c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

04 November 2022

18:51 WIB

Kemendag Usulkan Lartas Bahan Baku Obat Impor Penyebab Gagal Ginjal

Hingga kini importasi Propilena Glikol dan Polietilena Glikol yang digunakan sebagai bahan baku obat, tidak termasuk dalam kategori larangan dan pembatasan (lartas) atau importasi yang diatur Kemendag

Kemendag Usulkan Lartas Bahan Baku Obat Impor Penyebab Gagal Ginjal
Kemendag Usulkan Lartas Bahan Baku Obat Impor Penyebab Gagal Ginjal
Barang bukti cairan Propilen Glikol (PG) sebagai bahan pelarut obat sirop dalam gelar perkara di PT Yarindo Farmatama, Cikande, Serang, Banten, Senin (31/10) (Antara/Andi Firdaus)

JAKARTA  –  Kementerian Perdagangan memastikan, akan memasukan bahan baku obat yang membahayakan ginjal anak-anak dan orang dewasa, ke dalam daftar larangan terbatas (lartas) dan diatur importasinya. 

Kebijakan ini merupakan bagian dari terobosan solusi untuk mencegah meluasnya gagal ginjal akut yang belakangan ini menelan korban anak-anak.

“Untuk mencegah terulangnya kejadian gagal ginjal di masa depan dan untuk melindungi masyarakat, pemerintah saat ini tengah membahas usulan lartas atas importasi bahan baku obat, berupa Propilen Glikol (PG) dan Polietilen Glikol (PEG),” kata Direktur Jenderal  Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan  Didi Sumedi di Jakarta Jumat (4/11).

Penerapan kebijakan ini sendiri melibatkan Ditjen Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan; Ditjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Kementerian Kesehatan; Kemenko Bidang Perekonomian, BPOM, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, dan Lembaga National Single Window (LNSW).

Menurutnya, hingga saat ini importasi bahan kimia Propilena Glikol (HS Code 29053200) dan Polietilena Glikol (HS Code 34042000)yang digunakan sebagai bahan baku obat, tidak termasuk dalam kategori larangan dan pembatasan (lartas). Karena  itu, komoditas tersebut tidak termasuk dalam importasi yang diatur oleh Kementerian Perdagangan.

Nyatanya, bahan baku obat tersebut ditengarai mengandung cemaran Etilen Glikol (EG), Dietilen Glikol (DEG) dan Etilen Glikol Butil Eter (EGBE) yang diduga kuat menjadi penyebab gagal ginjal akut pada anak-anak.

"Hingga saat ini, importasi ropilena Glikol dan Polietilena Glikol memang belum diatur importasinya oleh Kementerian Perdagangan, karena komoditas tersebut tidak termasuk dalam lartas,” serunya.

Begitu pula dengan aturan importasi untuk bahan kimia Sorbitol (HS Code 29054400), Gliserin/Gliserol (HS Code 29054500), Etilen Glikol (EG) (HS Code 29053100), Etilen Glikol (EG) (HS Code 29053100) dan  Dietilen Glikol (DEG) (HS Code 29094100), juga tidak termasuk komoditas yang diatur importasinya oleh Kementerian Perdagangan.

Sebagai informasi, berdasarkan portal Indonesia National Single Window (INSW),berikut ini impor bahan kimia yang diatur;

-Pengaturan impor untuk bahan kimia Sorbitol (HS Code 29054400) diatur dalam Peraturan Kepala BPOM No. 29 Tahun 2017, tentang Pengawasan Pemasukan Bahan Obat Dan Makanan Ke Dalam Wilayah Indonesia dengan lartas Surat Keterangan Impor (SKI) yang diterbitkan oleh BPOM;

-Gliserin/Gliserol (HS Code 29054500) diatur dalam Peraturan Kepala BPOM No. 29 Tahun 2017 dengan ijin impor (lartas) berupa Surat Keterangan Impor (SKI) yang diterbitkan oleh BPOM. Sedangkan untuk jenis Gliserol (CAS number 56-81-5) diatur dalam PP No. 74/2001 tentang tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya Dan Beracun dengan ijin impor (lartas) berupa Registrasi Bahan Berbahaya dan beracun (B3) yang diterbitkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK);

-Etilen Glikol (EG) (HS Code 29053100) untuk jenis Etilen Glikol (CAS number 107-21-1) diatur dalam PP No. 74/2001 dengan ijin impor (lartas), berupa Registrasi Bahan Berbahaya dan beracun (B3) yang diterbitkan oleh KLHK; serta

-Dietilen Glikol (DEG) (HS Code 29094100) untuk jenis Dietilen Glikol (CAS number 111-46-6) diatur dalam PP No. 74/2001 dengan ijin impor (lartas) berupa Registrasi Bahan Berbahaya dan beracun (B3) yang diterbitkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).

Apoteker memeriksa stok obat sirop yang terindikasi mengandung Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Gliko l (DEG) diatas ambang batas, untuk ditarik dan dikembalikan kepada distributor di Apotek Samudra Farma, Purwokerto, Banyumas, Jateng, Jumat (21/10/2022). Antara Foto/Idhad Zakaria 

 

Lindungi Konsumen
Sementara itu, Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Kementerian Perdagangan Veri Angrijono menegaskan, Kemendag senantiasa berkoordinasi dengan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), agar konsumen dapat terlindungi dari obat dan produk farmasi lainnya yang tidak sesuai ketentuan.

“Untuk mencegah semakin banyaknya kasus gagal ginjal akut yang tengah terjadi saat ini, Kemendag berkomitmen terus mendorong upaya perlindungan konsumen atas produk obat dan farmasi yang tidak sesuai ketentuan. Hingga saat ini Kementerian Perdagangan terus melakukan pengawasan di lapangan,” tegas Veri.

Untuk diketahui, Kementerian Perdagangan, kata Veri, telah menggelar rapat koordinasi dengan para para pemangku kepentingan di bidang farmasi seperti produsen obat, asosiasi perusahaan farmasi dan apotek. 

Kemudian distibutor dibidang obat2an serta asosiasi penjualan online (idEA)  yang berlangsung pada Senin, (31/10) di Kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta. Rapat koordinasi dengan para pemangku kepentingan terkait juga digelar untuk menyamakan persepsi dalam rangka perlindungan konsumen.

“Pada rapat koordinasi dengan pelaku usaha dan idEA, Kementerian Perdagangan telah meminta IdEA, untuk menurunkan konten terhadap 81 tautan pada lokapasar dan perdagangan elektronik yang memperdagangkan obat sirup yang dilarang dan serta produk dry shampoo yang tidak memiliki izin edar. Produk dry shampoo di Amerika Serikat kini juga tengah diberitakan mengandung senyawa Benzena dan berpotensi menyebabkan kanker,” kata Veri.

Dalam rapat koordinasi tersebut, Kementerian Perdagangan juga meminta para pelaku usaha baik produsen maupun asosiasi perusahaan farmasi, untuk mengikuti ketentuan dari pemerintah terkait produksi dan penjualan obat sesuai standar yang telah ditetapkan.

“Demikian halnya dengan asosiasi penjualan secara daring (online), agar ikut berperan aktif dalam mengawasi dan melakukan tindakan penurunan konten penjualan obat yang dinyatakan dilarang oleh pemerintah,” ujarnya.  

Untuk diketahui, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 8 ayat (3) menyatakan, pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap. 

Pelaku usaha yang melanggar ketentuan tersebut dapat dikenakan sanksi pidana berdasarkan Pasal 62 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak Rp2 miliar.

Seluruh pemangku kepentingan, khususnya produsen obat, wajib mengantisipasi terjadinya kelangkaan, serta mahalnya sediaan obat/farmasi dengan tetap memproduksi dan menjual obat yang sesuai dengan standar obat yang telah ditentukan.

“Produsen obat dan farmasi wajib menyediakan serta mengaktifkan hotline layanan konsumen. Kami berharap peran aktif produsen dalam memitigasi, mengidentifikasi, dan mengecek produk secara berkala, serta melakukan penarikan produk dari peredaran apabila produk terindikasi adanya cemaran atau kontaminasi yang dapat membahayakan kesehatan,” jelas Veri.

Masyarakat, lanjut Veri, juga diminta  tidak membeli dan menggunakan produk-produk yang tengah diindikasikan dapat merugikan kesehatan. 

“Kami meminta masyarakat untuk melaporkan jika masih menemukan obat-obat yang diindikasikan tercemar oleh BPOM dan untuk tidak mengonsumsi produk-produk obat tersebut,” ungkap Veri.

Pernyataan BPOM
Sebelumnya, BPOM secara tak langsung menyeret tanggung jawab Kemendag, terkait importasi bahan baku obat yang diduga menyebabkan penyakit gagal ginjal akut. Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K. Lukito mengatakan, pihaknya tidak memegang kendali terkait dengan proses persetujuan pemasukan bahan propilen glikol (PG) dan polietilen glikol (PEG) yang diimpor oleh perusahaan farmasi.

“Kami mengidentifikasi, BPOM tidak mengendalikan pemasukan. Dan ini sudah saya laporkan ke Pak Presiden dan sudah di-follow up (ditindaklanjuti) kembali bersama lintas sektor terkait untuk ke depan pemasukan dari bahan pelarut ini harus ada dalam SKI-nya BPOM,” ujarnya.

Hal tersebut dikatakan dia terkait dengan kecurigaan BPOM terhadap dua perusahaan farmasi menyalahgunakan penggunaan bahan baku obat sirop karena ditemukan konsentrasi etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG) yang tinggi.

Asal tahu saja, propilen glikol (PG) merupakan zat kimia yang tidak berbahaya, ketika penggunaannya masih dalam batas toleransi. Zat berbahaya muncul ketika PG yang digunakan untuk mengencerkan obat sirop bereaksi secara kimia hingga menghasilkan EG dan DEG.

Kepala Badan POM Penny K Lukito memberikan keterangan pers hasil pengawasan BPOM terkait obat sirup di Kantor BPOM, Jakarta, Minggu (23/10/2022).BPOM menguji sejumlah obat terkait kasus gangguan ginjal akut pada anak terdapat 133 obat yang aman atau yang tidak menggunakan pelarut pada obat seperti Propilen Glikol, Polietilen Glikol, Sorbitol, dan Gliserin atau Gliserol yang berpotensi menimbulkan cemaran senyawa Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG), obat tersebut aman digunakan sepanjang tidak melebihi ambang batas aman serta sesuai aturan pakai. ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha 

 

Menurut BPOM, bahan PG termasuk komoditas nonlarangan dan pembatasan (nonlartas) sehingga tata niaganya dapat dilakukan importir umum, tanpa surat keterangan impor (SKI) yang dikeluarkan BPOM.

“Masuknya ke Kementerian Perdagangan, sama-sama dengan bahan kimia yang non-pharmaceutical grade lainnya sehingga BPOM tidak bisa melakukan verifikasi terkait hal tersebut. Dan bisa saja terjadi tumpang tindih di pedagang kimianya, supplier kimianya, jadi campur aduk di sana,” tuturnya.

Dia menekankan, bahan kimia yang diimpor untuk pembuatan obat seharusnya masuk dalam kategori pharmaceutical grade yang mengharuskan pemurnian tinggi sehingga cemaran bisa hilang dari pelarut PG dan PEG.

“Tapi kalau dia tidak pharmaceutical grade, kita tidak pernah tahu berapa konsentrasi dari pencemar-pencemar yang ada. Perbedaan harga yang sangat tinggi inilah yang bisa membuat penggunaan yang ilegal bisa terjadi. Ini yang akan terus kami telusuri,” ucapnya.

Menurut Penny, bahan PG dan PEG impor yang masuk ke industri farmasi dalam negeri seharusnya dipisahkan dengan bahan PG dan PEG yang digunakan oleh industri non-farmasi. Namun begitu, dia menegaskan bahan kimia impor lainnya yang masuk dalam kategori pharmaceutical grade selama ini sudah melewati proses perizinan melalui SKI BPOM.

“Tapi bahan baku yang lain sudah masuk pharmaceutical grade. Bahan baku yang pharmaceutical grade itu bisa masuk melalui SKI BPOM. Hanya ini (PG dan PEG, red.) belum,” serunya.

Dengan terjadinya kasus gangguan ginjal aku progresif atipikal yang diduga terkait dengan cemaran pelarut obat sirop, ia mengatakan, peristiwa tersebut menjadi bahan perbaikan proses pemasukan bahan kimia yang diimpor. Sehingga BPOM bisa mengawal pembuatan produk obat sejak awal.

Dia mengingatkan, sistem jaminan keamanan, mutu, dan khasiat dari produk obat dan makanan merupakan sistem yang terdiri atas berbagai pihak. Sehingga tidak hanya BPOM di dalamnya, namun termasuk juga industri farmasi serta kementerian/lembaga lain yang terkait.

“Dalam proses standarisasi, persyaratan, kebijakan, itu tidak hanya BPOM. Ada kementerian lain yang terkait. Jadi marilah kita bersama-sama melihat hal ini dengan transparan, dengan pikiran yang terbuka sehingga tidak saling menyalahkan,” kata Penny.

Soal perdagangan online,  BPOM juga menemukan 6.001 tautan yang teridentifikasi melakukan penjualan sirop obat terkontaminasi zat berbahaya perusak ginjal, pada platform situs, media sosial, dan e-commerce di Indonesia.

"Ternyata produk tersebut banyak dijual secara online (daring). Kami melakukan patroli siber terhadap produk yang tidak memenuhi ketentuan," kata Penny.

Dia mengatakan, BPOM telah berkoordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dan Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) untuk melakukan penurunan (take-down) konten terhadap 6.001 tautan tersebut sejak 24 Oktober 2022.

Dia mengatakan, obat pada tautan tersebut dianggap tidak aman untuk dikonsumsi, sebab diduga mengandung senyawa kimia berbahaya Etilen Glikol dan Dietilen Glikol (DEG) yang dikaitkan dengan kejadian gangguan ginjal akut di Indonesia.

Hasil uji sampling dan pengujian lima dari 38 sampel (13 persen) obat sirop tersebut, kata Penny, terbukti mengandung cemaran EG/DEG melebihi batas aman 0,1 mg/ml, yakni Termorex Sirop (Bets AUG22A06), Flurin DMP Sirop, Unibebi Cough Sirop, Unibebi Demam Sirop, Unibebi Demam Drops.

"EG dan DEG tidak boleh digunakan sebagai bahan tambahan pada produk obat yang diminum," tandasnya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar