23 Juni 2023
08:06 WIB
Editor: Fin Harini
JAKARTA - Direktur Surat Utang Negara (SUN) Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kemenkeu Deni Ridwan mengatakan, Kemenkeu menggunakan mekanisme blended finance untuk mendorong transisi energi menuju Net Zero Emission (NZE) 2060.
“Pertama, tentu pemerintah perlu mengoptimalkan berbagai macam sumber pembiayaan supaya tidak ada pembiayaan yang tak di-manage dengan baik,” kata Deni di Jakarta, Kamis (23/6), dilansir dari Antara.
Deni menjelaskan, mekanisme blended finance sedikit berbeda dengan mekanisme pembiayaan tradisional.
Jika secara tradisional, program atau proyek pemerintah dibiayai dari satu sumber seperti APBN atau hibah, maka blended finance menggunakan struktur pembiayaan yang optimal dengan menggabungkan beberapa sumber pendanaan dalam satu proyek dari pemerintah untuk mencapai Sustainable Development Goals (SDGs).
Baca Juga: Menkeu: Perlu Rancangan Matang Tarik Swasta Biayai Transisi Energi
Saat ini pemerintah mempunyai tiga platform blended finance yang tengah berjalan. Pertama, SDG Indonesia One, yang mana merupakan platform keuangan campuran yang dikelola oleh PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) guna membiayai SDGs dari berbagai sumber, seperti donor internasional, lembaga keuangan iklim, investor hijau, bank umum, serta Bank Pembangunan Multilateral (MDB).
Kedua melalui Public Private Partnership (PPP), yang merupakan pengaturan antara pendanaan publik dan swasta untuk pembiayaan proyek infrastruktur tertentu.
Ketiga, sukuk atau green bonds, merupakan instrumen pembiayaan inovatif untuk mendukung kebijakan fiskal ekspansif dan infrastruktur hijau di Indonesia.
Lebih lanjut Deni menjelaskan, sebagai komitmen pemerintah RI terhadap berbagai upaya terkait perubahan iklim serta pembangunan berkelanjutan, pemerintah mempunyai kerangka kerja yang dinamai SDGs Government Securities Framework.
Framework ini mencakup green focus tentang mitigasi, blue focus tentang pengembangan ekonomi biru, dan social focus tentang dampak sosial yang positif. Setiap tahunnya, pemerintah akan menerbitkan laporan tentang alokasi hingga hasil dari pembiayaan tersebut.
Baca Juga: Atasi Perubahan Iklim Dengan Sustainable Finance
“Kita setiap tahun akan menerbitkan impact report agar tahu uang para investor telah dipakai apa saja, sebagaimana impact yang telah ditetapkan pemerintah,” ujarnya.
Adapun sebagai hasil dari surat utang tematik, Deni mengungkap sejauh ini pemerintah telah menerbitkan sukuk global senilai US$5 miliar pada 2018-2022, sukuk ritel dalam negeri sebesar Rp25,1 triliun pada 2019-2022, sukuk dalam negeri grosir Rp13,48 triliun pada 2022-2023.
Selain itu, pemerintah juga telah menerbitkan obligasi SDG global senilai 500 juta euro pada 2021, obligasi SDG dalam negeri grosir Rp7,81 triliun selama periode 2022-2023, serta Samurai Blue Bond senilai 20,7 miliar yen pada 2023.