Warga Pesisir
Sepakat dengan pernyatan di atas, lembaga pemerhati kelautan Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia juga menyatakan, pariwisata berbasis bahari di DKI Jakarta memiliki potensi untuk berkembang dan menjadi penopang kehidupan bagi warga pesisir.

“Seperti di Kepulauan Seribu, tren wisata bahari akan semakin berkembang,” kata Koordinator DFW Indonesia, Mohamad Abdi Suhufan, saat dihubungi di Jakarta, Kamis.
 
Potensi perkembangan wisata bahari itu berdasar pada sumber daya dan kekayaan alam yang ada, seperti; menjadi tempat tinggal bagi ratusan jenis ikan, terumbu karang, mangrove, dan satwa langka yang dilindungi.
 
Abdi Suhufan menyampaikan, perkembangan pariwisata bahari akan cepat terwujud jika terjadi sinergi yang kuat antara pemangku kepentingan dan masyarakat pesisir. Pemerintah maupun swasta perlu mendorong agar masyarakat menjadi pelaku utama dalam mewujudkan ekonomi biru di ibu kota, sehingga dapat menerima manfaat yang besar dan menekan potensi konflik.
 
Di sisi lain, masyarakat juga harus meningkatkan kapasitas dan kesadarannya tentang wisata berkelanjutan dengan menjaga ekosistem laut dari kerusakan dan pencemaran.
 
Hal lain yang perlu dilakukan yakni meningkatkan dan memastikan ketersediaan infrastruktur dasar di kawasan pesisir, seperti sarana telekomunikasi, air bersih, dan listrik.


Hasil Laut
Selain wisata bahari, ekonomi berbasis UMKM dan budidaya juga memiliki potensi yang besar untuk menopang kehidupan warga pesisir. Bahan baku hasil laut seperti kerang dan ikan sangat melimpah sehingga dapat menjadi sumber penghasilan bagi warga, utamanya yang bermukim di wilayah utara Jakarta.
 
Sayangnya, 60% masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir tersebut berpotensi terancam ketahanan pangan dan kehidupan berkelanjutannya. Fenomena over fishing yang mengakibatkan menurunnya stok ikan, terjadinya pengasaman dan kerusakan laut, pemutihan karang, dan hilangnya keanekaragaman hayati menjadi bentuk nyata perubahan iklim.
 
Hal itu yang menggerakkan Yayasan Sahabat Hati Bunda sebagai kelompok pegiat ekonomi masyarakat pesisir bersama Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, untuk merancang program peningkatan ketangguhan ekonomi, perlindungan pada perempuan. Termasuk menciptakan masyarakat yang adaptif terhadap perubahan iklim.
 
“Yang dibutuhkan warga pesisir adalah mengidentifikasi peluang ekonomi yang produktif,” kata Manajer SHB Melny Nova Katuuk, di Jakarta, Kamis.
 
Melny menyampaikan komitmennya bersama pemprov untuk turut memajukan UMKM khususnya di pesisir Muara Angke. Sejumlah program telah disiapkan, di antaranya mendirikan rumah pangan, pelatihan dan pendampingan usaha bawang goreng, olahan ikan asin, dan kerajinan dari cangkang kerang, sehingga diharapkan mampu meningkatkan perekonomian masyarakat pesisir.

Terkait persoalan kelautan, Indonesia saat ini menjadi tuan rumah Penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Archipelagic and Island States (AIS) Forum 2023 yang akan berlangsung di Provinsi Bali pada 11 Oktober mendatang. Forum itu dapat menjadi kontribusi Indonesia sebagai inisiator dalam menangani isu-isu global berkaitan dengan kelautan.



KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar