06 Juni 2023
11:55 WIB
Penulis: Khairul Kahfi
JAKARTA - Kepala BKF Kemenkeu Febrio Kacaribu menilai, PMI Manufaktur yang masih ekspansif dengan tingkat penyerapan tenaga kerja yang lebih baik, mencerminkan resiliensi Indonesia di tengah perlambatan ekonomi global yang masih berlanjut.
Sektor Manufaktur Indonesia secara konsisten mengalami ekspansi dalam 21 bulan berturut-turut pada Mei 2023 yaitu di level 50,3 poin. Ekspansi aktivitas manufaktur terutama didorong oleh meningkatnya aktivitas produksi serta aktivitas pembelian input.
“Ekspansi sektor manufaktur Indonesia terutama tercermin pada tingkat penyerapan tenaga kerja bulan Mei yang merupakan capaian terbaik selama enam bulan terakhir di level 50,6 (poin),” jelasnya dalam keterangan tertulis, Jakarta, Senin (5/6).
Di Kawasan ASEAN, data Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur menunjukkan tren yang beragam. PMI manufaktur Thailand dan Myanmar masih berada di zona ekspansi, meski mulai menunjukkan tren perlambatan.
Sementara itu, PMI Manufaktur Malaysia dan Vietnam di bulan Mei 2023 masih berada di zona kontraksi, masing-masing di level 47,8 poin dan 45,3 poin sejalan dengan tren PMI manufaktur global.
Febrio menyebutkan pelaku usaha tampaknya mulai mengantisipasi transmisi dampak perlambatan ekonomi global ke domestik.
“Untuk itu, perkembangan pertumbuhan permintaan domestik yang berkelanjutan perlu terus dijaga untuk mendukung aktivitas sektor manufaktur,” sebutnya.
Karenanya, tren inflasi yang terus membaik perlu terus dijaga untuk mendukung daya beli masyarakat.
“Pemerintah juga akan terus mengantisipasi risiko perlambatan ekonomi global serta menjaga optimisme dunia usaha,” ujarnya.
Selanjutnya, hingga Mei 2023, inflasi terus melanjutkan tren penurunan. Inflasi bulan tercatat mencapai 4,0% (yoy), atau menurun dari bulan sebelumnya yang mencapai 4,3% (yoy) dan merupakan angka terendah sejak awal 2023.
Kemenkeu mengklaim, tren penurunan inflasi tersebut mencerminkan konsistensi pemerintah dalam mengendalikan inflasi. Perlambatan inflasi yang terjadi dipengaruhi oleh penurunan inflasi pada seluruh komponen pembentuknya.
“Pemerintah terus melakukan upaya stabilisasi harga pangan dalam rangka menjaga ketahanan pangan,” terang Febrio.
Hal ini tercermin pada pergerakan inflasi harga pangan bergejolak (volatile food) yang melambat ke 3,3% (yoy), lebih rendah dari April 2023 (3,7% yoy). Terkendalinya harga pangan didukung oleh panen raya padi dan aneka cabai.
Di sisi lain, beberapa komoditas seperti produk unggas dan aneka bawang cenderung mengalami peningkatan harga.
Oleh karena itu, pemerintah terus sigap dalam merespons dan mengantisipasi peningkatan harga lebih lanjut dengan berbagai upaya, seperti penambahan stok di pasar, fasilitasi distribusi, dan gelar pangan murah.
“Ke depan, Pemerintah telah bersiap untuk menghadapi risiko peningkatan harga pangan menjelang Hari Raya Iduladha serta potensi dampak El-Nino,” tegasnya.
Tren perlambatan inflasi juga terjadi pada komponen inti dan administered price. Inflasi inti per Mei tercatat sebesar 2,66% (yoy), atau lebih rendah dari bulan sebelumnya yang 2,83% (yoy). Semua kelompok pengeluaran mengalami perlambatan kecuali kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya.
Sementara itu, inflasi harga diatur pemerintah (administered price) kembali melambat dari 10,32% (yoy) pada April, menjadi 9,52% (yoy) pada Mei 2023.
Kepala BKF berujar, terjaganya inflasi administered price menandakan upaya pemerintah yang cukup efektif dalam mengelola harga energi domestik dan tarif angkutan udara.
“Pemerintah akan terus konsisten dalam mengendalikan inflasi dengan berbagai upaya stabilisasi, antara lain dengan menjaga pasokan dan kelancaran distribusi, serta mengantisipasi dampak gangguan cuaca dan risiko kekeringan,” paparnya.
Upaya konkret juga dilakukan pemerintah melalui koordinasi antar kementerian/lembaga di tingkat pusat dan daerah. Begitu juga optimalisasi penggunaan APBN dan APBD terus diperkuat untuk mencegah terjadinya lonjakan harga.
Terpisah, Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi BI Erwin Haryono menjelaskan, perkembangan penurunan inflasi Mei ini tidak terlepas dari respons kebijakan moneter Bank Indonesia yang pre-emptive dan forward looking. Langkah ini diperkuat melalui sinergi erat pengendalian inflasi antara BI dan pemerintah pusat, pemda, dan mitra strategis lainnya.
“Dalam Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP dan TPID) melalui penguatan program Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) di berbagai daerah. Ke depan, Bank Indonesia meyakini inflasi tetap terkendali dalam kisaran sasaran 3,0±1% pada sisa tahun 2023,” sebut Erwin.