c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

30 September 2021

13:17 WIB

Kiara: Pembatasan Tangkap Ikan Harusnya Untuk Industri Besar

Nelayan tradisional menangkap ikan secara subsisten dengan jumlah yang dibatasi kapasitas kapal yang dimiliki

Editor: Fin Harini

Kiara: Pembatasan Tangkap Ikan Harusnya Untuk Industri Besar
Kiara: Pembatasan Tangkap Ikan Harusnya Untuk Industri Besar
Nelayan mencari ikan menggunakan jaring tradisional di Pantai Santen, Banyuwangi, Jawa Timur, Sabtu (20/3/2021). ANTARA FOTO/Budi Candra Setya

JAKARTA – Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) menyatakan kebijakan pembatasan penangkapan ikan seharusnya hanya berlaku untuk industri besar. Pasalnya, nelayan kecil umumnya menangkap dengan kapasitas terbatas dan sesuai dengan kebutuhan mereka sehari-hari.

"Kebijakan pembatasan penangkapan ikan ini, semestinya diarahkan hanya kepada industri perikanan skala besar saja," kata Sekjen Kiara Susan Herawati di Jakarta, Kamis (30/9), dikutip dari Antara.

Menurut Susan, selama ini industri skala besar yang bakal menangkap ikan dalam jumlah yang banyak untuk kepentingan industri dan perdagangan. Kepentingan inilah yang akan mendorong penangkapan ikan berlebih sehingga statusnya eksploitasi berlebih.

Hal itu, ujar dia, berbeda dengan nelayan tradisional dan atau nelayan skala kecil. Meskipun menjadi mayoritas dari pelaku perikanan nasional, tetapi mereka menangkap ikan secara subsisten. Jumlahnya dibatasi kapasitas kapal yang dimiliki.

"Kapal-kapal nelayan tradisional dan atau nelayan skala kecil itu tak mungkin menangkap ikan secara berlebih, karena ukuran kapal mereka yang tidak lebih dari 10 GT serta menggunakan alat tangkap ramah lingkungan," kata Susan.

Pemerintah berencana membatasi penangkapan ikan di perairan Indonesia dengan sistem kuota pada 2022. Hingga saat ini regulasi terkait hal tersebut masih dibahas.

Kiara mempertanyakan arah kebijakan pembatasan penangkapan ikan ini dan mengkhawatirkan rancangan peraturan menteri akan melanggengkan ketidakadilan. Serta, mendorong nelayan tradisional dan atau nelayan skala kecil berkompetisi dengan kapal-kapal besar di kawasan perairan Indonesia.

Kebijakan pembatasan penangkapan ikan yang didorong oleh KKP, ujar dia, akan mendorong eksploitasi sumber daya ikan oleh para pelaku perikanan skala besar, sekaligus menguntungkan industri perikanan skala besar karena memiliki kapal, alat tangkap ikan, serta pendanaan yang besar.

"Sementara itu, nelayan tradisional dan atau nelayan skala kecil tidak akan mendapatkan apa-apa dengan kebijakan baru ini karena sumber daya ikan telah dikeruk," ujar Susan.

Pada masa yang akan datang, jika kebijakan pembatasan penangkapan ikan ini diimplementasikan, katanya, hal yang patut dikhawatirkan adalah konflik antara nelayan tradisional atau skala kecil dengan berbagai pihak yang memiliki kepentingan terhadap sumber daya ikan di perairan Indonesia.

Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menyatakan pihaknya menyiapkan model regulasi yang mengatur tata cara penangkapan ikan di laut Indonesia. 

Mulai dari jumlahnya yang dibatasi dengan kuota, zona wilayah yang boleh dilakukan penangkapan, zona wilayah khusus untuk perkembangbiakan ikan secara alamiah, hingga aturan bagi pegiat hobi memancing yang menangkap ikan di perairan Indonesia.

Ia menginginkan hal tersebut sudah bisa berjalan mulai Januari 2022. Kebijakan penangkapan ikan secara terukur tersebut akan diterapkan pada Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) termasuk Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Awal tahun depan targetnya kebijakan tersebut sudah menjadi acuan pengelolaan subsektor perikanan tangkap di Indonesia.

Kebijakan strategis memiliki banyak tujuan, yakni pemerataan pertumbuhan ekonomi, peningkatan kesejahteraan nelayan dan para anak buah kapal (ABK), modernisasi subsektor perikanan tangkap dengan terciptanya pelabuhan yang bersih dan ramah wisatawan, hingga meningkatkan daya saing produk perikanan di pasar dunia.

Trenggono mengatakan, akan ada tiga zonasi penangkapan sesuai skema penangkapan terukur. Meliputi zonasi penangkapan untuk industri, zonasi penangkapan untuk nelayan lokal, dan zonasi untuk spawning ground sebagai upaya menjaga keberlanjutan populasi perikanan di Indonesia.    

Pada zonasi penangkapan diatur pula kuota ikan yang boleh ditangkap, yang terdiri dari penangkapan ikan untuk industri, nelayan tradisional dan kuota untuk hobi atau wisata. Dalam menentukan komposisi kuota, KKP berpegang pada hasil kajian Komnas Kajiskan, sehingga keputusan yang diambil berdasarkan saintifik.

Dengan adanya pembagian zonasi dan kuota, Trenggono memastikan kebijakan penangkapan menguntungkan semua pihak. Baik pelaku usaha skala besar, nelayan lokal, hingga pemerintah daerah. Sebab kebijakan ini mengatur pendaratan ikan tidak lagi berpusat di Pulau Jawa melainkan di pelabuhan-pelabuhan yang tidak jauh dari area penangkapan. 

Implementasi penangkapan ikan terukur akan disertai dengan pengawasan yang lebih ketat. Selain patroli oleh kapal-kapal dan pesawat Pengawas Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), KKP akan mengandalkan teknologi satelit. Setiap kapal penangkap ikan yang beroperasi di WPPNRI dan ZEE wilayah Indonesia harus dilengkapi dengan Automatic Identification System (AIS) dan Vessel Monitoring System (VMS).


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar