c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

11 Desember 2023

20:11 WIB

Kemenko Perekonomian: Gap Literasi dan Inklusi Keuangan Masih Tinggi

Mendekati akhir 2023, gap antara literasi dan inklusi keuangan di Indonesia dinilai masih tinggi.

Penulis: Nuzulia Nur Rahma

Kemenko Perekonomian: Gap Literasi dan Inklusi Keuangan Masih Tinggi
Kemenko Perekonomian: Gap Literasi dan Inklusi Keuangan Masih Tinggi
Asisten Deputi Keuangan Inklusif dan Keuangan Syariah, Kementerian Koordinasi Bidang Perekonomian, Erdiriyo dalam Fintech Talk bersama MSC. Validnews/Nuzulia Nur Rahma

JAKARTA - Mendekati akhir 2023, gap antara literasi dan inklusi keuangan di Indonesia dinilai masih tinggi. Hal ini dikatakan Asisten Deputi Keuangan Inklusif dan Keuangan Syariah Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Erdiriyo. 

"Ada gap yang kita lihat di sini antara literasi dan inklusi. Kita tahu literasi itu terdiri dari tiga aspek ada knowledge, attitude dan juga habit. Nah ke depan kita perlu kejar tingkat literasi ini yang memang baru 50% dibandingkan dengan tingkat keuangan inklusifnya," kata dia dalam acara Fintech Talk bersama MSC, Senin (11/12).

Untuk itu pihaknya menyatakan perlunya kolaborasi yang intens untuk mendorong inklusi keuangan di Indonesia lewat edukasi dan sosialisasi. 

Dia mengatakan terdapat beberapa kelompok masyarakat yang menjadi sasaran inklusi dan literasi keuangan, di antaranya pelaku usaha, penyandang disabilitas, masyarakat daerah 3T (Terdepan, Terluar dan Tertinggal) serta murid santri/ pelajar.

Pihaknya melihat ada gap inklusi keuangan di daerah-daerah pedesaan baik itu di Jawa, maupun di luar Jawa. Antara lain dilihat dari tingkat inklusi ada Sulawesi barat, Lampung dan Papua, lalu jika dilihat dari tingkat literasinya itu ada daerah Bengkulu, Sulawesi Tenggara dan Kalimantan Tengah.

"Kalau Jakarta memang cukup tinggi ya (inklusi dan literasi). Saya kira wajar tapi ada beberapa daerah yang tertinggal baik dari tingkat literasi maupun tingkat inklusi. Ini mungkin perlu menjadi perhatian kita bersama supaya bisa kita dorong, jangan sampai terlalu jauh tertinggal," tegasnya.

Berdasarkan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2022 yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan, tingkat inklusi keuangan di Indonesia telah mencapai 85,10%. 

Capaian ini meningkat 8,91 poin persentase jika dibandingkan dengan survei yang sama pada tahun 2019 (76,19%), dan mengalami peningkatan sebesar 1,5 poin persentase jika dibandingkan tingkat penggunaan akun pada tahun 2021 yang sebesar 83,6% berdasarkan Survei Nasional Keuangan Inklusif 2021 yang dilakukan oleh Sekretariat DNKI dan Bank Indonesia. 

Sementara itu dari sisi kepemilikan akun, terdapat 65,4% masyarakat usia dewasa di Indonesia pada tahun 2021. Capaian ini meningkat 3,7 poin persentase apabila dibandingkan dengan hasil survei yang sama pada periode sebelumnya.

Melihat data ini Erdiriyo mengatakan pihaknya memiliki PR untuk terus mengejar inklusi pada segmen remaja dengan rentang usia 15-17 tahun. Dalam hal ini pemerintah mengantisipasi melalui kegiatan program kejar satu rekening satu pelajar.

"Mudah-mudahan AFTECH bisa bahu-membahu khususnya untuk teman-teman kita yang ada di lembaga keuangan yang informal seperti di pondok pesantren. Itu masih jauh dari layanan keuangan, barangkali bisa nanti berkolaborasi antara lembaga keuangan yang konvensional," imbuhnya.

Lima Pilar Keuangan Inklusif
Untuk itu, pihaknya sebagai Dewan Nasional Keuangan Inklusif (DNKI) bertugas mengkoordinasikan dan menyinkronkan pelaksanaan Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI) dengan melakukan perluasan dan kemudahan akses layanan keuangan formal melalui layanan keuangan digital bagi seluruh lapisan masyarakat.

Erdiriyo dalam kesempatan tersebut menuturkan lima pilar keuangan inklusif. Pertama pilar edukasi keuangan, ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat mengenai lembaga keuangan formal, produk, dan jasa keuangan. 

"Yang dimaksud di sini adalah pengetahuan tentang fitur, manfaat dan risiko, biaya, serta hak dan kewajiban dalam memanfaatkan layanan keuangan formal. Dengan demikian keterampilan masyarakat dalam perencanaan dan pengelolaan keuangan dapat ditingkatkan," tuturnya.

Kedua, pilar hak properti masyarakat. Masyarakat wajib menyadari pentingnya hak properti. Sebab, hak properti masyarakat ini dapat dimanfaatkan untuk membuka dan meningkatkan akses kredit masyarakat kepada lembaga keuangan formal.

Ketiga, pilar fasilitas intermediasi dan saluran distribusi keuangan. Ini bertujuan untuk memperluas jangkauan layanan keuangan, demi memenuhi kebutuhan berbagai kelompok masyarakat.

Keempat pilar layanan keuangan pada sektor pemerintah. Ini bertujuan untuk meningkatkan tata kelola dan transparansi pelayanan publik dalam penyaluran dana pemerintah secara nontunai.

Kelima pilar perlindungan konsumen. Menurutnya perlindungan konsumen bertujuan untuk memberikan jaminan rasa aman kepada masyarakat ketika berinteraksi dengan lembaga keuangan.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar