09 Juli 2024
20:57 WIB
KCI Usulkan PMN Untuk Pengadaan Armada KRL, Ini Manfaatnya
Bukan hanya bagi perusahaan, PMN untuk pengadaan armada KRL baru juga bermanfaat bagi pemerintah dan masyarakat
Penulis: Yoseph Krishna
Editor: Fin Harini
Sejumlah penumpang berdesakan di dalam gerbong kereta rel listrik (KRL) Commuterline Jabodetabek di Stasiun KA Depok Baru, Depok, Jawa Barat, Senin (24/4/2023). Antara Foto/Aditya Pradana Putra
JAKARTA - PT Kereta Commuter Indonesia (KAI Commuter) tengah mengusulkan penambahan Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp1,8 triliun untuk tahun anggaran 2025 mendatang.
Partisipasi modal negara itu ditujukan utamanya untuk pengadaan armada kereta rel listrik (KRL) yang bermanfaat bukan hanya bagi perusahaan, tetapi juga pemerintah dan masyarakat sebagai penumpang Commuter Line.
Direktur Utama KAI Commuter Asdo Artriviyanto mengungkapkan manfaat pengadaan sarana KRL baru bagi masyarakat salah satunya ialah tersedianya alternatif moda transportasi massal yang lebih efisien, modern, aman, nyaman, dan andal.
Kemudian, pengadaan lewat PMN itu juga dilakukan sebagai antisipasi tumbuhnya jumlah penumpang KRL. Selain itu, pengadaan sarana baru juga bisa menekan kemacetan hingga emisi gas buang di jalan raya karena peralihan pengguna transportasi.
"Kemudian ada potensi pengembangan kawasan di wilayah-wilayah atau sepanjang jalur KRL," ucap Asdo dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VI DPR, Selasa (9/7).
Sedangkan bagi pemerintah, pengadaan sarana KRL baru bakal meningkatkan produksi dalam negeri dengan teknologi terbaru, hingga pengadaan retrofit atau peremajaan sarana KRL melalui PT INKA. Lalu, pemenuhan target 2 juta penumpang per hari seiring pengembangan sarana dan prasarana stasiun oleh Kementerian Perhubungan.
Tak sampai situ, Asdo menyebut ada potensi peningkatan pertumbuhan perekonomian di sekitar Ibu Kota, hingga potensi peningkatan penerimaan negara lewat pajak, PNBP, dan lain sebagainya.
"Kelima adalah menambah image positif dan public trust atas peningkatan public service lewat penyediaan alternatif transportasi umum commuter," kata dia.
Sementara untuk perusahaan, adanya PMN untuk pengadaan KRL baru juga memberi manfaat positif. Salah satunya, adalah modernisasi sarana KRL dan perbaikan struktur modal maupun kapasitas usaha dari PT Kereta Api Indonesia (KAI) maupun PT Kereta Commuter Indonesia sebagai anak usahanya.
"Kami juga bisa transfer knowledge antara PT KAI atau PT KCI, PT INKA, dan supplier sarana lainnya seiring dengan teknologi baru yang dipakai," imbuhnya.
Manfaat keempat bagi perusahaan, lanjutnya, adalah jaminan ketersediaan suku cadang atas KRL baru.
"Dan yang kelima adalah peningkatan citra perusahaan sebagai BUMN yang mendukung penyediaan layanan transportasi," tegas Asdo Artriviyanto.
Pertumbuhan Penumpang
Pada kesempatan itu, Asdo juga menjelaskan sejumlah hal yang melatarbelakangi usulan PMN sebesar Rp1,8 triliun pada tahun depan. Utamanya, ialah mengenai pertumbuhan jumlah penumpang KRL di wilayah Jabodetabek.
Tahun ini saja, dirinya memperkirakan jumlah penumpang KRL Commuter Line Jabodetabek mencapai 345 juta orang atau meroket dari prakiraan tahun sebelumnya yang hanya 290 juta orang.
Karena itu, pihaknya butuh Penyertaan Modal Negara (PMN) untuk pengadaan armada KRL mengingat jumlah penumpang bakal terus tumbuh dengan rerata 6% per tahun hingga tahun 2027 mendatang.
"Ini perlu kami lakukan karena untuk mengindari terjadinya overload angkutan ini," ujar dia.
Selain itu, KAI Commuter memperkirakan pergerakan penumpang pada 2025 mencapai 362 juta orang, 2026 sebanyak 398 juta orang, dan tahun 2027 sebanyak 410 juta penumpang.
Soal rerata okupansi, dirinya menyebut rerata pada tahun 2023 dan 2024 memang masih di bawah 100%. Tetapi seandainya tidak ada pengadaan sarana baru, okupansi bakal melampaui 100% pada tahun 2025 hingga 2027.
"Kemudian yang menimbulkan overload ini pada garis merah itu peak hours dari mulai 2023 sudah terjadi 129% pada pukul 5-9 pagi, kemudian jam 4 sore-7 malam. Ini akan terus meningkat, apabila tidak terjadi pengadaan sarana, maka 2026-2027 kan melebihi 200% dan ini indikasi terjadinya overload," tandas Asdo Artriviyanto.