21 Juli 2023
19:36 WIB
JAKARTA - Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyatakan, pemerintah akan mulai mencabut sebagian insentif investasi menyusul semakin meningkatnya investasi di luar Jawa.
Menurutnya, pemerintah akan selektif memberikan pertambahan pendapatan bagi negara, terlebih setelah industri atau pembangunan telah berjalan masif dan memberikan dampak signifikan.
“Contoh, pembangunan smelter NPI (nickel pig iron) nikel yang nilai tambahnya belum di atas 50%, itu tidak lagi kita memberikan tax holiday. Jadi jangan dianggap semua industri yang kita layani, kita berikan tax holiday. Kita harus sudah selektif dalam rangka memberikan pertambahan pendapatan kepada negara,” katanya dalam paparan realisasi investasi kuartal II di Jakarta, Jumat (21/7).
Hal yang sama juga akan diberlakukan untuk sektor lainnya, termasuk terkait pembangunan di luar Jawa. Bahlil menjelaskan, sejalan dengan arahan Presiden Jokowi untuk membangun indonesiasentris, maka pembangunan juga didorong hingga ke luar Jawa, dengan tambahan insentif guna menarik minat investasi.
Dia menuturkan, sejak kuartal ketiga 2020, realisasi investasi di luar Jawa kini stabil lebih tinggi dibandingkan realisasi investasi di Jawa. Per kuartal II 2023, realisasi investasi di luar Jawa mencapai Rp182 triliun atau menempati 52% dari total realisasi investasi sepanjang periode April-Juni 2023 yang sebesar Rp349,8 triliun.
Sementara itu, realisasi investasi di Jawa sendiri mencapai Rp167,8 triliun atau 48% dari total realisasi investasi.
Secara kumulatif sepanjang Januari-Juni 2023, realisasi investasi di luar Jawa mencapai Rp354,9 triliun (52,3%), sedangkan realisasi investasi di Jawa mencapai Rp323,8 triliun (47,7%).
“Sejak 2020 kuartal III, atau selama 12 kuartal berturut-turut, investasi luar Jawa itu lebih banyak. Ini mencerminkan bahwa hasil pembangunan infrastruktur yang dilakukan Jokowi dan JK (Jusuf Kalla) ini sekarang dampaknya. Jadi memang membangun Indonesia ini tidak bisa bim-sala-bim. Harus by design, konsepnya terukur dan caranya pun harus betul-betul pas,” tuturnya.
Sebelumnya, Bahlil mengatakan pemerintah memang memberikan insentif khusus bagi investasi yang ditanamkan di luar Jawa. Hal itu dilakukan untuk mendorong pemerataan investasi dan dampak ekonominya ke luar Jawa.
Diberikan Selektif
Kepala Center of Industry, Trade, and Investment Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Andry Satryo Nugroho mengatakan, insentif fiskal perlu diberikan oleh pemerintah kepada pelaku usaha secara lebih selektif.
"Jangan sampai diskon pajak yang kita berikan tidak kembali lagi kepada kita dalam bentuk penerimaan perpajakan. Itu akan membuat pemerintah mengeluarkan lebih banyak uang ketimbang mendapatkan penerimaan ke depan akibat peningkatan kinerja industri," ujarnya baru-baru ini.
Menurutnya, ke depan pemerintah juga perlu memungut pajak bagi ekspor komoditas yang bernilai tambah rendah atau belum dihilirisasi. Misalnya produk feronikel yang berasal dari nikel.
"Ini kan ekspor komoditas yang bernilai tambah rendah, jadi bisa dikenakan pajak ekspor. Ini menjadi disinsentif bagi pelaku usaha, sehingga mendorong pelaku usaha melakukan hilirisasi di dalam negeri," cetusnya.
Ke depan, dia mengatakan, penerimaan negara berpotensi berkurang karena kinerja beberapa sektor industri masih mengalami kesulitan untuk pulih dari dampak pandemi covid-19.
Selain itu, beberapa sektor industri seperti tekstil dan produk tekstil juga terdampak pelemahan ekonomi global yang menurunkan permintaan terhadap ekspor TPT.
Kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) dan penerapan Undang-Undang Kesehatan, diproyeksi menurunkan penerimaan CHT pada 2023 sebesar Rp15 sampai Rp20 triliun.
Pemerintah pun perlu memastikan penurunan CHT diiringi oleh penurunan prevalensi merokok yang menjadi target pemerintah di sektor kesehatan.
Di samping itu, Andry menilai pemerintah bisa melakukan kajian untuk meningkatkan tarif cukai di komoditas lain. Seperti minuman berpemanis dan plastik, untuk menambal CHT yang hilang sekaligus menjaga kesehatan masyarakat dan kebersihan.
"Ini perlu dilihat kembali sejauh mana sebetulnya ekstensifikasi cukai berhasil menggantikan cukai hasil tembakau ke depan," serunya.