18 November 2025
20:50 WIB
Kiwoom Sekuritas Ramal BI-Rate November Bisa Dipangkas 25 Bps
Ada beberapa alasan utama BI-Rate November bisa dipangkas. Mulai dari foreign outflow yang sudah melunak, hingga dorongan konsumsi untuk kejar target pertumbuhan ekonomi.
Penulis: Fitriana Monica Sari
Petugas keamanan melakukan penjagaan di kawasan Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Rabu (3/9/2025). ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/rwa.
JAKARTA - Head of Research Kiwoom Sekuritas Indonesia Liza Camelia Suryanata optimistis Bank Indonesia (BI) masih memiliki peluang untuk kembali memangkas suku bunga acuan BI-Rate November sebesar 25 basis poin (bps) menjadi ke level 4,50%.
Menurutnya, ada beberapa alasan utama BI-Rate November bisa dipangkas. Mulai dari foreign outflow yang sudah melunak, yield SBN stabil, hingga dorongan konsumsi untuk kejar target pertumbuhan ekonomi pemerintah.
"Alasan utama, foreign outflow sudah melunak, inflow ekuitas kuat. Total outflow minggu lalu mengecil ke Rp3,8 triliun dibanding Rp4,6 triliun minggu sebelumnya. Rinciannya inflow ekuitas sebesar Rp3,9 triliun, namun masih terjadi outflow SBN sebesar Rp6,3 triliun dan outflow SRBI sebesar Rp1,4 triliun," kata Liza kepada media, Jakarta, Selasa (18/11).
Meskipun obligasi masih mencatat arus keluar, dia menilai bahwa masuknya dana besar ke pasar saham membuat tekanan terhadap rupiah berkurang dan risiko reversal menurun.
Alasan kedua adalah yield SBN stabil, sehingga BI punya ruang potong tanpa lonjakan risk premium. Yield 10 tahun bertahan sekitar 6,1%, tidak ada lonjakan tajam walau SBN masih outflow. Artinya, pasar obligasi sudah price-in risiko global dan tidak menuntut suku bunga lebih tinggi.
Ketiga, inflasi sangat rendah dan dalam target (2,5% ± 1%). Liza mengatakan, inflasi Oktober berada dekat 2,4–2,6%, memberi ruang longgar untuk easing.
Alasan keempat, pertumbuhan kredit melemah, sehingga ekonomi butuh stimulus moneter. Liza menegaskan, BI menurunkan outlook kredit 2025 menjadi 8–11%, dari sebelumnya 11–13%.
"Gubernur BI Perry Warjiyo menegaskan kenaikan permintaan kredit belum cukup kuat meskipun undisbursed loans naik ke 35%," jelas dia.
Kelima, The Fed mengakhiri quantitative tightening (QT), sehingga likuiditas global melonggar dan risiko emerging market (EM) menurun. Federal Reserve menyiapkan penghentian QT mulai 1 Desember 2025, artinya pembelian obligasi pemerintah AS akan meningkat kembali, sehingga likuiditas global naik.
"Ini mengurangi tekanan ke rupiah dan beri BI ruang pelonggaran," ungkap Liza.
Target Pertumbuhan Ekonomi
Keenam, dalam rangka mendukung likuiditas fiskal domestic, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengucurkan Rp200 triliun ke Himbara dan harus disalurkan cepat sebelum akhir tahun.
"Pemerintah menginjeksi Rp200 triliun likuiditas ke bank-bank Himbara untuk mendorong kredit konsumsi dan produktif pada kuartal IV/2025, terutama karena waktu tinggal satu bulan untuk menutup tahun 2025 dan penyerapan kredit harus naik supaya transmisi fiskal tidak gagal. Jika BI tidak memotong suku bunga, cost of fund tetap tinggi dan likuiditas ini tidak akan efektif terserap," tegas dia.
Ketujuh berupa dorongan konsumsi untuk kejar target pertumbuhan ekonomi pemerintah. Menkeu Purbaya menyatakan bahwa ekonomi Indonesia diperkirakan bisa tumbuh sekitar 5,7% pada akhir 2025 dan berpotensi mendekati 6% pada 2026. Adapun proyeksi kuartal IV/2025 berada di kisaran 5,6–5,7%, melampaui estimasi Bank Indonesia.
Namun target resmi pemerintah dalam dokumen kerja sebelumnya berada di 5,2% untuk 2025, sementara realisasi GDP kuartal III/2025 hanya sedikit di atas 5%.
"Dengan sisa waktu kuartal IV yang sangat pendek, penurunan suku bunga merupakan bagian dari usaha terakhir yang diperlukan untuk mendorong konsumsi dan penyerapan kredit agar pertumbuhan ekonomi bergerak lebih dekat ke sasaran pemerintah tahun ini," imbuhnya.
Terakhir, menurut Liza, window of opportunity terbuka sebelum volatilitas eksternal kembali naik. Dengan inflow saham yang solid, tekanan outflow yang mereda, rupiah yang stabil, yield SBN terjaga rendah, inflasi tetap dalam target, serta dorongan fiskal besar menjelang akhir tahun, kondisi saat ini menjadi salah satu jendela paling aman bagi BI di paruh kedua 2025 untuk kembali menurunkan suku bunga setelah jeda di RDG Oktober.