18 November 2025
10:23 WIB
Kemenkeu Pelajari Penerapan Tarif Cukai MBDK ASEAN Rp1.771/Liter
Kemenkeu menyampaikan 7 negara ASEAN telah menerapkan cukai MBDK dengan tarif sekitar Rp1.771/liter. Meski demikian, Kemenkeu membutuhkan formulasi kebijakan ini dari Kementerian Kesehatan.
Penulis: Siti Nur Arifa
Indikator minuman manis di Super Indo. Dok Lion Super Indo
JAKARTA - Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kemenkeu Febrio Nathan Kacaribu membeberkan pengkajian Kemenkeu mengenai penerapan tarif cukai Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) di berbagai negara.
Menurutnya, sedikitnya cukai MBDK sudah banyak yang diterapkan di 115 negara yurisdiksi, dengan 7 di antaranya merupakan negara di kawasan Asia Tenggara yakni Kamboja, Laos, Brunei Darussalam, Thailand, Filipina, Malaysia, dan Timor Leste.
Bukan hanya itu, Febrio juga menyorot soal besaran tarif rata-rata cukai MBDK di negara ASEAN yang menurutnya dapat menjadi salah satu acuan apabila kebijakan serupa diterapkan di Indonesia.
“Rata-rata (cukai MBDK) yang diterapkan di kawasan ASEAN itu sekitar Rp1.771 per liter, ini nanti akan tentunya menjadi acuan supaya kita bisa melihat tahapannya ketika kita punya ruang untuk menetapkan ini sebagai sumber penerimaan negara, sekaligus sebagai instrumen untuk mengendalikan konsumsi (gula)," katanya dalam RDP bersama Komisi XI DPR, Jakarta, Senin (17/11).
Baca Juga: Kemenkeu Terapkan Cukai MBDK Saat Perekonomian Membaik
Lebih lanjut, dirinya menegaskan, cukai MBDK kembali dikaji oleh pemerintah sebagai salah satu pungutan untuk penerimaan negara dengan tujuan utama lainnya yang tidak kalah penting, yakni peningkatan kualitas SDM dari segi kesehatan masyarakat.
Sebab, selama ini konteks MBDK yang menjadi objek cukai kerap dikaitkan dengan diabetes melitus, obesitas dan penyakit tidak menular lain yang sudah tertuang dalam RUU APBN 2026.
Faktor Pertimbangan Cukai MBDK
Selain mempelajari tarif cukai MBDK negara lain, Febrio juga mengatakan, perlu formulasi rekomendasi dari kajian Kementerian Kesehatan yang tepat untuk perencanaan dan penerapan cukai yang belakangan kerap gagal diterapkan.
Kemenkeu juga mempertimbangkan faktor kesiapan industri, lantaran berdasarkan data Kemenperin, sektor manufaktur makanan dan minuman yang terkait dengan MBDK mempekerjakan sekitar 6,3 juta orang.
“Jadi memang sektor ini labor intensive, sehingga kita memang harus mendengarkan pembina teknis, khususnya dari Kemenperin. Itu akan jadi faktor yang akan kami laporkan lagi bagaimana menyikapinya,” ujarnya.
Baca Juga: DPR Minta Percepat, Kemenkeu Beberkan Progres Penerapan Cukai MBDK
Lebih lanjut, Febrio kembali menegaskan, pemerintah sementara ini masih fokus untuk mengejar target pertumbuhan ekonomi jangka pendek, agar kondisi perekonomian dapat membaik dan kondusif untuk mendukung pemberlakuan penerapan cukai MBDK.
“Nanti ketika dinamika perekonomiannya sudah membaik, kita bisa menerapkan cukai MBDK ini," tutup Febrio.