c

Selamat

Rabu, 5 November 2025

EKONOMI

08 November 2024

13:33 WIB

Kecewa Dengan Putusan MK, Apindo: Regulasi Soal Upah Terlalu Sering Berubah

Berdasarkan kalkulasi Apindo, dalam 10 tahun ini pemerintah sudah 4 kali ganti regulasi soal pengupahan. Ini menimbulkan ketidakpastian bagi dunia usaha dan investor.

Penulis: Aurora K M Simanjuntak

<p>Kecewa Dengan Putusan MK, Apindo: Regulasi Soal Upah Terlalu Sering Berubah</p>
<p>Kecewa Dengan Putusan MK, Apindo: Regulasi Soal Upah Terlalu Sering Berubah</p>

Ilustrasi aksi buruh. ValidNewsID/Gisesya Ranggawari.

JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) mengaku kecewa dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai Undang-undang Cipta Kerja (UU Ciptaker).

Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo Bob Azam mengatakan, perubahan aturan yang terlalu sering juga mengganggu iklim investasi. Salah satunya, UU Cipta Kerja yang sudah berubah empat kali dalam satu dekade.

"Terus terang kita dari Apindo menghadapi keputusan MK ini banyak yang kecewa," ujarnya dalam diskusi dengan awak media di Jakarta, Kamis (7/11).

Bob menjelaskan Putusan MK memunculkan perubahan atas Undang-undang Ketenagakerjaan yang menjadi salah satu klaster Undang-Undang Cipta Kerja.

Dia menilai, seharusnya UU Ketenagakerjaan bertujuan melindungi pekerja dan dunia usaha. Selain itu, memberikan jaminan bagi investasi yang menciptakan lapangan pekerjaan baru.

Bob menerangkan, putusan MK nantinya akan mengubah formulasi ataupun aturan teknis yang mengatur soal pengupahan. Selama ini, pedoman pengupahan mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP 51/2023).

"Salah satu dampak dari judicial review MK ini adalah perubahan di Peraturan Pemerintah tentang pengupahan minimum yang dalam waktu dekat memang harus diputuskan," jelasnya.

Karena ada putusan baru, Bob menilai, nantinya penetapan upah minimum provinsi (UMP) terkesan mendadak. Dia mengutarakan, dunia usaha sudah memproyeksikan besaran upah minimum berdasarkan PP 51/2023.

"Waktu penetapan upah minimum untuk tahun 2025 sudah sangat mendesak, mengingat berdasarkan PP 51/2023 upah minimum provinsi harus sudah ditetapkan pada 21 November 2024," imbuhnya.

Di sisi lain, Apindo juga menyoroti regulasi yang kerap berganti ini justru menimbulkan ketidakpastian, khususnya bagi calon investor. Bahkan, sambung Bob, dapat berujung pada hilangnya lapangan pekerjaan.

Dia memprediksi, Indonesia membutuhkan setidaknya 3 juta lapangan pekerjaan baru di setiap tahunnya. Dia juga khawatir investor ragu-ragu mau menanamkan modal di RI karena kondisi tidak kondusif, sehingga pembukaan lapangan kerja pun tertunda.

"Banyak dari perusahaan-perusahaan yang melakukan investasi atau masuk ke Indonesia setelah ada UU Ciptaker, sehingga begitu ada perubahan lagi, ya membuat kebingungannya bagi mereka gitu," tutur Bob.

Dia kembali menekankan, selama 10 tahun, berarti 2014-2024 ini, regulasi soal ketenagakerjaan dan pengupahan sudah empat kali berubah. Dia menuturkan, hal yang paling tidak disukai investor adalah ketidakpastian atau uncertainty.

Apindo mencatat, regulasi pengupahan dan ketenagakerjaan awalnya diatur UU 13/2003. Kemudian  ketentuan teknisnya pada 2015 diatur dalam PP 78/2015 tentang Pengupahan.

Setelah berubah menjadi UU Ciptaker pada 2020 dan 2021, aturan pengupahan dimuat dalam PP 36/2021. Lalu diperbarui menjadi PP 51/2023, dan ke depan diproyeksikan ada perubahan lagi pasca putusan MK.

"Bayangkan 10 tahun sudah 4 kali peraturan berubah. Ini menunjukkan betapa tidak konsistennya kita, kalau 1-2 kali gapapa lah, 10 tahun 4 kali perubahan apa ini dibilang baik?," katanya.

Bob menambahkan, apabila pemerintah mencanangkan pertumbuhan ekonomi tinggi sampai 8% ke depannya, akan sulit tanpa sokongan pemodal alias investor. Namun, investor bisa kabur apabila tidak ada kepastian regulasi di negara.

Itu termasuk regulasi soal ketenagakerjaan dan pengupahan. Bob juga mengklaim, perubahan UMP tiap tahun memicu ketidakpastian bagi dunia usaha.

"Pengusaha kan tertib aturan PP 51/2023. Berdasarkan PP itu dia menganggarkan, lalu menerima orderan dan bikin kontrak. Begitu berubah, orderan dan kontrak kacau balau, makanya regulasi itu enggak boleh sering berubah," tutupnya.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar