06 April 2024
16:52 WIB
Kementan Tepis Tuduhan Ombudsman Soal Maladministrasi RIPH Bawang Putih
Kementerian Pertanian menegaskan tidak ada maladministrasi dalam penerbitan RIPH impor bawang putih. Kementan juga mengklaim jika pihaknya telah mengevaluasi pengajuan RIPH sebelum ada teguran.
Penulis: Erlinda Puspita
Pedagang menyortir bawang putih di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta, Kamis (1/10/2020). Antara Foto/Indrianto Eko Suwarso
JAKARTA - Kepala Biro Humas dan Informasi Publik, Kementerian Pertanian (Kementan) Kuntoro Boga Andri menampik pernyataan Ombudsman yang menyebut adanya dugaan maladministrasi dalam layanan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) bawang putih di Direktorat Jenderal Hortikultura Kementan.
"Tidak pernah ada keinginan dari Kementan untuk mempersulit izin impor melalui RIPH," tegas Kuntoro dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (6/4).
Menurut Kuntoro, Kementan menjamin pemberian RIPH pada 2024 hanya akan sesuai dengan kuota yang telah ditetapkan melalui rapat koordinasi terbatas (rakortas), yakni sebanyak 650 ribu ton bawang putih. Sedangkan RIPH yang diterbitkan pada 2023 ia akui memang melebihi kesepakatan, sehingga telah dilakukan evaluasi. Pada 2023 lalu, RIPH yang dikeluarkan Kementan sebanyak 1,2 juta ton bawang putih, padahal kesepakatan impor hanya sebanyak 550 ribu ton.
Kata Kuntoro, pemberian RIPH dilakukan dengan memperhatikan kondisi pasokan dalam negeri, terutama saat panen raya. Jika panen raya tengah berlangsung, menurutnya, perizinan impor akan dibatasi agar tidak mengganggu harga pembelian komoditas petani dalam negeri.
"Kewajiban tanam 5% dari total kuota RIPH merupakan amanat dari Peraturan Menteri Pertanian Nomor 46 Tahun 2019 tentang Pengembangan Komoditas Hortikultura Strategis. Ketentuan wajib tanam merupakan sebuah niat baik untuk meningkatkan produksi bawang putih dalam negeri, dan apabila terjadi pelaksanaannya belum maksimal atau mrnyimpang, maka wajib diawasi bersama, termasuk koordinasi dengan Ombudsman dan Aparat Penegak Hukum (APH)," jelas Kuntoro.
Berkaitan dengan ketentuan wajib tanam, Kuntoro mengatakan jika ketentuan tersebut tidak perlu dihapuskan, melainkan hanya perlu prningkatan pengawasan.
"Hingga saat ini memang Kementan mendata sebanyak 50% dari sekitar 400 perusahaan yang mendapat RIPH tidak menjalankan kewajiban banyak tanam," tutur dia.
Dia juga menegaskan jika Kementan sudah melakukan perbaikan layanan sistem RIPH Online dengan mengedepankan prinsip transparansi dan akuntabilitas. Adapun layanan online yang ada saat ini, dilakukan oleh petugas dengan sistem buka tutup. Tujuannya, agar memprioritaskan pada pendaftar yang telah masuk lebih dulu agar diselesaikan prosesnya.
Tak hanya itu, Kuntoro juga mengklaim jika Ditjen Hortikultura akan mrngurangi penundaan berlarut pemrosesan permohonan RIPH yang kewajibannya sudah lengkap dan layanan tidak melebihi baku mutu waktu serta ketentuan.
Sebelumnya, Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika menyatakan terdapat maladministrasi pada RIPH bawang putih. Maladministrasi tersebut adanya pengabaian kewajiban hukum, tidak kompeten, dan melampaui wewenang. Hal tersebut tercantum dalam Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) Investigasi Atas Prakarsa Sendiri (IAPS) Ombudsman RI terkait RIPH bawang putih.
Yeka menjelaskan, maladministrasi pengabaian kewajiban hukum oleh pihak terlapor dalam pelaksanaan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 39 Tahun 2019 jo Peraturan Menteri Pertanian Nomor 2 Tahun 2020 tentang Rekomendasi Impor Produk Hortikultura.
"Sehingga menyebabkan tindakan penundaan berlarut, diskriminasi, penyimpangan prosedur, dan tidak kompeten dalam pelaksanaan pelayanan RIPH Bawang Putih," ujar Yeka dalam keterangan resminya.