08 April 2023
15:21 WIB
Editor: Fin Harini
JAKARTA - Semakin banyak orang membeli pakaian, sepatu, dan aksesoris bekas, mendorong industri barang bekas alias thrifting di tingkat global membengkak menjadi US$177 miliar tahun lalu, laporan dari pasar barang bekas online ThredUp.
Angka itu meningkat 28% selama tahun 2021. Jumlah pengecer yang menjual barang bekas juga disebut meningkat.
Lonjakan inflasi dinilai menjadi salah satu faktor pendorong. Selain itu, adanya peningkatan kesadaran akan kebiasaan berbelanja yang berkelanjutan.
Laporan ThredUp, yang mengandalkan penelitian dan data dari perusahaan analitik ritel pihak ketiga GlobalData, memprediksi industri barang bekas praktis akan berlipat ganda menjadi US$351 miliar dalam penjualan global pada tahun 2027.
“Jelas penjualan kembali bukanlah iseng-iseng,” salah satu pendiri dan kepala eksekutif ThredUp James Reinhart mengatakan kepada Bloomberg Green dalam sebuah wawancara, dilansir dari National News, Jumat (7/4).
Baca Juga: Thrifting; Ancaman Nyata Di Balik Murahnya Harga
Reinhart menilai, tak hanya konsumen yang mendapatkan manfaat dari berbelanja barang bekas. Brand juga melihat penjualan kembali sebagai hal yang semakin penting untuk agenda keberlanjutan mereka.
“Ketika saya berbicara dengan merek hari ini, pertanyaannya bukan apakah mereka akan terlibat dalam penjualan kembali – ini tentang bagaimana,” katanya.
Perusahaan fesyen yang ingin mengurangi emisi gas rumah kaca, serta jejak air dan plastik mereka, dapat mencoba mengatasi masalah tersebut secara bersamaan dengan mendukung penggunaan berkelanjutan produk mereka yang ada melalui penjualan kembali, mengamankan aliran pendapatan tambahan dalam prosesnya.
Namun, pertanyaan apakah kemunculan model bisnis bekas dan model bisnis “sirkular” lainnya akan menghasilkan pengurangan jumlah barang baru yang diproduksi, atau permintaan konsumen akan barang baru, masih menjadi pertanyaan terbuka.
Pembeli yang paling tertarik untuk dijual kembali adalah generasi muda, terutama Gen Z.
Dalam Survei GlobalData terhadap sekitar 3.000 orang dewasa AS, sebanyak 83% responden Gen Z mengatakan bahwa mereka pernah berbelanja pakaian bekas atau terbuka untuk itu.
“Ini benar-benar olahraga anak muda,” kata Reinhart.
Baca Juga: Mampukah Industri Tekstil Domestik Menantang Thrifting?
Kelompok konsumen yang sama itu sebagian besar telah memicu munculnya fast fashion dan ultra fast fashion, yang membantu menjelaskan mengapa bahkan perusahaan mode cepat besar sekarang merangkul penjualan barang bekas di toko dan online.
Shein, pengecer China yang telah membantu meningkatkan model fast fashion, bergabung dengan pasar pakaian bekas tahun lalu dengan situs Shein Exchange-nya.
Pada bulan Maret, Hennes & Mauritz AB mengumumkan peluncuran platform penjualan kembali online dengan ThredUp. Sementara, H&M dalam laporan tahunan baru-baru ini mengatakan mereka mengharapkan konsumen yang sadar iklim untuk memilih produk yang lebih berkelanjutan di masa depan.
Pergeseran potensial dalam preferensi konsumen itu, menurut perusahaan, bisa menjadi pukulan besar bagi penjualan di masa depan. Namun, mungkin, juga sebuah peluang.