13 Januari 2025
08:00 WIB
IRENA: Transisi Energi Indonesia Tuai Perhatian Khusus
IRENA menilai Indonesia memiliki posisi strategis untuk menggerakkan transisi energi, dari fosil menjadi energi berkelanjutan.
Editor: Fin Harini
Direktur Jenderal Badan Energi Terbarukan Internasional (IRENA) Francesco La Camera dalam konferensi pers setelah pembukaan Sidang Majelis Umum ke-15 IRENA di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, Minggu (12/1/2025). (ANTARA/Putu Indah Savitri)
ABU DHABI - Direktur Jenderal Badan Energi Terbarukan Internasional (IRENA) Francesco La Camera menyampaikan Indonesia merupakan salah satu negara yang menuai perhatian khusus dari badan tersebut dalam bidang transisi energi.
“Indonesia adalah salah satu dari sedikit negara yang memiliki outlook domestik dari IRENA,” ujar La Camera kepada ANTARA setelah menghadiri pembukaan Sidang Majelis Umum ke-15 IRENA di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, Minggu (12/1).
Sidang Majelis Umum Ke-15 Badan Energi Terbarukan Internasional (IRENA) digelar untuk mempercepat transisi energi di tingkat global, di tengah terombang-ambingnya bahan bakar fosil akibat konflik di Timur Tengah yang mengancam ketahanan energi, serta cuaca ekstrem di seluruh dunia.
Merujuk pada outlook domestik Indonesia, La Camera menjelaskan Indonesia menuai perhatian khusus, sebab negara tersebut menjadi kunci transisi energi, khususnya di kawasan Asia Tenggara.
Indonesia merupakan negara dengan konsumsi energi tertinggi se-Asia Tenggara, dan kebutuhan akan energi tersebut akan terus meningkat selaras dengan pertumbuhan ekonomi dan populasi.
Di sisi lain, La Camera juga menyoroti sumber daya terbarukan yang melimpah di Indonesia.
Dengan demikian, Indonesia dinilai memiliki posisi strategis untuk menggerakkan transisi energi, dari fosil menjadi energi berkelanjutan.
Tak terbatas mengatasi permasalahan perubahan iklim, posisi strategis tersebut juga memungkinkan Indonesia untuk menjamin ketahanan dan keterjangkauan energi.
“Outlook itulah yang menggambarkan peran Indonesia (di sektor transisi energi) bagi kami,” kata La Camera.
Dalam profil energi Indonesia yang dirilis IRENA pada 2024, IRENA mencatat peningkatan kapasitas bersih energi terbarukan Indonesia di sektor kelistrikan. Pada 2023, IRENA mencatat terdapat penambahan kapasitas energi terbarukan di Indonesia, yakni energi surya (324 MW), bioenergi (288 MW), serta panas bumi/geothermal (237 MW).
Akan tetapi, penambahan kapasitas energi fosil di Indonesia didominasi oleh energi yang tidak terbarukan, termasuk fosil, yakni sebesar 6.632 MW.
Platform Pendanaan Bantu Transisi Energi
La Camera mengatakan, IRENA menyediakan platform pendanaan, yakni Energy Transition Accelerator Financing (ETAF), untuk membantu transisi energi bagi negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.
“Sambil kami berupaya menutup kesenjangan (transisi energi), kami memiliki platform pendanaan yang saat ini terdiri dari 14 mitra,” ujarnya.
Dia menjelaskan seluruh proyek transisi energi, baik swasta maupun pemerintah bisa disampaikan ke platform tersebut. Setelah ETAF menerima proyek tersebut, lanjut La Camera, IRENA akan bekerja sama dengan pihak yang mengajukan untuk memastikan kesiapan semua dokumen guna menilai prediktabilitas proyek tersebut.
Terdapat dua jalur yang bisa ditempuh oleh ETAF ketika menerima proposal pembiayaan untuk proyek transisi energi. Pertama, mengirimkannya kepada mitra ETAF untuk melihat minat mereka. Adapun jalur kedua adalah forum investasi.
“Untuk Asia Tenggara, kami sudah mengadakan forum investasinya di Indonesia pada acara G20,” ucap La Camera.
Dalam forum tersebut, sebanyak 21 proyek dipresentasikan pada 29 sesi matchmaking antara pemodal dan pemilik proyek.
Buah dari forum investasi IRENA tersebut adalah lolosnya proyek pembangkit listrik biogas (3 MW) di Ujung Batu, Riau, serta proyek tenaga surya fotovoltaik (30 MW) di Jalan Pintasan Bidor, Malaysia.
“Mudah-mudahan, forum berikutnya akan diadakan di Singapura pada bulan Oktober,” kata La Camera.