c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

EKONOMI

20 Maret 2023

18:17 WIB

Ini Dia Bahaya Thrifting Menurut KADIN

Indonesia dapat melihat perkembangan negatif kasus dan bahaya thrifting di negara lain yang berdampak pada PHK pekerja di industri tekstil

Penulis: Khairul Kahfi

Editor: Fin Harini

Ini Dia Bahaya <i>Thrifting</i> Menurut KADIN
Ini Dia Bahaya <i>Thrifting</i> Menurut KADIN
Pengunjung memilih pakaian bekas impor untuk dibeli di Pasar Senen, Jakarta, Jumat (24/2/2023). ValidNewsID/Fikhri Fathoni

JAKARTA - Ketua Umum Kadin Indonesia Arsjad Rasjid menekankan, kegiatan thrifting atau membeli pakaian bekas dapat memengaruhi kelangsungan hidup industri terkait di dalam negeri. Dia menekankan, kegiatan ini dapat mengurangi permintaan produsen dan brand pakaian buatan lokal.

“Hingga kemudian menurunkan pendapatan produsen dan brand pakaian dalam negeri. Industri yang terkena dampak dari transaksi ilegal ini termasuk pabrik, toko retail, dan juga para pekerja terkait di keseluruhan rantai pasok di industri pakaian,” paparnya dalam keterangan resmi, Jakarta, Senin (20/3).

Dia memahami, dalam beberapa tahun terakhir, thrifting barang bekas telah menjadi tren pada masyarakat modern dunia, termasuk Indonesia. Meski terlihat sebagai bentuk konsumsi yang ramah lingkungan karena prinsip pakai kembali (reuse), namun kondisi ini memiliki dampak negatif pada kesehatan, lingkungan, dan ekonomi.

Terkadang, masyarakat membeli barang bekas hanya untuk memenuhi keinginan tanpa mempertimbangkan kebutuhan. Hal ini memunculkan lebih banyak sampah yang harus diolah, sehingga mengonsumsi sumber daya yang tidak diperlukan.

Sejak 2015, imbuhnya, pemerintah telah melarang adanya praktik impor pakaian bekas melalui Peraturan Menteri Perdagangan 51/2015 tentang Larangan Impor Pakaian Bekas.

“Artinya, selama ini thrifting atau jual beli pakaian bekas impor adalah sebuah transaksi jual-beli yang ilegal. Karena, pakaian bekas impor dikategorikan sebagai limbah mode dan dilarang untuk diimpor masuk karena terkait dengan aspek kesehatan, keselamatan, keamanan, dan lingkungan,” tegasnya.

Baca Juga: Tren Thrifting, Berapa Besar Pasar Baju Bekas Global?

Untuk itu, Arsjad mengimbau agar masyarakat lebih memahami, bahwa dampak negatif thrifting pakaian bekas impor ilegal bukan hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di negara-negara lain. Dampak negatif dari tingginya jual beli pakaian bekas impor bahkan telah terjadi di Kenya dan Chile. 

Di Kenya, masuknya pakaian bekas impor ilegal secara drastis mengurangi jumlah tenaga kerja pada industri tekstil. Pada masa jaya industri tekstil di sana, sebanyak 30% dari jumlah pekerja formal di Kenya dapat terserap di industri ini. 

“Namun, industri tekstil yang sempat mempekerjakan lebih dari 200.000 pekerja tersebut, kini hanya dapat menyerap kurang dari 20.000 pekerja karena tingginya jumlah impor pakaian bekas,” urainya. 

Sementara itu, di Chile, sebanyak 59.000 ton sampah tekstil didatangkan ke Chile dari berbagai penjuru dunia. “(Pada Akhirnya), sampah-sampah ini kemudian menggunung karena mayoritas tidak dapat terserap pasar,” sambungnya. 

Tekstil Lokal Berkualitas Global
Menurut Arsjad, saat ini Indonesia memiliki banyak brand pakaian lokal yang memiliki kualitas mumpuni, yang di antaranya bahkan sudah merambah pasar global. 

Oleh karena itu, dia meminta, agar para pemangku kepentingan di Indonesia perlu fokus pada upaya dan kampanye bangga belanja serta mengenakan produk buatan Indonesia.

Hal ini pun dapat dilakukan bersama-sama dengan mempromosikan produk terbaik UMKM Tanah Air.

“Mari bersama-sama mempromosikan produk-produk lokal yang berkualitas dan mendukung perekonomian kita. Dengan cara ini, kita dapat membangun industri pakaian Indonesia yang kuat dan berkelanjutan, serta mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia,” tegasnya.

Baca Juga: Asosiasi Tekstil Minta Keringanan Bunga Hadapi Thrifting

Di Indonesia, BPS menunjukkan, nilai impor pakaian bekas meroket hingga enam kali lipat atau tepatnya 607,6% (yoy) pada Januari-September 2022. Arsjad pun menyebut, tren ini sangat perlu diwaspadai pemerintah dan pelaku industri pakaian dalam negeri.

Kewaspadaan ini patut dilakukan untuk menghindari peningkatan dampak negatif dari impor pakaian bekas, berkaca seperti kejadian di negara lain. Dia kembali menegaskan, bahwa thrifting pakaian bekas impor adalah bentuk ekonomi sirkular yang tidak tepat dan merugikan bagi negara, termasuk Indonesia.

“Indonesia harus melindungi produsen dan brand industri pakaian dalam negeri, apabila kita ingin melihat industri pakaian dalam negeri kita maju dan bersaing di pasar global,” ujar Arsjad.


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar