13 Februari 2025
20:21 WIB
Kemenperin Sebut Furnitur Berbahan Baku Ramah Lingkungan Jadi Tren Baru
Bahan baku seperti kayu, rotan dan bambu menjadi produk yang lebih banyak dicari oleh masyarakat di kota-kota besar dunia. Begitu juga dengan material furnitur yang dapat didaur ulang
Pekerja memproduksi kursi berbahan rotan di kawasan Grogol, Jakarta, Minggu (29/11/2020). Antara Foto/ Aprillio Akbar
JAKARTA - Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyebutkan furnitur berbahan baku ramah lingkungan dan berkelanjutan, akan menjadi tren dunia di masa depan. Direktur Industri Hasil Hutan dan Perkebunan Kemenperin Krisna Septiningrum mengatakan, kepedulian masyarakat global terhadap masalah lingkungan semakin meningkat. Oleh karenanya, produk-produk dengan bahan baku ramah lingkungan, termasuk furnitur memiliki nilai yang lebih tinggi.
"Sekarang trennya adalah permintaan produk yang ramah lingkungan," ujar Direktur Industri Hasil Hutan dan Perkebunan Kemenperin Krisna Septiningrum di Jakarta, Kamis (13/2).
Pada kesempatan yang sama, Analis Kebijakan Direktorat Industri Hasil Hutan dan Perkebunan Direktorat Jenderal Industri Agro Kemenperin Yulis Anggunita Kurniasih mengatakan, konsumen di Eropa dan Amerika memiliki minat yang lebih tinggi terhadap produk-produk ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Bahan baku seperti kayu, rotan dan bambu menjadi produk yang lebih banyak dicari oleh masyarakat di kota-kota besar dunia. Selain itu, penggunaan material furnitur yang dapat didaur ulang juga menjadi salah satu tren di masa depan.
"Kami menanggapi tren ramah lingkungan, environmental awareness semakin meningkat, terutama konsumen-konsumen di Eropa dan Amerika. Jadi mereka lebih memilih furnitur yang ramah lingkungan, sustainable," kata Yulis.
Tak hanya yang berbahan ramah lingkungan, lanjut Yulis, model furnitur yang lebih modular dan dapat disesuaikan dengan kebutuhan atau customized, juga menjadi pilihan dari konsumen muda.
Kemenperin mencatat, industri furnitur Indonesia mampu menyerap tenaga kerja langsung sebanyak 827.170 orang pada 2024 dan berkontribusi terhadap produk domestik bruto (PDB) di sektor pengolahan non-migas sebesar 1,2%.
Total nilai investasi dari sektor ini mencapai Rp4,2 triliun pada 2023. Di tahun yang sama, ekspor industri furnitur tercatat sebesar US$1,85 miliar, turun 25% dari 2022 yang senilai US$2,47 miliar. Dari sisi impor, tren furnitur mengalami kenaikan dalam beberapa tahun terakhir yakni US$0,72 miliar pada 2023 dan US$0,70 miliar pada 2022.
Pasca Pandemi
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) sendiri menyebutkan, peralihan masa pandemi covid-19 ke kondisi pascapandemi membawa perubahan pada kinerja ekspor kayu olahan dan furnitur Indonesia. Krisna Septiningrum mengatakanl terjadi penurunan kinerja ekspor dari tahun ke tahun yang terjadi pada komoditas kayu olahan dan furnitur.
"Jadi memang ada shifting yang cukup signifikan. Ini sebetulnya ada perubahan karena pada masa pandemi COVID, orang-orang senang mengulik-ngulik rumahnya, ini terkait dengan kayu, furnitur," ujar Krisna.
Berdasarkan data Kemenperin, ekspor industri kayu olahan tercatat sebesar US$3,99 miliar pada 2023. Angka ini menurun 14% dari tahun 2022 yang senilai US$4,66 miliar, pada 2021 US$4,93 miliar dan di 2020 tercatat mencapai US$3,79 miliar.
Kondisi pandemi covid-19, menciptakan fenomena baru yakni mengganti meja, kursi dan perabot rumah tangga lainnya. Hal ini menjadikan kinerja ekspor kayu olahan dan furnitur Indonesia naik signifikan pada 2021.
"Memang di sini terlihat shifting yang cukup signifikan. Tapi kalau melihat yang 2022-2023, itu sebetulnya sudah mulai kembali lagi seperti data di 2018 sampai 2020," kata Krisna.
Dia menyampaikan negara tujuan ekspor terbesar kayu olahan Indonesia adalah China, Kanada, Jerman dan Amerika Serikat. Sedangkan untuk furnitur, negara tujuannya adalah China, Vietnam, Jerman dan Italia.
Lebih lanjut, dia menyebutkan Indonesia memiliki peluang yang cukup besar untuk meningkatkan nilai ekspor di bidang kayu olahan dan furnitur. Menurut dia, saat ini pertumbuhan sektor properti di pasar non-tradisional seperti India dan Timur Tengah membuka peluang untuk ekspor furnitur.
Selain itu, Indonesia juga bisa mengisi pasar kayu olahan dan furnitur dengan bahan ramah lingkungan.
"Sekarang trennya adalah permintaan produk yang ramah lingkungan dan kita juga melihat dari sisi investasi juga saat ini semakin tumbuh," tandasnya.