13 Februari 2025
15:22 WIB
Kementerian PKP Siapkan Daftar Hitam Pengembang Rumah Subsidi Nakal
Kementerian PKP juga mengaku sudah membuat surat kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), untuk melakukan audit terhadap pengembang rumah bersubsidi yang nakal
Kondisi rumah bersubsidi yang tidak layak huni di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. ANTARA/ Komunikasi Publik Kementerian PKP
JAKARTA- Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) siap membuat daftar hitam (blacklist) para pengembang rumah subsidi yang nakal. Upaya ini dilakukan supaya masyarakat menjadi waspada dan pihak perbankan tidak lagi menggunakan atau tertipu oleh pengembang nakal.
"Itulah tujuan kami memberikan ekspos seperti ini, selain menyampaikan kepada masyarakat bahwa para pengembang yang akan kami anggap kategori tidak layak lagi untuk bisa membangun perumahan bersubsidi, tentu kami akan membuat daftar hitam atau blacklist (pengembang nakal) supaya para pengembang nakal tersebut tidak lagi digunakan oleh perbankan karena hal ini sangat meresahkan," ujar Inspektur Jenderal Kementerian PKP Heri Jerman di Jakarta, Kamis (13/2).
Kementerian PKP juga mengaku sudah membuat surat kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), untuk melakukan audit terhadap pengembang rumah bersubsidi yang nakal.
"Tentu dengan adanya saya berkirim surat memohon kepada BPK, nanti akan diperoleh tata kelola yang seperti apa. Mulai dari dana ini dari Kementerian Keuangan ke BP Tapera kemudian ke perbankan, ini harus ada tata kelola siapa bertanggung jawab apa. Ini nanti akan jelas. Dengan adanya tata kelola yang baik, tentu kita akan bisa mewujudkan harapan pemerintah untuk bisa memberikan yang terbaik pada masyarakat," beber Heri Jerman.
Sebagai informasi, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir meminta PT Bank Tabungan Negara (Persero) atau BTN dan bank Himbara lainnya, untuk memasukkan pengembang (developer) perumahan dan notaris yang tidak bertanggung jawab ke dalam daftar hitam (blacklist).
Erick mengatakan, BUMN harus memastikan perlindungan terhadap konsumen yang mengambil kredit perumahan rakyat (KPR) agar tidak dirugikan. Untuk menyukseskan program 3 juta rumah yang dicanangkan oleh Presiden Prabowo Subianto, Erick menuturkan tata kelola perusahaan (corporate governence) juga harus diperbaiki.
Karena itulah, Erick Thohir meminta PT Bank Tabungan Negara (Persero) atau BTN dan bank HIMBARA lainnya, untuk memasukkan pengembang (developer) perumahan dan notaris yang tidak bertanggung jawab ke dalam daftar hitam (blacklist).
"Developer yang tidak bertanggung jawab, notaris yang tidak bertanggung jawab, saya sudah minta blacklist, BTN. Saya akan rapatkan dengan seluruh HIMBARA, untuk kita sharing data, memastikan tadi perlindungan kepada rakyat ini. Ini benar-benar kita bisa maksimalkan, jadi kalau perlu semua HIMBARA juga kita (minta) blacklist," ujar Erick dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa.
Lebih lanjut, ia mengapresiasi langkah yang diambil oleh BTN untuk menyelesaikan pemberian sertifikat rumah kepada nasabah KPR.
"Saya apresiasi untuk BTN yang melakukan perbaikan sistem, di mana memang kalau kita mau terus bertumbuh, apalagi 3 juta rumah ini program yang harus disukseskan, dan BTN itu juga mengayomi hampir 82 persen daripada perumahan yang di dorong," katanya.
Menyelesaikan Masalah
Sementara itu, Direktur Utama BTN Nixon LP Napitupulu mengatakan, terdapat 120 ribu rumah KPR yang belum memiliki sertifikat sejak 2015. BTN pun terus berkomitmen untuk menyelesaikan masalah tersebut, di mana pada 2019 telah tersertifikasi 80 ribu unit rumah.
BTN juga bekerja sama dengan Badan Pertanahan Nasional (BTN) agar proses pemberian sertifikat rumah bisa dipercepat.
"Sisa yang harus kami selesaikan sampai hari ini masih ada 38.144 sertifikat yang melibatkan masih 4.000 proyek rumah, dan kita harapkan di tahun ini bisa selesai kurang lebih 15.000, kami janji. Tahun depannya, 15.000 sehingga di tahun 2027 akhir sisa-sisa ini berkurang," ujar Nixon.
PT Bank Tabungan Negara (Persero) atau BTN menyebut ulah developer yang tidak bertanggung jawab atau "nakal" menyebabkan kerugian hingga Rp1 triliun terhadap konsumen atau nasabah peserta kredit perumahan rakyat (KPR).
"Dari yang 38 ribu ini, memang kita pernah hitung nilainya kurang lebih hampir Rp1 triliun ya," ujar Nixon.
Berdasarkan catatan BTN, dari 120 ribu rumah yang sertifikatnya bermasalah, telah terselesaikan kurang lebih 80 ribu rumah. Menurut Nixon, kasus dari developer ini berbeda-beda. Mulai dari tidak menyelesaikan pekerjaan, tidak memberikan sertifikat rumah, developer kabur, sengketa hukum, sertifikat ganda, hingga notaris yang bermasalah.
Untuk menyelesaikan permasalahan tersebut, lanjut Nixon, pihaknya membentuk satuan tugas atau task force di internal BTN yang bekerja sama dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Selain itu, BTN untuk membuat rating untuk para developer platinum, gold, silver hingga non-rating untuk mengklasifikasi mana yang bekerja dengan benar dan bermasalah.
"Nah, kita temukan, memang pada umumnya yang rating-rating jelek itulah yang punya pekerjaan sisa (tidak menyelesaikan kewajiban) seperti itu. Hari ini kami juga terus melakukan perbaikan dengan membentuk task force di internal BTN, bekerja sama dengan BTN untuk menyelesaikan program ini," kata Nixon.
Sarana Pengaduan
Sementara itu, Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) membuat sarana pengaduan untuk masyarakat dalam melaporkan masalah-masalah di sektor perumahan.
"Saya membuat sarana pengaduan terkait dengan masalah perumahan ini, dalam waktu dekat kita akan luncurkan," ujar Heri Jerman.
Dirinya akan memberikan nomor telepon untuk sarana pengaduan supaya lebih memudahkan bagi masyarakat dalam melaporkan. Heri Jerman juga mengingatkan pada masyarakat agar pengaduan yang dilaporkan harus disertai data dan fakta.
"Yang namanya pengaduan harus disertai data dan fakta, jangan sampai pengaduan tersebut bersifat fitnah," serunya.
Masyarakat juga bisa memanfaatkan layanan-layanan kanal pengaduan yang sudah disediakan pemerintah seperti SP4N-LAPOR dan layanan "Lapor Mas Wapres” untuk melaporkan masalah-masalah di sektor perumahan.
SP4N-LAPOR sendiri adalah layanan pengaduan dan aspirasi masyarakat secara daring yang terintegrasi secara nasional. SP4N-LAPOR merupakan singkatan dari Sistem Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik Nasional (SP4N) – Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online Rakyat (LAPOR!).
Irjen Kementerian PKP juga menyampaikan, pemerintah tetap fokus pada program penyediaan perumahan yaitu bagaimana masyarakat berpenghasilan rendah atau MBR bisa mempunyai hunian yang layak. Hal itu sudah difasilitasi oleh pemerintah melalui program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) yang sampai saat ini masih berlangsung.
Guna memastikan ketepatan target sasaran penerima KPR FLPP dan hasil pembangunan rumah bersubsidi yang ada, imbuhnya, Menteri bersama seluruh jajaran Eselon I selalu melakukan kunjungan langsung ke beberapa lokasi perumahan yang masuk kategori FLPP.
Ternyata, kondisi yang ditemukan sangat disayangkan karena banyak ditemui rumah yang dibangun tidak layak huni, hingga rumah tidak layak fungsi. Misalnya tanahnya tidak dipadatkan secara benar, sehingga begitu dipasang keramik banyak yang pecah-pecah.
Selain itu saluran sanitasi dan saluran pembuangan air juga tidak sempurna sehingga kalau banjir masih banyak menggenang. Begitu juga dengan kualitas terkait dengan struktur bangunan, di mana dirinya melihat secara langsung tembok-tembok banyak yang mengelupas dan kondisi lingkungan yang memprihatinkan.
"Saya juga minta secara tegas pada pengembang nakal yang membangun rumah tidak layak huni itu untuk tidak berhak lagi mendapatkan FLPP dari pemerintah," kata Heri Jerman.
Lebih lanjut, dirinya menambahkan sesuai arahan Menteri PKP pihaknya akan terus melaksanakan fungsi pengawasan dengan baik untuk memastikan Program 3 Juta Rumah berjalan dengan baik di lapangan. Pihaknya juga mengapresiasi banyak pengembang yang masih baik yang benar-benar memperhatikan kualitas bangunan rumah serta punya komitmen dan rasa tanggung jawab untuk bisa memberikan yang terbaik untuk bangsa dan negara ini.