10 November 2022
20:47 WIB
Penulis: Khairul Kahfi
Editor: Fin Harini
JAKARTA - Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga menjelaskan, pemerintah tidak ingin terburu-buru menghadirkan bursa kripto di Tanah Air. Pihaknya menegaskan, ingin menyelesaikan semua tahapan penting dari pembentukan bursa ini sebelum benar-benar bisa dipakai publik.
Meski tidak menjelaskan secara gamblang, Jerry menyebut, pembentukan bursa kripto masih menghadapi persyaratan yang belum selesai. Proses yang terjadi itu dimaksudkan untuk mengoptimasi tujuan utama dalam pembentukan bursa itu sendiri, yakni perlindungan konsumen yang lebih baik.
Nantinya, bursa tersebut akan mengintegrasikan seluruh proses bisnis hingga tata kelola dari kripto Tanah Air, mulai dari kustodian konsumen dan pedagang, kliring, depositori, dan seterusnya. Untuk itu, penciptaan dan pengembangan bursa ini terus digeber sejak 2021 hingga hari ini.
“Kita tidak bisa grasa-grusu atau cepet-cepet langsung bikin bursa (kripto). Kita mau semua komplit. Begitu udah komplit, nah baru akan di-launching,” sebutnya dalam konpers daring, Jakarta, Kamis (11/9).
Baca Juga: Pemerintah Persiapkan Ekosistem Kripto, Ini Kata ASPAKRINDO
Lebih lanjut, Kemendag juga begitu menginginkan regulasi komprehensif dalam pembentukan bursa terkait lewat pembahasan undang-undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK) bersama legislator.
Informasi tambahan, pengaturan aktivitas terkait aset kripto masuk dalam ruang lingkup Inovasi Teknologi Sektor Keuangan (ITSK) dalam draf hasil harmoni RUU PPSK. Nantinya, ITSK dapat dimanfaatkan untuk mendukung kegiatan ekonomi dan keuangan, baik secara konvensional maupun berdasarkan prinsip syariah.
Intinya, semua proses yang sedang dijalani akan bertujuan untuk memastikan, bahwa semua fitur maupun semua hal yang dibutuhkan dalam upaya melindungi konsumen itu bisa dikawal pemerintah dengan baik. Mencakup semua produk digital dan turunannya, begitu pula sistem finansial dan turunannya.
“Termasuk pada hal yang sekarang seliweran orang mencatut nama dan seterusnya. Kalau dengan adanya bursa (kripto), ini bakal bisa diminimalisir,” ungkapnya. “Ditunggu saja pokoknya, kita berusaha secepat dan semaksimal mungkin, supaya bursa ini bisa dibentuk dengan maksimal,” sambungnya.
Kemendag mencatat, selama dua tahun terakhir, perkembangan perdagangan aset kripto di Indonesia cukup menarik. Terlihat dari pertumbuhan nilai transaksi dan jumlah pelanggan aset kripto di Indonesia yang begitu luar biasa.
Baca Juga: Meski Fase Winter, Investor Kripto Indonesia Tumbuh Signifikan
Pada 2021, total nilai transaksi aset kripto mencapai Rp859,4 triliun atau tumbuh 1.224% dibandingkan nilai transaksi pada 2020 sebesar Rp64,9 triliun. Meski demikian, nilai transaksi aset kripto selama Januari-September 2022 baru mencapai Rp266,9 triliun atau turun 57,8% dibandingkan periode sama pada 2021.
Adapun jumlah pelanggan terdaftar hingga September 2022 mencapai 16,3 juta pelanggan dengan rata-rata peningkatan jumlah pelanggan terdaftar sekitar 692 ribu setiap bulannya.
Sebelumnya, Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mendorong pemerintah melalui Kemendag, Bappebti, Kemenkeu, Bank Indonesia, dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), serta kementerian dan lembaga terkait lainnya untuk mempercepat pembentukan bursa kripto.
Ia berharap, kehadiran bursa bisa semakin mendorong kemajuan industri perdagangan aset kripto di Indonesia. Karena, dapat membantu pengawasan transaksi kripto, memberikan keterbukaan informasi, serta memberikan perlindungan bagi investor.
Ia juga menilai, ekosistem kripto di Indonesia senantiasa menunjukan sinyalemen positif. Ditandai pesatnya peningkatan jumlah investor yang pada Agustus 2022 telah mencapai 16,1 juta investor. Atau, meningkat pesat dari capaian 2021 sebanyak 11,2 juta investor.
Pria yang kerap disapa Bamsoet ini pun menyatakan, investor aset kripto diproyeksikan akan menembus 20 juta investor pada 2023 nanti.
“Hasil survei Finder Crypto Adoption yang dilakukan di 26 negara pada Agustus 2022, memperlihatkan kepemilikan aset kripto orang Indonesia mencapai 29,8 juta dengan persentase 16%. Lebih tinggi dari rata-rata global sebesar 15 persen," ujar Bamsoet, Selasa (18/10).