19 April 2025
17:03 WIB
Kementan Tegaskan Luas Cetak Sawah Hanya Separuh Dari Optimalisasi Lahan
Plt. Dirjen Lahan dan Irigasi Pertanian Kementan, Husnain menyatakan cetak sawah dan optimalisasi lahan sawah eksisting memang harus dilakukan Indonesia.
Penulis: Erlinda Puspita
Petani milenial membajak sawah untuk ditanami padi di lumbung pangan (food estate), Kecamatan Dadahup, Kapuas, Kalimantan Tengah, Jumat (27/9/2024). ANTARA FOTO/Auliya Rahman
JAKARTA - Plt. Direktur Jenderal Lahan dan Irigasi Pertanian, Kementerian Pertanian (Kementan) Husnain menyatakan luas optimasi lahan (oplah) sawah eksisting atau yang sudah ada saat ini hampir dua kali lipat dari luasan lahan cetak sawah. Ini menurutnya menjadi bukti sanggahan atas tudingan pemerintahan Prabowo lebih mengutamakan cetak sawah dibandingkan optimasi sawah eksisting.
Menurut Husnain, kedua cara tersebut seharusnya bisa berjalan beriringan. Namun, ia menilai, terdapat perdebatan publik soal mana yang lebih prioritas, antara cetak sawah baru dan optimasi sawah eksisting. Perdebatan ini terus terjadi berulangkali, dan cenderung direproduksi tanpa henti.
"Isu yang beredar di luaran yang menyebutkan Pemerintah Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka lebih mengutamakan cetak sawah dibanding optimasi sawah eksisting tidak benar, bahkan cenderung menyesatkan dan bernuansa politis. Fakta yang benar adalah kedua jalur tersebut ditempuh beriringan karena memang seyogyanya demikian," tegas Husnain, dikutip dari Antaranews, Sabtu (19/4).
Ia menilai, masyarakat seperti digiring bahwa cetak sawah adalah tabu bagi pemerintah karena bukti yang ditunjukkan hanya kegagalan demi kegagalan di setiap rezim.
"Bagi kalangan yang berkecimpung di dunia pertanian, baik mahasiswa, praktisi, peneliti, dan pengambil kebijakan, sebetulnya upaya memenuhi kebutuhan pangan dengan cetak sawah baru atau optimasi sawah eksisting bukanlah dua kutub yang harus saling berhadap-hadapan. Keduanya merupakan dua jalur (dual track) yang tidak dapat dihindari untuk ditempuh bersamaan, seperti layaknya rel kereta yang berpasangan," imbuh dia.
Husnain memerinci optimasi sawah eksisting (intensifikasi) saat ini mencapai dua kali lipat dibandingkan cetak sawah (ekstensifikasi). Adapun intensifikasi di tahun ini ditargetkan mencapai luasan lahan 500 ribu ha. Intensifikasi ini dilakukan dengan meningkatkan indeks pertanaman dari sekali setahun menjadi dua kali setahun hingga tiga kali setahun.
Kegiatan optimasi sawah atau intensifikasi dilakukan di 20 provinsi. Sementara anggaran konstruksi oplah 2025 yang sudah tersedia untuk eksekusi seluas 288 ribu ha. Realisasi kontrak Survei Investigasi Desain (SID) oplah sudah mencapai sekitar 180 ribu ha atau 44,1%.
Realisasi luasan oplah ini terus dipercepat sehingga diharapkan akhir April 2025 bisa selesai.
"Beberapa upaya percepatan oplah pun dilakukan. Bagi daerah yang sudah memiliki SID agar dilakukan percepatan kontrak konstruksi dan penyelesaian konstruksi," sambungnya.
Sementara untuk cetak sawah, Husnain menyampaikan, berdasarkan data FAO tahun 2022, luas lahan pangan Indonesia sebesar 0,2 hektare (ha) per kapita. Dari luas lahan pangan tersebut, luas sawah di Indonesia hanya sekitar 0,026 hingga 0,031 ha per kapita.
Mengutip data ATR/BPN, sambung Husnain, setidaknya luas baku sawah Indonesia di tahun 2024 menurun 79 ribu ha selama lima tahun ke belakang. Penurunan tersebut terjadi dari 7,46 juta ha pada 2019 menjadi 7,38 juta ha di 2024.
Karena itu, cetak sawah masih diperlukan, Adapun pihaknya melalui Direktorat Penyediaan Lahan menjadi dirigen cetak sawah atau ekstensifikasi seluas 225 ribu ha yang tersebar di 20 provinsi di Papua, Kalimantan, Nusa Tenggara, dan Sumatra.
"Saat ini kegiatan cetak sawah terus berprogres dengan target konstruksi cetak sawah yang siap eksekusi seluas 162 ribu ha, dengan target terbesar yaitu 85 ribu ha," tutur Husnain.
Berbagai strategi dan upaya percepatan cetak sawah yang dilakukan, kata Husnain, meliputi percepatan kontrak konstruksi dan penyelesaian konstruksi di Kalimantan Tengah, percepatan pelaksanaan SID yang dilanjutkan dengan kontrak konstruksi masing-masing seluas 15 ribu ha di Kalimantan Selatan (Kalses), 5 ribu ha di Sumatra Selatan (Sumsel) dan 5 ribu ha di Merauke, serta percepatan calon petani dan calon lokasi (CPCL) SID yang bebas dan bersih (clean and clear) untuk 200 ribu ha SID.
"Cetak sawah baru dilakukan untuk mengganti sawah yang menciut karena konversi lahan...Optimasi lahan dilakukan untuk meningkatkan produktivitas lahan eksisting yang ada agar tidak mudazir. Dua jalur tersebut wajib ditempuh untuk memberi pangan penduduk Indonesia saat ini dan masa depan," tandasnya.