c

Selamat

Senin, 17 November 2025

EKONOMI

19 Oktober 2022

20:53 WIB

Kementerian ESDM Ungkap Alasan Rencana Pelarangan Ekspor Timah

Diakui pemerintah, terdapat pekerjaan rumah yang harus diselesaikan agar pelarangan ekspor timah mencapai hasil sesuai target.

Editor: Fin Harini

Kementerian ESDM Ungkap Alasan Rencana Pelarangan Ekspor Timah
Kementerian ESDM Ungkap Alasan Rencana Pelarangan Ekspor Timah
Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin dalam acara Indonesia Tin Conference 2022 di Jakarta, Rabu (19/10/2022). ANTARA/Ade Irma Junida

JAKARTA - Kementerian ESDM mengungkapkan sejumlah alasan di balik rencana pelarangan ekspor timah yang belakangan menjadi perdebatan, mulai dari serapan yang rendah hingga potensi penyerapan tenaga kerja yang besar.

Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian ESDM Ridwan Djamaluddin dalam Indonesia Tin Conference 2022 di Jakarta, Rabu (19/10), dilansir dari Antara, mengungkapkan larangan ekspor dilakukan lantaran serapan hilirisasi balok timah (tin ingot) masih sangat rendah, yakni sebesar 5%.

"Dari sekian banyak produk, hanya kurang lebih 5% yang lebih hilir dari tin ingot yang dikelola di dalam negeri. Ini PR paling besar ketika pelarangan ekspor tin ingot terjadi," katanya.

Diakui Ridwan, serapan balok timah di hilir masih belum optimal. Ia khawatir industri dalam negeri tidak mampu menampung pasokan tin ingot begitu larangan ekspor terbit.

Ia menyebut dari data yang dihimpun, memang belum banyak industri hilir yang bisa menyerap tin ingot hasil hilirisasi. Di sisi lain, industri hilir seperti otomotif dan elektronik yang sudah ada pun memiliki jaringan rantai pasok sendiri.

"Ketika hilirisasi ini nanti jadi kewajiban, bagaimana kita menyiapkan diri, misalnya, jangan sampai kita bisa buat tapi tidak bisa jual," katanya.

Untuk mengantisipasi, lanjutnya, pemerintah tengah menyiapkan data kondisi saat ini dan waktu yang diperlukan untuk menciptakan ekosistem hilirisasi di dalam negeri.

Pemerintah bahkan telah mengundang ahli pembangunan hingga asosiasi profesi untuk mengkaji kebutuhan investasi, lokasi dan durasi pembangunan, hingga investor potensial terkait pembangunan smelter dan industri hilir tin ingot.

Di sisi lain, Penjabat (Pj) Gubernur Kepulauan Bangka Belitung itu mengungkapkan meski tin ingot sudah cukup hilir, namun smelter PT Timah yang mengolah bijih timah telah berusia sekitar 50 tahun sehingga perlu dilakukan upaya transformasi lebih lanjut.

"Setahu saya, smelter PT Timah itu dibangun tahun 1971, artinya 50 tahun lalu, pantas-pantas saja kalau pimpinan pemerintah mengatakan masak 50 tahun gitu-gitu saja? Harus ada langkah maju yang dilakukan," katanya.

Ridwan juga mengatakan pelarangan ekspor dilakukan sebagai wujud UU Nomor 4 Tahun 2009 dan UU Nomor 3 Tahun 2020 yang mengamanatkan hilirisasi.

"Kita juga perlu mempertimbangkan dampak penyerapan tenaga kerja. Kita perlu lapangan kerja yang banyak. Arahan ini untuk menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat," katanya.

Ridwan pun mengimbau pelaku usaha di industri timah bisa memberikan masukan konstruktif kepada pemerintah. Ia juga meminta pengusaha menyiapkan diri, termasuk berkonsorsium membangun industri yang lebih hilir.

"Kemudian, yang menurut kami paling tidak saat ini, adalah penetrasi pasar. Timah kita sudah (diekspor) ke 26 negara. Kalau kita ekspor ingot-nya, apa yang mereka lakukan dengan ingot kita? Bisakah nanti ketika kita sudah produksi tin solder, tin chemicals, siapa yang mau beli produk kita. Bapak ibu pelaku industri ini bantu pemerintah supaya jangan sampai kita bisa buat, tidak bisa jual," katanya.

Audit
Dalam kesempatan itu, Ridwan menyampaikan audit yang dilakukan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) itu dilakukan dengan semangat mendorong praktik pertambangan timah yang baik (good mining practices). Diharapkan audit tata kelola dan tata niaga timah, yang saat ini sedang dilakukan bisa menjaga nama naik industri pertambangan Indonesia.

"Pemerintah saat ini sudah menugaskan BPKP untuk melakukan audit dengan tujuan tertentu, terhadap tata niaga dan tata kelola industri timah ini. Tujuannya, meluruskan yang tidak lurus ini. Dampaknya, kalau melihat semangat responsible mining itu juga salah satu yang kita sikapi. Jangan sampai dunia menuduh industri pertambangan timah Indonesia tidak bertanggung jawab," katanya.

Ridwan menegaskan audit yang dilakukan sejalan dengan komitmen Indonesia dalam mengikuti regulasi tata kelola pertambangan timah yang baik.

"Kita ikut itu, tidak ikut siapa-siapa. Kita punya timah, kita atur timah kita namun semangat globalnya, soal legal, kerusakan lingkungan, tentu harus kita lakukan sama-sama," imbuhnya.

Audit juga dilakukan lantaran saat ini tengah marak pertambangan timah ilegal atau pertambangan timah tanpa izin di Babel.

Pemerintah setempat telah meminta masyarakat untuk berhenti melakukan pertambangan tanpa izin karena berbahaya lantaran tidak ada SOP dan praktik pertambangan yang baik. Selain itu, pertambangan ilegal juga merusak lingkungan dan tidak ada yang bertanggung jawab terhadap kondisi pasca tambangnya.

"Itu sudah saya sampaikan kepada masyarakat Babel untuk tidak melakukan kegiatan pertambangan timah secara ilegal," katanya.

Di sisi lain, pemerintah juga tengah mengupayakan agar pertambangan timah ilegal yang dilakukan masyarakat bisa berubah menjadi legal. Caranya yaitu dengan memberlakukan izin pertambangan rakyat.

"Jadi tidak diputihkan. Yang ilegal tidak boleh. Kalau mau legal, caranya itu pertama, kita buka ruang izin pertambangan rakyat. Itu ada regulasinya jelas, harus ada badan usaha, harus melakukan iuran pertambangan rakyat. Jadi ada porsi negaranya," katanya.

Selain itu, Ridwan mengatakan pemerintah juga mendorong perusahaan-perusahaan untuk memperluas izin usaha pertambangan (IUP) mereka supaya kegiatan yang tadinya ilegal jadi legal di IUP. Dengan demikian, ada pihak yang bertanggung jawab dan regulasi bisa diterapkan.

"Misalnya PT Timah punya IUP seluas kotak ini, ketika di luar kotak ini masih ada potensi timah, itu biasanya diambil oleh penambang timah ilegal. Sekarang kita buat supaya praktiknya sebuah IUP kita perbesar saja, kita kasih yang tadi ilegal jadi legal. Kita mencari jalan keluar agar masyarakat yang hidupnya tergantung dari pertambangan timah itu masih tetap punya kesempatan," kata Ridwan.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar