24 Oktober 2024
15:35 WIB
KKP Dorong Ekspor Tuna Cakalang Tongkol Indonesia ke Eropa
Kementerian KKP menyebut Indonesia lebih unggul dalam komoditas tuna-cakalang-tongkol. Karena itu, Indonesia fokus meningkatkan ekspor tuna-cakalang-tongkol.
Penulis: Erlinda Puspita
Editor: Fin Harini
Kepala BPP MHKP Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Ishartini dalam Konferensi Pers Kerja Sama Tingkatkan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan di Negara Eropa, di Kantor KKP, Kamis (24/10). ValidNewsID/Erlinda PW
JAKARTA - Kepala Badan Pengendalian dan Pengawasan Mutu Hasil Kelautan dan Perikanan (BPP MHKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Ishartini mengungkapkan adanya penurunan perdagangan perikanan di dunia pada tahun 2023, begitupun Indonesia. Meski begitu, KKP mengungkapkan adanya peluang ekspor perikanan Indonesia ke Uni Eropa.
Berdasarkan data yang disampaikan Ishartini, diketahui tahun 2023 terjadi penurunan total perdagangan perikana senilai US$9,5 juta, atau hanya mencapai US$184,5 miliar. Dari data tersebut di tahun 2023, tercatat lima tertinggi pasar ekspor perikanan di dunia yakni pertama adalah Uni Eropa senilai US$61,85 miliar atau dengan pangsa 33,51%.
Kedua adalah pasar Amerika Serikat (AS) senilai US$27,38 milar dengan pangsa 14,84%, disusul Tiongkok senilai US$23,32 miliar atau pangsa 12,64%. Keempat adalah pasar Jepang senilai US$14,37 miliar dengan pangsa 7,79%, dan terakhir adalah pasar Asean senilai US$11,49 miliar atau dengan pangsa 6,23%.
Melihat besarnya pangsa pasar Uni Eropa, Ishartini menilai Indonesia bisa memanfaatkan peluang tersebut dengan meningkatkan ekspor ke Benua Biru.
"Jadi memang pasar dunia, Eropa adalah salah satu pasar yang sangat menjanjikan. Sebab itu kita perlu mengarahi pasar dunia Eropa. Yang kedua adalah AS, Tiongkok, Jepang, dan Asean. Jadi ini pasar-pasar yang benar-benar harus kita masuki," kata Ishartini dalam Konferensi Pers Kerja Sama Tingkatkan Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan di Negara Eropa, di Kantor KKP, Kamis (24/10).
Menurut Ishartini, Indonesia masih menjadi pemain ekpsor perikanan yang kecil di dunia, karena belum masuk dalam lima tertinggi eksportir. Adapun lima negara eksportir tertinggi perikanan di tahun 2023 adalah, pertama Tiongkok senilai US$20,68 miliar dengan pangsa 11,18%, kedua ada Norwegia senilai US$16,05 miliar dengan pangsa 8,68%, ketiga yaitu Ekuador senilai US$9,04 miliar dengan pangsa 4,89%.
Berikutnya adalah Chili senilai US$8,89 miliar dengan pangsa 4,81%, dan kelima Vietnam senilai US$8,39 miliar atau 4,54%. Sementara Indonesia menduduki peringkat ke-13 dunia yang nilainya hanya US$5,63 dengan pangsa 3,03%.
Jika melihat data impor perikanan ke Uni Eropa, komoditas perikanan yang paling diminati di kawasan tersebut adalah ikan trout dan salmon yang tercatat mencapai US$11,73 miliar (32,4%), udang senilai US$4,54 miliar (12,6%), cumi-sotong-gurita senilai US$3,1 miliar (8,6%), tuna-cakalang senilai US$3,05 miliar (8,4%), cod senilai US$1,82 miliar (5,0%), alaska pollack senilai US$1,16 miliar (3,2%), dan lemak dan minyak ikan US$0,79 miliar (2,2%).
Adapun total nilai impor perikanan Uni Eropa (UE) di tahun 2023 mencapai US$36,15 miliar atau turun 2% dari 2022. Impor UE terhadap komoditas trout dan salmon pada 2023 mayoritas dipasok dari Norwegia, lalu sisanya dari Tiongkok, Maroko, Ekuador, dan Inggris.
"Memang trout dan salmon ini kita tidak punya. Tapi kita punya jenis udang, tuna, tongkol, cakalang, cumi, sotong, gurita. Itu adalah komoditas-komoditas yang harus menjadi fokus utama kita untuk meningkatkan nilai ekspor," terang Ishartini.
Kontribusi Indonesia dalam memenuhi kebutuhan perikanan Uni Eropa memang diakui Ishartini masih sangat kecil, yakni hanya ada di peringkat 20 dengan kontribusi pangsa pasar 1% saja. Sehingga ia mendorong agar Indonesia bisa berkontribusi besar terhadap impor perikanan Uni Eropa.
Perlu diketahui komoditas unggulan perikanan tertinggi pada tahun 2023 yang diekspor adalah tuna-cakalang senilai US$101,42 miliar (30,3%), cumi-sotong-gurita senilai US$59,83 miliar (17,8%), udang senilai US$43,98 miliar (13,1%), rumput laut senilai US$27,24 miliar (8,1%), paha kodok senilai US$14,61 miliar (4,4%), dan kepiting senilai US$14,03 miliar (4,2%).
Mempertimbangkan minat pasar Eropa yang lebih dominan tertarik pada komoditas trout dan salmon, sementara Indonesia lebih unggul dalam ekspor komoditas tuna-cakalang-tongkol, maka Ishartini pun menyarankan agar Indonesia fokus meningkatkan ekspor tuna cakalang tongkol.
"Kita nggak usah pikirin itu (trout dan Salmon) karena kita nggak punya. Kedua, mereka mengimpor tuna cakalang dan juga udang, nah ini adalah komoditas yang kita punya. Tentu akan kita genjot di situ, karena kalau kita lihat dari tren impor mereka, ikan-ikan itulah yang disukai Uni Eropa," ucap Ishartini.
Ekspor komoditas-komoditas tersebut pun perlu menyesuaikan minat pasar Eropa, misalnya ekspor udang yang diminati Eropa adalah udang berukuran kecil dalam kemasan koktail.
"Mereka kan suka makan-makan begitu, sedangkan Indonesia kan gak suka yang begitu. Itu jenis-jenis produk yang kita sampaikan para pelaku usaha, itu yang mereka (Eropa) minta," tandas Ishartini.