28 Februari 2025
10:00 WIB
Kembali Dibuka Merah, IHSG Diprediksi Bergerak Melemah Hari Ini
IHSG dari awal langsung dibuka di zona merah. Hingga pada pukul 09.20 WIB, IHSG melemah sebesar 71,70 poin atau 1,11% menjadi ke level 6.485,44.
Penulis: Nuzulia Nur Rahma
Pegawai melintas di depan layar pergerakan Indeks Harga Saham Global (IHSG) di Gedung Bursa Efek, Jakarta, Kamis (28/3/2024). ValidNewsID/Darryl Ramadhan
JAKARTA - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Indonesia (BEI), dikutip dari RTI, dibuka di level 6.417,77 pada perdagangan Jumat (28/2).
IHSG dari awal langsung dibuka di zona merah. Hingga pada pukul 09.20 WIB, IHSG melemah sebesar 71,70 poin atau 1,11% menjadi ke level 6.485,44.
Financial Expert Ajaib Sekuritas, Ratih Mustikoningsih mengungkapkan jika IHSG hari ini diprediksi bergerak melemah dalam range 6.400-6.550.
"IHSG hari ini (28/2/2025) diprediksi bergerak melemah dalam range 6.400-6.550," kata Ratih dalam analis tertulis, Jumat (28/2).
Pada perdagangan kemarin, Kamis (27/2/2025) IHSG ditutup turun 1,83% atau 120,73 poin ke level 6.485.
Adapun Ratih menyebutkan sentimen yang mempengaruhi pergerakan IHSG hari ini antara lain, dari dalam negeri, IHSG terkoreksi senada dengan aksi outflow investor asing di seluruh pasar ekuitas domestik senilai Rp1,87 triliun (27/2/2025).
Di pasar reguler investor asing tercatat jual bersih saham Big Banks (BBRI, BBCA, dan BMRI) dengan total Rp1,5 triliun.
"Profit taking terjadi setelah perbankan merilis kinerja keuangan bulanan yang melandai," kata Ratih.
Laba bersih tumbuh minimalis terutama segmen UMKM akibat kenaikan beban provisi. Jika dibandingkan dengan bursa di kawasan ASEAN performa IHSG menjadi yang terlemah pada Jumat (27/2).
Dari mancanegara, Wall Street dilanda aksi profit taking. Indeks Nasdaq 100 memimpin pelemahan 2,78% ke level 18.544. Saham NVDA turun 8% setelah rilis laporan keuangan, serta ancaman kinerja melandai di tengah beban produksi yang tetap tinggi.
Sementara, kekhawatiran ancaman tarif Presiden Trump kembali berlanjut pasca kenaikan tarif 25% atas impor dari Meksiko dan Kanada akan tetap berlaku pada 4 Maret 2025, setelah wacana sebelumnya ditunda hingga April 2025.
Senada dengan pergerakan Wall Street, bursa Asia pasifik dibuka melemah. Indeks Nikkei terkoreksi hingga 2,4% pada Jumat (28/2).
Jepang melaporkan inflasi tahunan pada Februari 2025 sebesar 2,9% atau lebih landai dari bulan sebelumnya sebesar 3,4%. Meskipun melandai inflasi tersebut masih di atas target Bank Sentral Jepang (BOJ) sebesar 2%.
IHSG Diperkirakan Bergerak Konsolidasi
Terpisah, Mirae Asset Sekuritas Indonesia memprediksi pada perdagangan Jumat (28/2), IHSG bergerak konsolidasi dengan rentang perdagangan di level 6.447 hingga 6.554.
"Pada perdagangan Jumat (28/2), IHSG diperkirakan bergerak konsolidasi, dengan rentang perdagangan di level 6.447 hingga 6.554. Support di level 6.425," tulis tim analis Mirae.
Mereka melihat dengan minimnya sentimen positif dari dalam negeri, IHSG terus mencatatkan tren negatif. Untuk saat ini hal yang paling menjadi kekhawatiran adalah belum adanya harapan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.
"Kemarin IHSG melemah 1,8%, dan ditutup pada level 6.485,5 dan rupiah melemah ke Rp16.450," katanya.
Sejak peresmian Danantara pada hari Senin lalu (24/2), IHSG telah melemah hampir 5%. Sepanjang bulan February, investor asing telah mencatatkan net outflows mencapai Rp19triliun (US$1,16 miliar), melebihi net inflows SBN yang tercatat sebesar Rp11,5triliun (US$706 juta).
"Meski terjadi inflow di SBN, imbal hasil SBN tenor 10 tahun mengalami kenaikan karena dampak dari pelemahan rupiah, menjadi 6,92%," sebutnya.
Di samping itu, hari ini BI akan kembali melakukan Lelang SRBI, tim analis Mirae memperkirakan akan kembali menaikkan imbal hasil SRBI yang diberikan, dan jumlah penyerapan juga akan dinaikkan.
"Di tengah ketidakpastian pasar, kami melihat saat ini BI harus memilih stance kebijakan yang tepat. Kami menilai saat ini BI harus melakukan kebijakan yang lebih pro-growth untuk meningkatkan optimisme pasar," katanya.
BI, lanjutnya harus tetap membuka kemungkinan akan penurunan suku bunga di bulan Ramadan ataupun di kuartal II, yang biasanya tidak lazim dilakukan karena efek inflasi dan peningkatan permintaan valas secara musiman.
"Hal ini dilakukan untuk mendorong optimisme terhadap prospek pertumbuhan Indonesia," tandasnya.