c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

10 Agustus 2023

15:21 WIB

Jokowi: Negara Dan Organisasi Manapun Tak Bisa Setop Hilirisasi RI

Keberlanjutan hilirisasi, kata Jokowi, dilakukan karena pemerintah ingin nilai tambah ekonomi dari sumber daya alam, bermanfaat secara optimal di dalam negeri

Jokowi: Negara Dan Organisasi Manapun Tak Bisa Setop Hilirisasi RI
Jokowi: Negara Dan Organisasi Manapun Tak Bisa Setop Hilirisasi RI
Ilustrasi. Seorang pekerja berdiri di depan proyek pembangunan smelter PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT ) di Dusun Otak Keris, Sumbawa Barat, NTB, Selasa (20/6/2023). Antara Foto/Ahmad Subaidi

JAKARTA - Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) menegaskan, negara dan organisasi manapun tidak bisa menghentikan kebijakan Indonesia untuk melakukan hilirisasi bahan mentah sumber daya alam. Jokowi bahkan mengatakan, dirinya tak khawatir jika Pemerintah Indonesia kembali digugat oleh korporasi atau negara lain karena melakukan hilirisasi.

"Siapa pun, negara manapun, organisasi internasional apa pun, saya kira nggak bisa menghentikan keinginan kita untuk industrialisasi, untuk hilirisasi," kata Presiden Jokowi di Stasiun LRT Dukuh Atas, Jakarta, Kamis (10/8).
 
Belum lama ini, Freeport Indonesia dikabarkan berencana mengajukan keberatan atau gugatan, atas aturan tarif bea keluar konsentrat mineral logam yang diteken Menteri Keuangan Sri Mulyani pada 12 Juli 2023 lalu. Aturan yang dimaksud tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 71/2023 tentang Penetapan Barang Ekspor yang Dikenakan Bea Keluar dan Tarif Bea Keluar.
 
"Ya ga apa apa (kalau ada keberatan), yang jelas hilirisasi tidak akan berhenti, hilirisasi setelah nikel kita setop, kemudian masuk ke tembaga, ke kobalt, nanti masuk lagi ke bauksit, dan seterusnya," tutur Jokowi.

Protes sendiri tak hanya datang dari perusahaan asing, Uni Eropa hingga Dana Moneter Internasional (IMF) juga mengkritik dan bahkan menentang kebijakan larangan ekspor mineral, terutama bijih nikel, yang telah diterapkan Indonesia sejak 2020 lalu.

Pada Oktober 2022 lalu WTO menyetujui gugatan Uni Eropa dan meminta Indonesia untuk mengubah kebijakannya. Pemerintah Indonesia selanjutnya mengajukan banding atas kekalahan pertama ini pada Desember 2023 lalu.

Selanjutnya, Uni Eropa kembali melakukan "serangan" melalui konsultasi Penegakan Aturan atau Enforcement Regulation. Ini dilakukan untuk melakukan konsultasi kepada industri-industri yang dirugikan atas kebijakan Pemerintah Indonesia. Uni Eropa bahkan sudah menyiapkan balasan dengan menerapkan bea masuk barang-barang dari Indonesia.

Apapun itu, keberlanjutan hilirisasi, kata Jokowi, dilakukan karena pemerintah ingin nilai tambah ekonomi dari sumber daya alam bermanfaat secara optimal di dalam negeri. Ia menjabarkan, dari kebijakan penghentian ekspor bahan mentah nikel pada 2020, Indonesia mendapat peningkatan penerimaan negara dari ekspor barang bernilai tambah.

"Saat diekspor mentahan, bahan mentah setahun kira-kira hanya Rp17 triliun, setelah masuk ke industrial downstreaming, ke hilirisasi menjadi Rp510 triliun. Bayangkan saja, kita negara, hanya mengambil pajak," ujarnya.


Peningkatan penerimaan negara itu berasal dari Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penghasilan Badan (PPH Badan), PPH Karyawan, PPH perusahaan, royalti bea ekspor, dan penerimaan negara bukan pajak lainnya.

Keuntungan lainnya, sebelum hilirisasi, lapangan kerja di sektor nikel hanya menyerap 1.800 tenaga kerja. Pasca hilirisasi, jumlah tenaga kerja yang diserap mencapai 71.500 orang.

Angka ini pun baru yang berada di Sulawesi Tengah, belum termasuk di daerah lain yang juga turut menggencarkan program hilirisasi. Di Maluku Utara, misalnya, jika sebelumnya induatri tambang hanya menyerap 500 orang, setelah hilirisasi, jumlah pekerja tercatat mencapai 45.600 orang.

Kebijakan Berani
Sebelumnya, Wakil Ketua MPR Ahmad Muzani mengatakan, kebijakan pemerintah yang secara bertahap menerapkan hilirisasi sumber daya alam dan juga mewajibkan eksportir menyimpan devisa hasil ekspor (DHE) di dalam negeri, merupakan kebijakan yang berani dan luar biasa.

"Ini sebuah langkah berani, luar biasa yang kami anggap dua-duanya ini sebuah langkah bagi pengamalan Pasal 33 UUD NRI Tahun 1945, yakni bumi, air, dan seluruh kekayaan di dalamnya digunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat," kata Muzani.

Muzani menuturkan, hilirisasi sumber daya alam (SDA) merupakan terobosan dari Presiden Jokowi yang penuh keberanian. Dia menyebut kebijakan hilirisasi perlu konsistensi jangka panjang. Ia mengharapkan hilirisasi tidak hanya untuk sektor pertambangan, tetapi untuk pertanian, perikanan, dan sektor lainnya yang dapat memberikan nilai tambah bagi perekonomian negara.

Dalam pertemuan itu, kata Muzani, Presiden Jokowi juga mengungkapkan harapan agar kebijakan hilirisasi dapat diteruskan Presiden Indonesia yang akan terpilih dalam Pilpres 2024. "Ini bisa jadi sumber ekonomi baru bagi negara dari nilai ekonomi nilai tambah dan seterusnya," ujarnya.

 


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar