24 Juli 2023
18:25 WIB
Penulis: Khairul Kahfi
Editor: Fin Harini
JAKARTA - Dirjen Bea-Cukai Kemenkeu Askolani menyampaikan, pemerintah bakal mengimplementasikan kebijakan cukai minuman bermanis di 2024. Ketentuan yang sama juga berlaku pada cukai produk plastik.
Askolani menjelaskan, mundurnya penerapan kedua barang kena cukai anyar tersebut tahun ini dikarenakan kebijakan dasar yang belum akomodatif di beberapa aspek. Pertama, mengacu UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), pembahasan kedua kebijakan cukai tersebut mesti melalui kerangka rancangan UU APBN.
“Ini (pengaturan cukai minuman manis dan plastik.red) tentunya kita sudah mulai dalam penyusunan APBN 2024. Dalam KEM-PPKF pun sudah kita masukkan kebijakan ini dan sudah mulai kita bahas dengan DPR,” terangnya kepada wartawan, Jakarta, Senin (24/7).
KEM-PPKF 2024 mencatat, kebijakan teknis pajak serta kepabeanan dan cukai disusun untuk mendukung kebijakan umum perpajakan 2024. Kebijakan teknis pajak diupayakan mampu mendukung reformasi struktural untuk mengakselerasi transformasi ekonomi.
Berdasarkan hal tersebut, dukungan kebijakan teknis pajak 2024 terhadap kebijakan umum perpajakan salah satunya diarahkan melalui penguatan kegiatan ekstensifikasi pajak dan pengawasan berbasis kewilayahan dalam rangka menjangkau seluruh potensi di tiap wilayah.
Baca Juga: Mahalnya Biaya Akibat Rasa Manis
Dukungan terhadap kebijakan umum perpajakan juga dilakukan melalui kebijakan teknis kepabeanan dan cukai di 2024. Dalam poin ke-8, ekstensifikasi cukai dilakukan melalui penambahan objek cukai baru dan realisasi pemungutan cukai atas Produk Plastik dan Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK).
Kedua, Askolani menyampaikan, penundaan program ekstensifikasi cukai ini juga telah mempertimbangkan tahap pemulihan ekonomi, baik di tilik dari sisi domestik maupun global. “(Pertimbangan) ini tentunya menjadi concern kita juga,” paparnya.
Ketiga, dirinya juga menggarisbawahi, bahwa pelaksanaan program ekstensifikasi cukai ini juga mesti punya regulasi dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP). Pemerintah menjamin, satu langkah hukum ini mesti disiapkan secara komprehensif.
“Sehingga implementasi daripada ekspansi cukai itu, betul-betul kita bisa jalanin dengan baik dan sesuai dengan ketentuan perundangan,” ungkapnya.
Mengacu Peraturan Presiden (Perpres) 130/2022 tentang Rincian APBN TA 2023 yang ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 30 November 2022, pemerintah telah menetapkan besaran pendapatan cukai dari produk plastik dan minuman berpemanis dalam kemasan di 2023.
Secara rinci, pendapatan cukai produk plastik ditarget mencapai Rp980 miliar, sementara pendapatan cukai minuman bergula dalam kemasan ditarget dapat menyentuh Rp3,08 triliun.
Adapun, keduanya juga diproyeksi dapat menopang sebagian penerimaan perpajakan di 2023 yang dipatok sebesar Rp2.021,22 triliun.
Penerimaan Negara Tumbuh
Pada kesempatan sama, Menkeu Sri Mulyani menyampaikan, pendapatan negara melanjutkan kinerja baik hingga akhir Juni 2023 yang bertumbuh 5,4% (yoy). Hingga akhir Juni 2023, Pendapatan Negara tercapai sebesar Rp1.407,9 triliun atau 57,2% dari Target APBN 2023.
“Pendapatan negara dari Pajak dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) tumbuh positif, sementara Pendapatan Kepabeanan dan Cukai menurun,” ucap Menkeu.
Spesifik, per 30 Juni 2023, realisasi Penerimaan Kepabeanan dan Cukai menurun akibat penurunan Bea Keluar (BK) dan Cukai, sedangkan penerimaan Bea Masuk (BM) masih menunjukkan kinerja positif.
Baca Juga: Maju-Mundur Mengendalikan Konsumsi Gula
Penerimaan Kepabeanan dan Cukai mencapai Rp135,43 triliun atau tumbuh negatif 18,83% (year-on-year/yoy). Adapun capaian penerimaan Kepabeanan dan Cukai telah memenuhi 44,67% dari target yang dipatok sebesar Rp303,2 triliun.
Penerimaan Bea Masuk tumbuh 4,65% (yoy), didorong oleh kenaikan tarif efektif, pertumbuhan BM kendaraan dan menguatnya kurs dolar AS, meskipun terjadi penurunan basis impor. Sementara itu, penerimaan Cukai menurun 12,2% (yoy) karena total produksi yang menurun utamanya dari Golongan 1.
“Bea Keluar juga mengalami penurunan sebesar 76,97% (yoy), akibat penurunan harga Crude Palm Oil (CPO) dan adanya kebijakan pembersihan (flush out) stok CPO yang mendorong tingginya ekspor CPO pada Juni 2022,” terangnya.