20 Maret 2023
18:43 WIB
Penulis: Sakti Wibawa
Editor: Fin Harini
JAKARTA – Kepala Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia Chaikal Nuryakin menilai membuat sebuah usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) on boarding atau masuk sistem online tak menjamin usaha tersebut naik kelas.
Diakui Chaikal, salah satu cara meningkatkan daya saing UMKM dengan cara on-boarding di marketplace. Namun, menurutnya, meskipun dengan adopsi dan literasi digital yang cukup tinggi, tak banyak pelaku UMKM yang bisa bertahan di platform online.
Berdasarkan temuan hasil studinya, digitalisasi dan digitisasi membutuhkan enabling factors seperti waktu, modal, infrastruktur, dan akses internet.
Meskipun rata-rata nilai indeks kemampuan digital, tingkat adopsi media dan teknologi digital, dan omset usaha, lebih tinggi pada pelaku UMKM yang mengikuti program pelatihan dan menerima bantuan paket data, namun perbedaan yang ada belum cukup signifikan untuk membuktikan adanya dampak nyata dari program pelatihan dan bantuan paket data.
“Saya rasa UMKM yang naik kelas hanya sedikit walaupun banyak sekali para pelaku UMKM di Indonesia,” paparnya di Jakarta, Senin (20/3).
Baca Juga: Mendag Pantau Penerapan Digitalisasi Pasar Rakyat
Ia menilai, proses on boarding saja tidak cukup mendorong UMKM untuk bertahan di platform online. Diperlukan beberapa faktor untuk meningkatkan usaha UMKM, yakni kredibilitas toko, kepercayaan konsumen, dan visibilitas toko.
Ia mengatakan, untuk membuat produk UMKM digemari oleh konsumen dalam negeri, produsen perlu meningkatkan kualitasnya.
"Cinta produk dalam negeri tidak cuma soal konsumen saja yang harus pakai produknya, tapi juga kualitas dari produsen harus ditingkatkan. Kalau yang namanya cinta kan harus berbalas, jadi konsumen pakai produknya, produsennya juga harus meningkatkan kualitasnya," kata Chaikal.
Riset Continuum Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menyebutkan bahwa 98,05% atau setara 12.784 toko di marketplace dipenuhi oleh usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), sedangkan 1,9% lainnya skala besar.
Namun demikian, sebagian besar UMKM yang bergerak di sektor perdagangan masih menjual produk-produk dari merek besar ataupun impor. Hanya 3,8% saja yang menjual produk buatan dalam negeri.
Dorong UMKM Kuasai Pasar
Berbagai tantangan akan dihadapi oleh para pelaku UMKM pada era digital sendiri. Untuk itu, Kementerian Perdagangan melakukan berbagai pelatihan untuk para pelaku UKM tersebut.
Sekretaris Badan Kebijakan Perdagangan (BKPerdag) Kementerian Perdagangan, Hari Widodo menyampaikan bahwa pemerintah memiliki target sebanyak 30 juta UMKM yang bisa masuk ekosistem digital pada 2024.
"Kemendag menyiapkan berbagai strategis peningkatan kualitas perdagangan digital, di antaranya pembinaan dan pendampingan, memfasilitasi sampai pencetakan fasilitator untuk meningkatkan edukasi terkait e-commerce," ujar Hari saat pembukaan "Gambir Trade Talk #9" di Jakarta, Senin, (20/3).
Baca Juga: Transformasi Digital Diklaim Menguntungkan Masyarakat Kelas Bawah
E-conomy SEA Report 2022 melaporkan, ekonomi digital Indonesia telah mencapai US$77 miliar atau setara Rp1.211 triliun, tumbuh 22% dibanding dengan tahun sebelumnya. Angka ini diproyeksikan akan mencapai US$130 miliar atau Rp2.045 triliun pada 2025.
Hari menyampaikan, pendorong utama pertumbuhan ekonomi digital Indonesia berasal dari lokapasar yang mencapai 76% pada 2022 yang diproyeksikan mampu menyumbang US$95 miliar pada 2025.
"Dengan jumlah yang sangat besar dan peran yang sangat penting, UMKM harus didukung agar mampu menguasai marketplace khususnya di dalam negeri secara berkelanjutan. Oleh karena itu, diperlukan masukan yang konstruktif untuk menyusun strategi dan kebijakan yang komprehensif dan kolaboratif baik dari pemerintah pusat, daerah, akademisi dan pelaku usaha lain," ujar Hari.