22 Mei 2023
19:21 WIB
Penulis: Khairul Kahfi
Editor: Fin Harini
JAKARTA - Direktur Sistem Penganggaran Ditjen Anggaran Kemenkeu Lisbon Sirait menerangkan, acuan harga kendaraan listrik yang ditetapkan dalam PMK 49/2023 tentang Standar Biaya Masukan TA 2024 mengikuti kondisi riil harga kendaraan di pasar. Seperti diketahui, rata-rata harga kendaraan listrik masih cukup mahal di pasaran.
“Kesannya pagu untuk kendaraan konvensional lebih rendah, (tapi) listrik lebih tinggi 10%. Sebenarnya bukan kita ingin menambah, tapi berdasarkan fakta bahwa harga kendaraan listrik rata-rata di atas kendaraan konvensional,” sebutnya dalam Media Briefing, Jakarta, Senin (22/5).
Pada saat bersamaan, Lisbon menggarisbawahi, beleid ini juga tidak serta-merta memberikan keleluasaan K/L untuk membeli kendaraaan dinas. Baik pembelian kendaraan konvensional maupun listrik memiliki persyaratan pengadaan yang sama.
Baca Juga: Tahun Ini, Pemprov DKI Adakan 21 Mobil Dinas Listrik
Keberadaan acuan harga pembelian ini kurang-lebihnya dimaksudkan untuk mengakomodasi dorongan pengadaan kendaraan listrik yang ada kebijakannya sendiri. Hal ini mengacu pada Inpres 7/2022 tentang Penggunaan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (BEV) Sebagai Kendaraan Dinas Operasional dan/atau Kendaraan Perorangan Dinas Instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah.
“Satuan biaya ini bukan instrumen untuk keputusan mengadakan kendaraan listrik. (Acuan) ini ikutan daripada kebijakan pengadaan kendaraan listrik yang ada kebijakannya sendiri,” sebutnya.
Lisbon juga menyampaikan, dorongan menggunakan kendaraan listrik untuk keperluan dinas pemeritntah pusat atau daerah diutamakan kepada fungsi efisiensi. Lebih lanjut, PMK yang sama juga memberikan variasi harga kendaraan listrik dengan spesifikasi yang sudah ditentukan sesuai level jabatan dinas.
“Jadi, satuan biaya ini sekali lagi, kalau kebijakan yang di Inpres tadi dilaksanakan oleh K/L dan kapan atau bagaimana kondisi yang dipenuhi untuk mengadakan kendaraan baru, syaratnya sama,” ujarnya.
Senada, Kasubdit Standar Biaya Ditjen Anggaran Kemenkeu Amnu Fuady menegaskan, pengadaan kendaraan listrik berbasis baterai terdapat syarat dan ketentuan yang mesti dipenuhi. Dengan begitu, K/L tidak bisa melakukan pengadaan untuk kebutuhan dinas eselon I maupun II-nya.
Paling utama, K/L yang hendak membeli kendaraan listrik harus merujuk pada status inventaris Barang Milik Negara (BMN), apakah kendaraan tersebut masih bagus atau tidak, begitu juga rusak ringan atau berat.
“Kalau pengadaan gimana rujukannya? Ke perpres tentang pengadaan barang dan jasa,” terang Amnu.
Selanjutnya, kendati kendaraanya dalam kondisi rusak, K/L perlu memenuhi syarat mutlak lain yakni ketersediaan alokasi anggaran untuk pengadaan.
“Kalau ada alokasinya (anggaranya) baru bisa, kalo enggak ada ya enggak bisa. Meskipun di sini ada banyak (kendaraan rusak) kalo enggak ada duitnya, ya enggak bisa,” urainya.
Baca Juga: Soal Mobil Dinas Listrik, Kemenkeu Tunggu Kebutuhan K/L
Sebagai konteks, pemerintah melalui PMK 49/2023 menetapkan satuan biaya pengadaan kendaraan listrik berbasis baterai untuk dinas dapat mencapai Rp966,8 juta. Sementara itu, biaya pemeliharaan dan operasional kendaraan dinas tersebut paling tinggi bisa mencapai Rp14 jutaan.
Rinciannya, kendaraan listrik berbasis baterai untuk pejabat eselon I ditetapkan sebesar Rp966,8 juta; eselon II sebesar Rp746,11 juta; kendaraan operasional kantor sebesar Rp430,08 juta; dan kendaraan roda dua sebesar Rp28 juta.
Sementara, biaya pemeliharaan dan operasional kendaraan dinas listrik pejabat negara sebesar Rp14,84 juta/unit/tahun; untuk pejabat eselon I sebesar Rp11,1 juta/unit/tahun; untuk pejabat eselon II sebesar Rp10,99 juta/unit/tahun; untuk operasional kantor dan/atau lapangan sebesar Rp10,46 juta/unit/tahun; untuk roda dua sebesar Rp3,2 juta/unit/tahun.