15 Maret 2023
13:20 WIB
JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengingatkan semua pihak untuk berhati-hati dengan kegentingan ekonomi global setelah kebangkrutan Silicon Valley Bank (SVB) di Amerika Serikat (AS), yang kemudian disusul tutupnya Signature Bank.
"Kita tahu baru sehari dua hari lalu hal-hal yang tidak terduga muncul. Ada kebangkrutan bank di Amerika, Silicon Valley Bank, semua ngeri begitu ada satu bank yang bangkrut, dua hari muncul lagi bank berikutnya yang kolaps Signature Bank," kata Jokowi dalam Pembukaan Business Matching Produk Dalam Negeri di Jakarta, Rabu (15/3).
Jokowi mengatakan, kebangkrutan bank yang banyak mendanai perusahaan rintisan itu kemudian menjadi perhatian negara-negara dunia. Kebangkrutan bank tersebut, lanjutnya, menimbulkan kengerian di pasar keuangan dunia.
"Semua negara sekarang menunggu efek domino akan ke mana," kata dia.
Baca Juga: Sri Mulyani: Pemerintah Waspadai Kasus Silicon Valley Bank
Oleh karena itu, Jokowi menekankan, Indonesia harus tetap berhati-hati, termasuk dalam penggunaan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) agar tidak tergantung dengan produk dan pihak asing.
Kebangkrutan SVB merupakan kegagalan bank terbesar di AS setelah krisis pada 2008 yang disebabkan kejatuhan Lehman Brothers akibat kredit macet perusahaan properti dan real estate.
Regulator Perbankan AS di California telah menutup SVB untuk melindungi simpanan nasabah dalam kegagalan bank terbesar sejak krisis keuangan AS. Krisis modal di SVB juga disebut telah menekan saham bank-bank secara global.
Setelah SVB ditutup, regulator di AS juga menutup Signature Bank karena ketakutan kegagalan sistemik yang serupa dengan SVB. Siganture Bank telah menjadi sumber pendanaan yang populer bagi perusahaan mata uang kripto.
Ambil Keuntungan
Di lain kesempatan, Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Aviliani menyebut penutupan Silicon Valley Bank (SVB) oleh Regulator Perbankan Kalifornia dapat menguntungkan Indonesia.
“Mestinya kita mendapatkan keuntungan karena ketika suatu negara mengalami krisis keuangan, uangnya bisa masuk ke Indonesia,” kata Aviliani dalam Fortune Indonesia Summit di Jakarta, Rabu (15/3) seperti dilansir Antara.
Dia memandang saat ini stabilitas sistem keuangan Indonesia masih baik sehingga perlu terus dipertahankan agar tidak terdampak penutupan SVB karena Indonesia sudah mulai memperkuat stabilitas sistem keuangan sejak krisis keuangan pada 1998.
“Suku bunga acuan Bank Indonesia masih bagus, penjagaan OJK (Otoritas Jasa Keuangan) terhadap sistem keuangan kita lebih bagus dari negara maju. Ini artinya kita beruntung karena kasus di 1998, pengawas kita jauh lebih baik,” katanya.
Baca Juga: OJK: Kasus SVB Tidak Akan Berdampak Langsung ke Indonesia
Penerapan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) juga akan semakin memperkuat stabilitas sistem keuangan melalui berbagai ketentuan baru, salah satunya melalui perluasan wewenang Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).
“LPS tidak hanya menjaga dana masyarakat, tetapi juga memberi solusi. Jika ada bank bermasalah, mereka bisa membantu,” katanya.
Persepsi masyarakat pun perlu dijaga agar tidak berdampak terhadap stabilitas sistem keuangan dan perekonomian secara keseluruhan di 2023.
“Kalau persepsi masyarakat baik dan melakukan kontribusi terhadap perekonomian melalui konsumsi dan investasi secara seimbang, krisis ekonomi tidak akan kita alami,” ucapnya.