16 November 2024
14:33 WIB
Kelola Keuangan, Lebih Baik Minta Saran Finfluencer atau Profesional?
Finfluencer melakukan promosi terkait investasi keuangan atau produk asuransi yang tidak memiliki izin dan tidak diawasi seperti layaknya lembaga jasa keuangan berizin.
Editor: Fin Harini
Ilustrasi finfluencer. Shutterstock/dok
JAKARTA – Pekan lalu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menggelar konferensi dengan lembaga internasional untuk melindungi konsumen dari risiko yang memanfaatkan pengaruh financial influencer alias finfluencer.
Lewat konferensi internasional yang diadakan bersama OECD dan Jaringan Internasional Edukasi Keuangan (INFE) terkait pemberdayaan konsumen melalui edukasi keuangan, OJK bisa saling belajar dan berbagi pengalaman terkait isu terkini dalam perlindungan konsumen dalam sektor keuangan, termasuk dengan kehadiran finfluencer.
“Kami berdiskusi dengan regulator di dunia terkait perkembangan saat ini, isu perlindungan konsumen, edukasi dan program literasi keuangan,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi di Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, Jumat (11/8), dikutip dari Antara.
Ia menjelaskan, finfluencer adalah tokoh yang memiliki pengaruh dengan jumlah pengikut yang cukup banyak di media sosial, yang melakukan promosi terkait investasi keuangan atau produk asuransi yang tidak memiliki izin dan tidak diawasi seperti layaknya lembaga jasa keuangan berizin.
“Regulator keuangan dunia juga memiliki masalah yang sama. Orang terkenal memiliki pengikut banyak, tiba-tiba berbicara soal saham, produk asuransi, kemudian orang mengikuti dia dan ternyata nol. Ini sekarang kami pelajari,” katanya.
Kehadiran finfluencer semakin marak seiring perkembangan media sosial. Jumlah orang yang mengikuti pun semakin banyak. Salah satunya, regulator keuangan Inggris, Financial Conduct Authority (FCA) menemukan semakin banyak orang yang mengandalkan finfluencer untuk membantu mengelola kekayaan mereka.
Karena itu, FCA telah menerbitkan pedoman tentang mempromosikan produk keuangan dan saran di media sosial untuk melindungi konsumen. Hal ini karena, dalam banyak kasus, informasi yang dibagikan oleh para finfluencer secara online salah arah, tidak benar, bahkan menipu. Sejak memperkenalkan pedomannya, FCA bahkan telah mengajukan tuntutan terhadap finfluencer.
Benchmark Capital menilai, pedoman yang lebih ketat dan kasus pengadilan tingkat tinggi yang melibatkan finfluencer bisa berarti dunia nasihat keuangan online sedang berubah. Meski begitu, lanjutnya, bukan berarti media sosial adalah tempat yang dapat diandalkan untuk menemukan saran investasi atau mempelajari perencanaan pensiun.
Terdapat beberapa alasan yang dikemukakan Benchmark Capital kenapa masyarakat harus berhati-hati dalam mendengarkan panduan finfluencer.
Baca Juga: Jangan Asal Ikuti, Periksa Dulu Saran Keuangan dari Medsos
Sepertiga Gen Z Meminta Nasihat Keuangan Dari Influencer
Munculnya internet berarti masyarakat memiliki seluruh dunia informasi di ujung jari. Terkadang, hal ini memberikan manfaat yang sangat besar, namun bisa juga berbahaya karena semakin sulit memisahkan sumber daya yang berguna dan akurat dari informasi yang salah atau sengaja menyesatkan.
Meskipun demikian, banyak orang masih mengakses internet untuk mencari informasi tentang keuangan mereka. Menurut This is Money, 36% penduduk berusia Inggris di bawah 25 tahun mengatakan mereka mengandalkan finfluencer sebagai sumber utama informasi keuangan mereka.
Bukan hanya generasi muda yang mencari bantuan keuangan secara online, karena 52% dari seluruh orang dewasa di Inggris mengatakan bahwa mereka mengambil tip menabung dari media sosial. Sebagai perbandingan, kurang dari sepersepuluh orang berusia di bawah 25 tahun mengatakan mereka akan mencari bantuan dari penasihat keuangan.
Jadi, finfluencer dengan cepat menjadi salah satu sumber utama dukungan finansial bagi konsumen. Benchmark Capital menyebut terdapat beberapa konten yang mendorong pengelolaan keuangan lebih baik. Misalnya, “tantangan hari tanpa pembelanjaan”, yang mendorong individu untuk memiliki satu hari dalam seminggu saat mereka tidak berbelanja sama sekali. Atau, ada juga “tantangan menabung”, yang mendorong peningkatan jumlah penghematan setiap hari.
Konten ini bisa mendorong seseorang untuk mempertimbangkan penganggaran dan tabungan, serta membantu pengembangan kebiasaan finansial yang positif. Namun, tak sedikit tip investasi atau saran tentang perencanaan pensiun di media sosial yang bertentangan dengan perencanaan keuangan.
Baca Juga: 30-40% Korban Investasi Bodong Adalah Millenial dan Gen Z
74% Orang Yang Mengikuti Panduan Keuangan Dari Media Sosial Alami Kerugian
Salah satu masalah utama dalam mencari nasihat dari finfluencer adalah banyak dari mereka tidak memiliki pelatihan di bidang jasa keuangan.
Misalnya, studi terbaru yang dilakukan Capital One menemukan bahwa 80% konten finansial di YouTube berasal dari fininfluencer yang tidak memiliki kualifikasi. Selain itu, fininfluencer tidak mengetahui situasi pribadi atau tujuan jangka panjang seseorang, karena itu mereka tidak bisa memberikan panduan yang spesifik. Jadi, saran yang diberikan mungkin tidak sesuai dengan rencana keuangan orang tersebut.
Pada akhirnya, ini berarti membuat keputusan berdasarkan informasi yang dilihat online bisa mempersulit pencapaian tujuan keuangan, dan dalam beberapa kasus bahkan bisa merugikan.
Statistik mendukung hal ini karena Capital One menemukan bahwa 74% orang yang mengikuti panduan keuangan dari media sosial kehilangan uang atau mengalami “hasil yang tidak diinginkan”.
Akibatnya, mengambil tip investasi dari influencer media sosial bisa berisiko karena, meskipun mereka memiliki niat terbaik, mereka tidak memiliki pengetahuan dan keahlian untuk memberikan panduan yang dapat diandalkan.
Dan, dalam beberapa kasus, finfluencer bahkan mungkin dengan sengaja membagikan konten yang menyesatkan atau menipu.
Baca Juga: 2017-2023, Kerugian Masyarakat Akibat Investasi Bodong Capai Rp139,67 Triliun
Hampir £75 Juta Hilang Karena Penipuan Di Media Sosial Setiap Tahun
Penipu terus-menerus menyesuaikan taktik mereka dan menemukan cara baru untuk menjangkau masyarakat yang tidak menaruh curiga. Media sosial adalah alat komunikasi terbesar dalam sejarah, jadi tidak mengherankan jika para penjahat memanfaatkannya dan menggunakan platform untuk mendorong penipuan investasi.
Sayangnya, sulit untuk membedakan antara seorang finfluencer yang memberikan nasihat buruk, dan seorang penipu yang mempromosikan investasi palsu dengan sengaja.
Itu sebabnya Which? melaporkan, pada tahun 2022, pengguna mengalami kerugian sebesar £74,7 juta akibat penipuan di platform media sosial, dengan korban rata-rata kehilangan lebih dari £20.000.
Penjahat juga menggunakan teknologi yang semakin maju seperti deepfakes untuk mendorong penipuan mereka. Video yang dimanipulasi secara digital ini dapat membuat kesan bahwa seorang tokoh terkenal mengatakan apa pun yang diinginkan oleh para penipu. Misalnya, deepfake yang dilakukan Martin Lewis baru-baru ini mendorong banyak pengguna media sosial untuk berinvestasi dalam skema penipuan.
Jadi, lanjut Bechmark Capital, meski berhati-hati, seseorang tetap bisa menjadi korban penipuan di media sosial.
Baca Juga: Tawaran Investasi Influencer Ahmad Rafif Raya, Ini Temuan Satgas PASTI
Meminta Nasehat Perencana Keuangan Profesional
Benchmark Capital menajbarkan, bekerja dengan seorang perencana keuangan profesional bisa melindungi dari kesalahan dan membantu seseorang mencapai tujuan keuangan. Pasalnya, profesional akan mempertimbangkan situasi dan tujuan unik seseorang, lalu membuat rencana keuangan yang disesuaikan dengan rencana tersebut.
Salah satu manfaat utama bekerja dengan seorang profesional adalah mereka memiliki pengetahuan dan kualifikasi yang diperlukan untuk memberikan informasi yang dapat dipercaya.
Profesional juga bisa melakukan uji tuntas terhadap investasi apa pun untuk memastikan klien tidak menjadi korban penipuan. Yang terpenting, terdapat regulasi yang mengatur profesional sehingga menjamin informasi yang diberikan akurat dan saran apa pun sesuai dengan kepentingan terbaik klien.
Hasilnya, kemungkinan besar klien akan mencapai tujuan dan menjalani gaya hidup impian saat ini dan di masa pensiun.