21 Oktober 2023
15:49 WIB
Penulis: Aurora K MÂ Simanjuntak
JAKARTA - Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat pada Kuartal III/2023, ada 5 negara dengan penanaman modal asing (PMA) terbesar dan mayoritas berasal dari Asia.
Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengatakan Singapura menduduki peringkat satu dari Top 5 negara investor asing. Adapun nilai investasinya sejumlah US$4,4 miliar.
Tidak hanya pada Kuartal III/2023, Bahlil melaporkan sepanjang periode Januari-September 2023, Singapura juga menjadi negara dengan PMA terbesar di RI. Nilai investasi asal Singapura mencapai US$12,1 miliar.
"Investasi kita tidak lagi dikuasai oleh suatu negara yang diisukan selama ini, seolah-olah kita investornya China saja. Saya dapat protes terus. Ini datanya sudah mulai keseimbangan," ujarnya, Jumat (20/10).
Baca Juga: Bahlil Pastikan Xinyi Group Lanjutkan Investasi di Rempang
Sementara pada Kuartal III/2023, China sendiri menduduki peringkat dua negara dengan PMA terbesar. Bahlil menyebutkan nilai investasi dari China sejumlah US$1,78 miliar.
Kemudian pada peringkat tiga, ada Hong Kong dengan nilai investasi US$1,71 miliar. Jepang di posisi empat dengan investasi US$1,28 miliar, dan Malaysia investasinya senilai US$875 juta.
Bahlil menambahkan negara barat juga turut menanamkan modalnya di Indonesia dan masuk ke Top 10. Ada Amerika Serikat dengan investasi US$837 juta, Kepulauan Virgin Britania Raya US$224,6 juta, Belanja US$181 juta, serta Korea Selatan US$650 juta.
"Belanda masuk, Korea (Selatan), Amerika, Malaysia, Jepang, bagus dong ya. Asia Timur ini benar-benar kompetisi, bagus ini," imbuh Menteri Investasi.
Top 5 Negara Asal PMA Januari-September 2023
Bahlil juga menyampaikan Top 5 negara asal PMA sejak awal tahun hingga September 2023. Pertama, Singapura dengan nilai investasi sejumlah US$12,1 miliar.
Kedua, China dengan investasi senilai US$5,5 miliar. Ketiga, Hong Kong senilai US$5,2 miliar. Keempat, Jepang investasi US$3,2 miliar. Kelima, Amerika Serikat US$2,4 miliar.
"Ini datanya, sudah mulai ada keseimbangan. Cuma memang kalau kita mau jujur, yang agresif itu China dan Korea, kalau Eropa dan Amerika ini bagus tapi proposalnya terlalu lama. Jadi negosiasinya butuh iman yang kuat dan harus telaten," tutup Bahlil.