24 November 2022
14:08 WIB
Penulis: Khairul Kahfi
Editor: Fin Harini
JAKARTA – Hingga November 2022, atau enam bulan sejak wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) menyerang Indonesia, belum seluruh Kabupaten/Kota telah membentuk Satgas Penanganan PMK. Baru 32,49% dari total 514 Kabupaten/Kota yang telah memiliki Satgas Penanganan PMK.
Satuan Tugas Penanganan PMK merupakan salah satu wujud terobosan kebijakan, untuk memfasilitasi sinergi dan koordinasi lintas stakeholder baik di tingkat pusat dan daerah.
Sesuai dengan Keputusan Komite Kebijakan Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional Nomor 2 Tahun 2022, Satgas Penanganan PMK diketuai oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
Di tingkat daerah, Satuan Tugas Penanganan PMK Daerah juga telah dibentuk berdasarkan Surat Edaran Satgas Penanganan PMK Nomor 1 Tahun 2022.
Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kemenko Ekonomi Musdhalifah Machmud dalam Rakornas Penanganan PMK di Indonesia 2022, Jakarta, Rabu (23/11) mengatakan dengan adanya Satgas PMK di tingkat pusat maupun daerah, diharapkan penanganan dan pengendalian PMK menjadi lebih efektif secara koordinasi dan lebih efisien dalam pemanfaatan anggaran.
“Kecepatan dan ketepatan respons kebijakan dan implementasi di lapangan, menjadi faktor kunci dalam mengendalikan dan memberantas wabah PMK,“ ujarnya.
Oleh karena itu, Musdhalifah menyebut, sangat penting untuk mendorong pemda agar dapat segera merealisasikan pembentukan Satgas Penanganan PMK di tingkat daerah.
Keberadaan Satgas Penenangan PMK di daerah juga untuk mendukung pelaksanaan Satgas di tingkat pusat.
Pembentukan Satgas Penanganan PMK selanjutnya ditindaklanjuti dengan sejumlah kebijakan dan strategi antara lain penanganan PMK yang tanggap dalam hal biosecurity.
Mulai dari lalu lintas ternak dan pencegahan penularan antar wilayah; koordinasi penanganan lintas sektor dan wilayah; koordinasi program pengendalian dan penyediaan anggaran; hingga penerbitan kebijakan serta regulasi yang diperlukan dalam pengendalian PMK.
Deputi Musdhalifah terus mengingatkan, pentingnya pembentukan Satgas Penanganan PMK tingkat daerah agar dapat segera melakukan pengendalian dan pemberantasan penyakit PMK di daerah masing-masing.
“Terlebih, saat ini penyakit Lumpy Skin Disease (LSD), yang menyerang bagian kulit sapi dan kerbau yang disebabkan oleh virus, juga mulai menyerang,” terangnya. “Sehingga, diharapkan Satgas di daerah mampu mengidentifikasi lebih awal dan menekan penyebarannya,” lanjutnya.
Susun Peta Jalan Bebas PMK
Musdhalifah juga menginformasikan, saat ini pemerintah juga sedang menyusun Peta Jalan Pembebasan PMK di Indonesia untuk periode 2023-2035. Peta Jalan ini ditujukan untuk menjamin konsistensi, efektivitas dan keberlanjutan pelaksanaan kebijakan, serta strategi penanganan wabah PMK
Sejak Satgas Penanganan PMK terbentuk pada 24 Juni 2022, penurunan kasus aktif PMK khususnya antara September ke Oktober 2022 telah terlihat. Penurunan kasus aktif juga berhasil teredam mencapai dua kali lipat.
“Mudah-mudahan perlahan-lahan seluruh provinsi kita bisa zero case. Tapi kita tetap harus terus waspada. Sehingga apabila ada wabah yang baru masuk, bisa kita kendalikan sedini mungkin,” terang Musdhalifah.
Dalam rangka membantu peternak yang terdampak PMK, pemerintah juga telah memberikan kompensasi dan bantuan berupa penggantian ternak yang telah diatur dalam Kepmentan 518/2022.
Adapun besaran bantuan kepada peternak terdampak PMK adalah sapi dan kerbau sebesar Rp10 juta rupiah per ekor; kambing dan domba Rp1,5 juta per ekor; dan babi Rp2 juta per ekor.
Pemerintah juga akan memberikan bantuan berupa pakan untuk sapi perah terdampak PMK dalam rangka peningkatan produktivitas pasca PMK.
Sementara itu, data pemberian bantuan pemerintah per 17 November 2022, telah mencapai total aktual sebesar Rp79,8 miliar atau setara dengan 8.025 ekor. Ke depan perlu dilakukan percepatan proses realisasi sehingga para peternak terdampak PMK dapat segera terbantu.
Dia juga meminta terus dukungan semua pihak baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, masyarakat, khususnya para peternak untuk menyukseskan pengendalian PMK di Indonesia. Agar terus berkomitmen mendukung penanganan dan pengendalian PMK, serta penyakit hewan menular strategis lainnya.
“(Sekaligus) memperkuat sistem kesehatan hewan nasional agar subsektor peternakan lebih maju, sehingga dapat menjaga ketahanan pangan nasional dan perekonomian Indonesia,” pungkasnya.
Mengutip Data Crisis Center Siagapmk, per 24 November 2022 pukul 09.00 WIB, hewan ternak yang mengalami sakit PMK mencapai 580.199 ekor. Terdiri dari 516.358 ekor sembuh; 13.176 ekor potong bersyarat; 10.269 ekor mati; dan 40.396 ekor belum sembuh dari PMK.
Adapun dalam waktu yang sama, realisasi hewan ternak yang sudah divaksin mencapai 6.705.628 ekor yang tersebar di 398 Kabupaten/Kota di Indonesia.
Dengan demikian, hingga kini rata-rata persentase vaksin PMK nasional secara keseluruhan telah mencapai 54,43%; dengan realisasi vaksin tertinggi dan terendah, masing-masing di NTB (98,37%) dan Sulawesi Utara (0,65%).
Vaksin tersebut meliputi 5,37 juta ekor sapi potong; 279.872 ekor sapi perah; 124.728 ekor kerbau; 429.411 ekor kambing; 176.100 ekor domba; dan 325.285 ekor babi.