c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

26 Oktober 2022

10:40 WIB

Kemenperin Jamin Industri Farmasi Uji Bahan Baku Obat Bermutu

Kepala negara meminta pengawasan produksi obat secara saksama, khususnya terkait dengan kejadian cemaran Etilen glikol (EG) dan Dietilen glikol (DEG) yang melebihi ambang batas pada obat sirup.

Penulis: Khairul Kahfi

Editor: Dian Kusumo Hapsari

Kemenperin Jamin Industri Farmasi Uji Bahan Baku Obat Bermutu
Kemenperin Jamin Industri Farmasi Uji Bahan Baku Obat Bermutu
Ilustrasi obat-obatan. Sumber: Shutterstock/Lunatta

JAKARTA - Kementerian Perindustrian mendorong industri farmasi untuk selalu mendukung kesehatan masyarakat dengan menyediakan produk-produk obat yang aman, berkhasiat, dan bermutu. 

Kepala negara meminta pengawasan produksi obat secara saksama, khususnya terkait dengan kejadian cemaran Etilen glikol (EG) dan Dietilen glikol (DEG) yang melebihi ambang batas pada obat sirup.

Menindaklanjuti arahan itu, Kemenperin bekerja sama dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Kementerian Kesehatan, dan seluruh industri farmasi untuk bersama-sama memastikan mutu berlaku atas seluruh produk. Mulai dari bahan baku hingga produk jadi, sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menegaskan, Kemenperin terus mengimbau industri farmasi untuk menggunakan bahan baku yang sesuai dengan regulasi. Serta melakukan monitoring dan evaluasi secara berkala, baik bersama-sama dengan Badan POM maupun pengujian secara independen. 

“Sehingga produk yang didistribusikan, mutu dan kualitasnya terjamin dan aman untuk dikonsumsi oleh masyarakat,” katanya dalam pernyataan pers, Jakarta, Rabu (26/10).

Untuk memastikan keamanan produk obat-obatan, Kemenperin meminta perusahaan untuk melakukan uji laboratorium terhadap parameter kritis. Seperti persyaratan cemaran pada bahan baku obat yang digunakan, sesuai dengan farmakope Indonesia (buku standar obat) atau standar mutu lainnya yang berlaku. 

Lebih lanjut, pihaknya juga turut memastikan perusahaan mengimplementasikan sistem manajemen kualitas di industri farmasi berjalan semestinya. Guna menjamin produk yang dihasilkan memenuhi syarat quality, safety dan efficacy sesuai dengan regulasi yang berlaku.

“Hal ini bertujuan untuk mengeksplorasi seluruh faktor risiko penyebab gagal ginjal, baik dari sumber obat-obatan maupun potensi penyebab lainnya,” sebutnya.

Hingga saat ini, Kemenperin telah melakukan koordinasi secara langsung dengan mengunjungi beberapa fasilitas produksi industri farmasi. 

Untuk memastikan bahwa fasilitas produksi yang dimiliki oleh perusahaan industri telah memenuhi persyaratan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB), serta produknya terdaftar dan memiliki Nomor Izin Edar (NIE). 

“Pengecekan ke fasilitas produksi dilakukan untuk memastikan, bahwa industri tidak menggunakan EG dan DEG sebagai bahan baku tambahan dalam sirop obat,” ujar Plt Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil Kemenperin Ignatius Warsito.

Sementara itu, Kemenperin memastikan bahwa industri menghentikan proses produksi, distribusi dan recall terhadap seluruh batch produk, yang berdasarkan hasil pengujian diduga mengandung cemaran EG/DEG di atas ambang batas. 

“Industri telah melakukan karantina terhadap seluruh produk sirop obat maupun bahan baku PEG, PG, sorbitol, dan gliserin/gliserol yang ada di gudang pada fasilitas produksi,” imbuh Ignatius.

Kemenperin juga memastikan, bahwa industri memiliki tim khusus yang menangani laporan/keluhan pelanggan terhadap produknya. Serta melakukan farmakovigilans atau aktivitas deteksi, asesmen, pencegahan, pemahaman terkait efek samping obat, untuk memantau efek samping dari obat yang diproduksi.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menggelar rapat internal terkait perkembangan kasus obat penyebab gagal ginjal dengan sejumlah menteri Kabinet Indonesia Maju. 

Dalam rapat tersebut, kepala negara memberikan sejumlah arahan kepada jajarannya, salah satunya untuk mengutamakan keselamatan masyarakat.

“Jangan menganggap ini masalah kecil. Ini adalah masalah besar,” ujarnya, Senin (24/10).

Presiden juga sudah memberikan instruksi kepada Menteri Kesehatan untuk menghentikan sementara peredaran obat yang diduga menjadi penyebab kasus gagal ginjal. Kebijakan tersebut diambil pemerintah, sambil menunggu hasil investigasi yang dilakukan BPOM.

“Lakukan ini secara terbuka, transparan, tapi juga hati-hati dan objektif,” ucapnya.

Selain itu, presiden juga meminta BPOM untuk menarik dan menghentikan peredaran obat sirup yang secara eviden terbukti mengandung bahan obat penyebab gangguan ginjal. 

Menurutnya, akan lebih baik jika publik mengetahui informasi mengenai nama produk obat tersebut.

Arahan lainnya, presiden meminta Kemenkes untuk melakukan eksplorasi terhadap seluruh faktor risiko penyebab kasus gagal ginjal, baik dari sumber obat-obatan maupun potensi penyebab lainnya. Karena itu kepastiannya harus dilakukan lewat uji klinis.

“Laboratorium seluler pada organ ginjal yang terdampak juga betul-betul dilihat, sehingga kita bisa memastikan apa yang menjadi penyebab dari gagal ginjal terutama pada anak,” ujarnya.

Terakhir, presiden menginstruksikan jajarannya untuk menyiapkan pelayanan kesehatan termasuk pengadaan obat-obatan yang dapat mengatasi dan menangani masalah gagal ginjal di Tanah Air.

“Saya minta diberikan pengobatan gratis kepada pasien-pasien yang dirawat. Saya kira ini penting sekali,” tandasnya. 

156 Obat Sirop Boleh Diresepkan
Tenaga kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) dapat meresepkan 156 obat dengan sediaan cair/sirop. Hal ini tertuang dalam Surat Plt Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kemenkes Nomor HK.02.02/III/3515/2022 tentang Petunjuk Penggunaan Obat Sediaan Cair/Sirup pada Anak dalam rangka Pencegahan Peningkatan Kasus Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA)/(Atypical Progressive Acute Kidney Injury) yang dikeluarkan pada 24 Oktober 2022.

Juru Bicara Kemenkes M Syahril mengatakan, obat ini dipastikan tidak menggunakan propilen glikol, polietilen glikol, sorbitol, dan/atau gliserin/gliserol. Obat ini juga Kemenkes klaim aman, sepanjang digunakan sesuai aturan pakai. 

“Jenis obat yang boleh digunakan sesuai dengan rekomendasi BPOM,” kata Syahril, Selasa (25/10).

Daftar 156 obat tersebut terdapat dalam lampiran 1 Surat Kepala BPOM Nomor HM.01.1.2.10.22.172 (133 daftar nama produk); dan lampiran 2A Surat Kepala BPOM Nomor HM.01.1.2.10.22.173 (23 daftar nama produk).

Selain itu, Kemenkes juga menyatakan tenaga kesehatan dapat meresepkan atau memberikan 12 jenis obat yang sulit digantikan dengan sediaan lain, sampai didapatkan hasil pengujian dan diumumkan oleh BPOM.

“12 merek obat yang mengandung zat aktif asam valproat, sildenafil, dan kloralhidrat dapat digunakan, tentunya pemanfaatannya harus melalui monitoring terapi oleh tenaga kesehatan,” kata Syahril.

Apotek dan toko obat dapat menjual bebas dan/atau bebas terbatas kepada masyarakat 156 dan 12 obat tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kemenkes meminta dinas kesehatan provinsi, dinas kesehatan kabupaten/kota, dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan harus melakukan pengawasan sekaligus memberikan edukasi kepada masyarakat, terkait dengan penggunaan obat sirup sesuai dengan kewenangan masing-masing.

”Kementerian kesehatan RI akan mengeluarkan surat pemberitahuan kembali setelah diperoleh hasil pengujian Badan POM RI atas jenis obat obatan sirup lainnya,” tambahnya. 


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar