27 Desember 2022
15:17 WIB
Penulis: Khairul Kahfi
Editor: Fin Harini
JAKARTA - Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Arsjad Rasjid menegaskan, pemerintah perlu menyiapkan segera peta jalan hilirisasi, pasca menyetop ekspor bijih bauksit per Juni 2023.
Pencapaian tujuan hilirisasi akan terakselerasi jika didukung oleh peta jalan hilirisasi yang jelas.
“(Hilirisasi bijih bauksit) bukan sekadar membangun smelter sebanyak-banyaknya, tanpa punya arah dan tujuan,” paparnya dalam keterangan pers yang diterima, Jakarta, Selasa (27/12).
Saat ini, smelter atau pabrik pengolahan dan pemurnian bijih bauksit terdapat di Sulawesi Tengah-Tenggara, Halmahera Timur-Selatan, Galang Batang Pulau Bintan, dan Kalimantan Barat.
Arsjad berharap, hilirisasi bauksit akan berjalan seperti nikel yang terintegrasi dari hulu ke hilir. Jadi upaya yang sama benar-benar menghasilkan nilai tambah yang tinggi dan bukan sekadar barang setengah jadi.
Ketum Kadin ini juga meyakini, hilirisasi juga akan dapat mengakselerasi pengolahan bauksit sampai menjadi produk aluminium ingot pada 2025.
Upaya ini akan memberikan dampak bagi perekonomian nasional melalui hilirisasi bauksit, industri ringan, dan logistik modern yang ramah lingkungan.
“Aluminium ingot sangat diperlukan industri dalam negeri, seperti pelat, billet, scrap, dan bentuk profil yang diperlukan dalam proses di industri seperti pesawat terbang, kapal, otomotif, dan konstruksi,” ujarnya.
Baca Juga: Indonesia Tutup Keran Ekspor Bijih Bauksit Per Juni 2023
Dalam beberapa tahun ke depan, diharapkan seluruhnya bisa diisi dari industri aluminium dalam negeri. Dengan cadangan bauksit yang ada, Indonesia punya potensi memenuhi kebutuhan aluminium sampai beberapa puluh tahun ke depan.
Adapun bauksit dengan kapasitas terbesar itu berada di Kalimantan Barat.
Di sisi lain, pihaknya membeberkan potensi SDA lain dalam program hilirisasi industri yang digaungkan pemerintah. Arsjad melihat upaya pemerintah dalam hilirisasi industri ini mendorong peningkatan pengolahan SDA lain dalam negeri.
Tak terbatas pada komoditas nikel dan bauksit, potensi hilirisasi juga muncul pada komoditas timah, tembaga dan emas.
"Kita harus memanfaatkan kekayaan SDA kita untuk diolah sebaik mungkin dan menghasilkan nilai tambah yang bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia. Jadi itu yang menjadi dasar kenapa pemerintah mendorong untuk program hilirisasi industri," ujarnya.
Potensi Ekonomi
Pekan lalu, Presiden Joko Widodo memutuskan untuk melarang ekspor bijih bauksit asal Indonesia. Dalam kesempatan yang sama, Presiden juga mendorong industri pengolahan dan pemurnian bauksit di dalam negeri.
“Mulai Juni 2023 pemerintah akan memberlakukan pelarangan ekspor bijih bauksit dan mendorong industri pengolahan dan pemurnian bauksit di dalam negeri,” ujar Presiden RI, Rabu (21/12).
Dari industrialisasi bauksit di dalam negeri, jabarnya, diperkirakan pendapatan negara akan meningkat dari Rp21 triliun menjadi sekitar kurang lebih Rp62 triliun.
Pemerintah terus berusaha untuk meningkatkan industri pengolahan sumber daya alam di dalam negeri.
Pada kesempatan sama, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, hingga kini, terdapat empat fasilitas pemurnian bauksit existing di dalam negeri. Dengan kapasitas produksi alumina 4,3 juta ton/tahun.
Selain itu, terdapat delapan fasilitas pemurnian bauksit dalam tahap pembangunan dengan kapasitas input 27,41 juta ton/tahun dan kapasitas produksi 4,98 juta ton/tahun.
Dia juga merinci, pelarangan juga dilakukan untuk seluruh produk bauksit mentah, termasuk yang sudah dicuci. Pemerintah menekankan, komoditas terkait harus diproses di Indonesia mulai Juni 2023.
“Nah saat sekarang, jumlah daripada impor aluminium oleh Indonesia itu US$2 miliar. Jadi tentu dengan adanya pabrik nanti berproses di Indonesia, US$2 miliar ini menjadi penghematan devisa,” tutur Airlangga.
Baca Juga: Jokowi: Pembangkit Tenaga Hilirisasi Ke Depan Adalah Energi Hijau
Sebagai informasi, China menjadi negara tujuan ekspor terbesar untuk bauksit Indonesia. Reuters melaporkan China mengimpor 17,8 juta ton bauksit dari Indonesia pada 2021.
Sementara itu, pada periode Januari-November 2022, China mengimpor 17.98 juta ton. Jumlah ini setara dengan 15,6% dari total impor bauksit China.
Larangan ekspor bauksit oleh Indonesia kali ini diperkirakan tidak akan menganggu industri alumunium di China. Industri alumunium China menilai pasokan yang hilang dari Indonesia diperkirakan akan dengan mudah digantikan oleh Guinea dan Australia.
Sebelumnya, pada 2014, Indonesia pernah mengeluarkan larangan sejenis yang kemudian dihapus pada 2017. Pada 2014, impor dari Indonesia mencapai 2/3 dari total impor bauksit China. Hal ini mendorong China untuk mendiversifikasi negara asal impor, terutama dari Guinea.
Langkah China termasuk menanamkan investasi besar-besaran di negara tersebut.
Senada, Jayananta Roy, Senior Vice President at ICRA Ltd., unit Moody’s Investors Service di India, dikutip dari Bloomberg, memproyeksikan kebijakan Indonesia tidak akan menganggu harga bauksit. Hal ini dikarenakan produksi Indonesia kurang dari 5% produksi dunia. Pasokan yang berkurang akibat kebijakan Indonesia bisa digantikan dari Australia dan Guinea.
Selain itu, Roy menilai, outlook permintaan yang lemah pada alumunium membuat langkah Indonesia tidak berdampak besar.